ANALISIS
DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KETERSEDIAAN PANGAN NASIONAL
Ketersediaan stok pangan dengan harga yang tetap terjangkau
menjadi salah satu isu penting bagi Pemerintah Indonesia di tengah upaya
menyelesaikan berbagai persoalan yang timbul di masa dan pasca Pandemi
COVID-19. Persoalan pangan diyakini tidak hanya akan memberikan dampak secara
ekonomi, namun juga dapat mempengaruhi stabilitas keamanan dan politik. Sesuai
Undang-Undang Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014 khususnya Pasal 25 ayat 1,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mengendalikan ketersediaan barang
kebutuhan pokok dan barang penting di seluruh Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik dan harga yang
terjangkau.
Sebagai upaya dalam menjaga ketersediaan pangan dan harga
yang tetap terjangkau di masa dan pasca Pandemi COVID-19, Kementerian
Perdagangan terus berupaya melakukan berbagai kebijakan strategis untuk menjaga
stabilitas harga dan menjamin ketersediaan bahan pokok. Sehubungan dengan hal tersebut maka analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak pandemi
COVID-19 terhadap ketersediaan pangan nasional sehingga dapat dihasilkan rekomendasi kebijakan dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19 terhadap ketersediaan pangan
nasional.
Pendekatan metode yang digunakan dalam analisis ini adalah
deskriptif kuantitatif analisis,
dimana dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana
adanya saat penelitian dilaksanakan. Pada analisis ini, dilakukan penguraian
data yang telah diperoleh, kemudian diberikan pemahaman dan penjelasan agar
dapat dipahami dengan baik. Pengolahan data dilakukan menggunakan metode matematis sederhana dengan melakukan pengelompokan
data.
Hasil
analisis ditemukan bahwa pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak perlambatan ekonomi
di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pembatasan mobilitas masyarakat untuk
memutus rantai penularan, termasuk melalui pembatasan aktivitas perdagangan mempengaruhi beberapa sektor yang menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Beberapa
indikator utama yang dapat dilihat yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi dan daya
beli masyarakat yang semakin melemah yang terlihat pada menurunnya indeks
keyakinan konsumen dan penjualan eceran (IKK). Penurunan daya beli juga
terlihat dari kontraksi pada pertumbuhan penjualan eceran yang ditunjukkan oleh
kontraksi pada indeks penjualan riil eceran (IPR) Bank Indonesia.
Perkembangan harga pangan
sampai
November 2020 masih terkendali dimana harga terutama dipengaruhi oleh
kelancaran pasokan, distribusi, dan permintaan yang cenderung stagnan. Faktor
cuaca di 2020 juga berdampak pada ketersediaan pasokan pangan terutama pada
komoditi hortikultura. Fenomena perubahan iklim La Nina menyebabkan curah hujan
yang lebih lebat dimana bisa 40% lebih lebat dari kondisi normal. Hal ini
mempengaruhi produksi komoditi horti seperti cabai dan bawang merah.Kelancaran pasokan dan ketersediaan pangan terutama tercermin
dari perkembangan harga pangan pokok. Proses produksi dan distribusi bahan
pangan dari hulu ke hilir yang ikut terganggu selama pandemi COVID-19 memang
menjadi salah satu faktor utama kenaikan harga sejumlah bahan pangan. Di sisi
hilir, penurunan aktivitas ekonomi yang bersumber dari terbatasnya tenaga kerja
dan kemampuan modal pelaku usaha dalam mempertahankan operasional usahanya
telah menurunkan produksi bahan pangan. Di sisi distribusi, sektor transportasi
dan logistik juga terhambat sehingga menyebabkan terganggunya rantai pasok
pangan serta akses pangan. Beberapa hambatan tersebut mulai teratasi setelah
pelonggaran PSBB.
Langkah yang dapat direkomendasikan secara umum yaitu dengan stabilisasi harga serta pasokan dan meningkatkan
konsumsi masyarakat, diantaranya melalui upaya-upaya sebagai berikut:
a)Untuk barang-barang pokok yang sedang
terjadi surplus produksi, pelaku usaha dapat diarahkan untuk memanfaatkan
berbagai fasilitas/program yang dijalankan pemerintah, misalnya Sistem Resi
Gudang menunggu hingga harga kembali stabil. Selain itu, barang mudah rusak
(perishable good) perlu difasilitasi dengan cold storage, blast freezer hingga
gudang dengan pengaturan suhu (CAS) hingga pembangunan cold chain.
b)Untuk barang pokok yang mengalami
kenaikan harga, misalnya untuk minyak goreng, pemerintah perlu menyiapkan
langkah stabilisasi harga dan pasokannya melalui pemantauan pasokan secara
lebih intensif ke produsen dan juga menjamin kecukupan stok di dalam negeri
dalam rangka mengantisipasi fluktuasi harga lebih lanjut.
c)Bagi barang pokok dengan disparitas
harga antar wilayah yang cukup tinggi, dapat memfasilitasi penyediaan informasi
pasokan bapok yang akurat baik kepada pemerintah daerah maupun pelaku usaha
sehingga perdagangan antar wilayah surplus dan defisit dapat ditingkatkan.
Dengan demikian diharapkan disparitas harga akan menurun.
d)Secara berkesinambungan melakukan
pengawasan terhadap penyimpanan dan penyaluran bahan pokok untuk menjamin mutu
barang pokok yang dikonsumsi masyarakat dan juga mencegah terjadinya penimbunan
bahan pokok, sehingga harga yang terbentuk di pasar benar-benar mencerminkan
permintaan dan penawaran bahan kebutuhan pokok secara akurat.
e)Mengoptimalkan program kerja terkait
distribusi bapok, misalnya Tol Laut dan Gerai Maritim melalui peningkatan
jumlah subsidi, relaksasi jenis barang yang diangkut, dan penambahan rute
pelayaran untuk memastikan ketersediaan barang dan menjaga daya beli masyarakat
khususnya di wilayah Tertinggal, Terluar, Terpencil, dan Perbatasan (3TP) yang
rentan terhadap fluktuasi harga.
f)Fasilitasi perluasan akses masyarakat
terhadap barang-barang bapok. Salah satu saluran pemasaran dapat melalui
kegiatan atau even promosi produk lokal yang melibatkan UMKM dan produsen
komoditas produk lokal baik secara fisik atau non fisik. Secara fisik misalnya
dengan membuka pasar murah di lokasi-lokasi tertentu dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan. Sementara pasar murah non fisik dapat dilakukan misalnya
melalui pekan promosi pada platform e-commerce.
g)Mengupayakan pengurangan hambatan
perdagangan pada e-commerce misalnya dengan menunda pengenaan pajak pada
e-commerce setidaknya hingga akhir tahun 2020. Dengan demikian diharapkan harga
di konsumen dapat lebih kompetitif sehingga tetap terjangkau oleh masyarakat di
berbagai lapisan ekonomi.
h)Meningkatkan koordinasi lebih lanjut
antar K/L khususnya yang memiliki program kerja yang mampu mendorong
peningkatan daya beli masyarakat untuk mempercepat realisasi penyalurannya
misalnya subsidi gaji, Bantuan Langsung Tunai (BLT), bantuan sosial (bansos),
pasar murah bapok bersubsidi, dan sebagainya.