Uni Eropa adalah salah satu
pasar tujuan ekspor utama Indonesia. Saat ini Uni Eropa sedang mengalami kelesuan ekonomi dan berdampak terhadap
perdagangan dunia. Meskipun beberapa indikator menunjukkan tanda-tanda
perbaikan, namun prospek umum untuk terjadinya pemulihan ekonomi Uni Eropa
masih rapuh. Perdagangan
internasional tetap menjadi faktor utama pertumbuhan ekonomi di Uni Eropa
selama masa krisis. Ekspor Uni Eropa ke negara non anggota (ekstra-UE) telah
sepenuhnya pulih dari krisis namun impor dari ekstra-UE masih rendah yang
mengindikasikan masih lemahnya permintaan domestik dan belum membaiknya
investasi di Uni Eropa. Perdagangan intra-UE masih mendominasi pasar Uni Eropa
terutama ketika perekonomian Uni Eropa membaik.
Dengan menggunakan analisis
Constant Market Share (CMSA) dan Diamond Porter kajian ini
berusaha melihat secara detil kinerja perdagangan, potensi, serta strategi
pengembangan ekspor di Pasar Uni Eropa.Berdasarkan analisis CMSA ditemukan bahwa kinerja
ekspor Indonesia ke Uni Eropa masih di bawah negara anggota ASEAN lainnya. Pesaing utama Indonesia di
pasar Uni Eropa adalah Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Bersama dengan China,
Vietnam mengalami peningkatan ekspor ke Uni Eropa yang sangat signifikan. Hal
tersebut didorong oleh adanya perjanjian kerjasama perdagangan bebas dengan Uni
Eropa dan peningkatan investasi Uni Eropa di dua negara tersebut.Peningkatan ekspor Vietnam
ke Uni Eropa setelah berlakukanya FTA Vietnam dengan Uni Eropa telah menggeser
pangsa pasar Indonesia di kawasan tersebut. Kondisi ini menjadi ancaman
tersendiri bagi akses pasar produk Indonesia ke Uni Eropa.
Neraca perdagangan
Indonesia ke Uni Eropa sempat mengalami penurunan surplus dan membaik pada
tahun 2014.Produk ekspor utama Indonesia ke Uni Eropa masih didominasi produk
hasil alam yang minim proses produksi. Dari segi jenis produk, ekspor Indonesia
ke Uni Eropa juga belum terdiversifikasi. Berdasarkan hasil CSMA,
dikarenakan struktur ekspor Indonesia ke Uni Eropa didominasi barang primer maka
peningkatan ekspor lebih didorong oleh peningkatan permintaan dunia daripada
dari daya saing.Indonesia saat ini menikmati skema tarif nol persen melalui skema General
Scheme of Preferences (GSP) dari Uni Eropa untuk 2.952 pos tarif dan 2.307
pos tarif dari skema Most Favoured nation (MFN). Skema GSP tersebut
kemungkinan akan dicabut jika Indonesia
sudah tidak lagi dikategorikan negara berkembang yaitu ketika Gross
National Product (GNP) per kapita sudah di atas USD 4000.
Hasil CMSA yang dilakukan
berdasarkan sektoral menemukan bahwa Mineral products, dan stone/glass
merupakan 2 (dua) komoditi yang mengalami penurunan daya saing. Foodstuff
merupakan sektor yang paling baik kinerja ekspornya ke Uni Eropa. Sektor ini
mengalami peningkatan di sisi permintaan serta mengalami peningkatan daya saing
dan pangsa pasar. Produk-produk animal and animal product; vegetable; textile;
dan metal walaupun mengalami peningkatan daya saing namunproduk tersebut mengalami penurunan pangsa
pasar di Uni Eropa. Sebagian besar produk ekspor Indonesia mengalami penurunan
ekspor akibat krisis ekonomi Uni Eropa namun untuk produk animal product;
foodstuff; dan plastics/rubber tetap mengalami peningkatan akses pasarnya ke
Uni Eropa. Sebagian besar produk ekspor Indonesia mengalami penurunan ekspor
akibat krisis ekonomi. Berdasarkan penghitungan porter diamond index maka
disimpulkan bahwa prioritas pertama produk yang dapat dikembangkan adalah footwear,
industry kimia dasar, furniture dan elektronik.
Untuk menyikapi
hal-hal tersebut, Indonesia dapat menerapkan beberapa kebijakan strategis untuk
mengambil keuntungan dari potensi Kerjasama Indonesia dengan Uni Eropa. Untuk strategi pengembangan
pasar Uni Eropa perlu mengantisipasi adanya pencabutan GSP sehingga dapat
mengurangi daya saing Indonesia dengan penerapan tarif MFN. Hal ini dikarenakan
untuk negara yang melakukan kerjasama perdagangan dengan Uni Eropa seperti
Vietnam terbukti dapat meningkatkan ekspornya secara signifikan. Indonesia dapat
menerapkan strategi promosi yang lebih intensif di negara-negara yang memiliki permintaan besar di Uni
Eropa seperti Jerman, Perancis, dan Italia. Selain itu adaptasi produk perlu
diperlakukan untuk produk elektronik dan produk furniture bagi konsumen
Uni Eropa.