Analisis
Evaluasi Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
Perlindungan konsumen yang diberikan kepada masyarakat
sebaiknya bersifat preventif, yaitu perlindungan sebelum konsumen mengalami
kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Karena itu pengawasan
dilaksanakan pada dua tahapan, yaitu (1) sebelum barang beredar di pasar (tahap
pra-pasar) dan (2) setelah barang beredar di pasar. Barang beredar di pasar
dalam negeri pada dasarnya dibentuk oleh barang hasil produksi perusahaan-perusahaan
di dalam negeri, ditambah barang yang diimpor dari luar negeri. Kementerian
Perdagangan, dalam upaya melindungi konsumen, telah mengeluarkan tata cara dan
ketentuan yang harus diikuti oleh suatu barang sebelum memasuki pasar untuk dipertukarkan
kepada konsumen (tahap Pra-Pasar). Tahap pra pasar dimaksudkan untuk memastikan
bahwa barang yang akan beredar, telah memenuhi standar dan ruang lingkup
pengawasan lainnya sesuai peraturan yang ada. Tahap pra pasar meliputi
pengujian mutu dan pendaftaran barang kepada Kementerian Perdagangan, atau
badan lain yang ditunjuk. Setelah pengawasan pada tahap Pra-Pasar, pengawasan
kemudian dilanjutkan pada tahap setelah barang beredar di pasar. Pengawasan
barang beredar dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan RI No.
20/MDAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata cara Pengawasan Barang dan/atau
Jasa, yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
(Ditwas), bekerjasama dengan pemerintah daerah, badan lain yang berhubungan, dan
masyarakat. Menurut mekanismenya, pengawasan dilakukan secara berkala (yang
terjadwal) dan pengawasan khusus yaitu pengawasan dilakukan secara cepat yang
dilakukan oleh PPBJ dan PPNS-PK berdasarkan laporan/pengaduan konsumen/LPSKM.
Pelaksanaan pengawasan setelah barang beredar di pasar ini sangatlah penting.
Kajian Pengawasan Barang Beredar di Daerah Perbatasan, misalnya, menemukan
bahwa efektifitas pengawasan barang pada tahap Pra Pasar, hanya lah sekitar
40,7% untuk memastikan barang beredar dapat sesuai dengan parameter pengawasan.
Hal ini karena kemudian barang dapat terdistorsi atau tercampur dengan barang
yang rusak/kadaluwarsa, tidak terdaftar, atau hal yang menurunkan kualitas
lainnya, ketika sudah beredar di pasar. Dengan demikian, Pengawasan Barang
Beredar menjadi penting untuk melengkapi danmemperkuat pengawasan
Pra-Pasar dan memastikan bahwa barang-barang dan jasa yang beredar di pasar
sesuai dengan parameter pengawasan yang ada. Dalam menjalankan tugas pentingnya
tersebut, Ditwas perlu melakukan perbaikan yang terus menerus, baik dari sisi
kelembagaan, prosedur, sumberdaya manusia, sarana, anggaran, dan lain-lain,
terutama jika dikaitkan dengan dinamika otonomi daerah dan keterbukaan pasar
ASEAN yang sudah dilaksanakan tahun ini. Untuk itu, pada saat ini dinilai perlu
bagi Ditwas untuk menganalisis hambatan dan masalah yang dihadapinya dalam
menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif. Analisis terhadap hambatan dan
masalah ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk menyusun strategi pengembangan
Ditwas yang lebih baik dimasa depan.
Stakeholder dibatasi pada Subdit-Subdit yang ada di bawah
Ditwas, meskipun sesungguhnya, stakeholder dapat diperluas dengan melibatkan
lebih banyak pihak yang berperan dalam efektifitas pelaksanaan kegiatan Ditwas,
seperti Bagian Program dan Kerjasama, Biro Organisasi dan Kepegawaian, Dinas
Perdagangan di daerah, BPOM, Polri, LPKSM, Asosiasi pedagang, Dit PMB, dan
lain-lain. Pada saat ini, kegiatan dibatasi pada Subdit dibawah Ditwas sebagai
awal dan mengingat keterbatasan waktu. Secara umum, bagian analisis hambatan
dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: (1) Identifikasi idaman
bersama/forum, (2) Identifikasi Hambatan untuk mencapai masing-masing idaman
bersama, (3) Pengelompokan hambatan, (4) Penyusunan Pohon Masalah tahap-1, (5)
Elaborasi Akar Masalah, dan (6) Penyusunan Pohon Masalah tahap-2. Seluruh
tahapan ini dilakukan dalam metode partisipatif, dimana hasil adalah konsensus
peserta/forum, dan minimalisasi pengarahan fasilitator. Dalam kegiatan ini
metode partisipatif yang digunakan mengacu pada aturan “tulis dahulu-baru
bicara”. Aturan ini sengaja digunakan agar dalam forum yang pesertanya beragam,
semua ide dapat tampil terlebih dahulu tanpa dihalangi oleh hambatan yang
sifatnya komunikatif ataupun psikologis.
Meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam urusan
perdagangan khususnya dalam pelaksanaan perlindungan konsumen, melalui: iv a.
Meningkatkan hubungan dan pemahaman daerah terhadap urusan perlindungan
konsumen b. Meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk melaksanakan urusan
perlindungan konsumen c. Melaksanakan monitoring dan evaluasi perlindungan
konsumen daerah secara nasional, berjenjang, dan berkala d. Mereview produk
hukum daerah dan menyusun Standar Pelayanan Minimum
Memperkuat Sistem Perlindungan Konsumen Nasional,
melalui:
1.Mengevaluasi Sistem Perlindungan
Konsumen Nasional.
2.Mengembangkan Sistem Informasi Perlindungan Konsumen Nasional.
3.Meninjau peraturan dan dokumen
operasional di bidang perlindungan konsumen
Meningkatkan kapasitas lembaga pelaksana sistem
perlindungan konsumen nasional, melalui:
1.Menyesuaikan jumlah dan kemampuan
SDM pendukung perlindungan konsumen
2.Mengembangkan sistem pendidikan
dan pelatihan secara berjenjang melalui pendekatan kewilayahan bagi pelaksana
perlindungan konsumen
3.Merevitalisasi sarana perlindungan konsumen yang mendesak d.
Peningkatan komunikasi dan perencanaan