Analisis ini bertujuan untuk (1) menganalisis apakah mekanisme pengawasan yang berlaku saat ini sudah efektif dalam mencapai tujuan utama dari penetapan kebijakan post border, serta (2) menyusun rekomendasi mekanisme pengawasan post border dalam rangka memperlancar arus barang dan meningkatkan iklim usaha yang sehat dan berdaya saing. Analisis dilakukan dengan pendekatan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Secara keseluruhan, kinerja impor produk yang pengawasannya dilakukan melalui mekanisme post border, mengalami peningkatan di tahun 2018.
Dilihat lebih detail, dari 18 kelompok produk yang dikenakan kebijakanpengawasan post border, produk yang mengalami peningkatan impor secara signifikan di tahun 2018, antara lain Keramik, Intan Kasar, Jagung,serta Sakarin, Siklamat dan Bau-bauan. Sementara yang mengalami peningkatan impor signifikan di tahun 2019 yaitu Mutiara, Jagung, dan Perkakas Tangan. Provinsi utama masuknya impor produk yang pengawasannya melalui post border adalah provinsi yang berada di pulau Jawa, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa timur. Sementara provinsi di luar Pulau Jawa yang dijadikan pintu masuk impor produk yang pengawasannya melalui post border adalah Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan perkembangan kinerja EoDB dan GCI, dapat disimpulkan bahwa kebijakan pengawasan post border tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam memperbaiki peringkat kemudahan berusaha dan daya saing Indonesia.
Adapun perbaikan iklim usaha sendiri, dari sisi perdagangan luar negeri, lebih didorong oleh perbaikan dari sisi pengurusan ekspor daripada pengurusan impor. Namun demikian, kebijakan pengawasan post border memberikan pengaruh pada perbaikan kinerja logistik nasional, terlihat dari perbaikan peringkat LPI Indonesia. Terlalu banyak jumlah importir (sebanyak 2.207 importir) yang harus diperiksa dengan keterbatasan jumlah petugas pengawasan (sebanyak 372 orang). Oleh karena itu, mekanisme pemeriksaan dan pengawasan terhadap impor melalui post border harus diperbaiki agar dapat mencakup seluruh importir di seluruh wilayah Indonesia dengan lebih cepat dan tepat.
Diperlukan tindak lanjut Penerapan Kebijakan Post Border antara lain : 1. Perlu memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi untuk pengembangan aplikasi Inatrade atau pembuatan aplikasi early warning system yang bisa diakses kapan pun dan dimana pun untuk mendukung analysing point dari hasil e-reporting jika terjadi lonjakan impor atau adanya impor dari importir yang beresiko tinggi agar menjadi prioritas pengawasan. Perlu melakukan kerja sama pertukaran data dan informasi dengan instansi terkait (DJBC dan Pemerintah Daerah) untuk mendukung pembuatan early warning system, serta untuk menyusun pemetaan impor berdasarkan produk dan provinsi tertentu yang menjadi prioritas untuk diperiksa. Dengan demikian, pelaksanaan pengawasan lebih cepat dan efisien sehingga tujuan memperlancar arus barang akan tercapai. Perlu membentuk satgas pengawasan berdasarkan kelompok barang yang terdiri dari Petugas Pengawas, PPNS, dan Instansi Daerah, yang lebih fokus memperhatikan beberapa provinsi utama sebagai pintu masuk impor masing-masing produk. Sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengawasan post border dengan terbatasnya jumlah personal PPNS.