ANALISIS
LELANG GULA PTPN/PETANI DALAM RANGKA STABILISASI HARGA
Semenjak dikeluarkannya Kepmenperindag No
643/MPP/Kep/9/2002 yang disempurnakan dengan Kepmenperindag No
527/MPP/Kep/9/2002, maka penjualan gula PG dan petani umumnya dilakukan secara
lelang. Hal ini didukung oleh SOP penjualan harga yang dikeluarkan oleh PTPN
IX.
Penjualan secara lelang dapat memberikan beberapa manfaat
bagi produsen gula, diantaranya untuk mendorong penciptaan harga transparan,
kompetitif, inklusif serta proses penjualan yang efisien. Pelaksanaan lelang
menjadi sarana pemasaran yang efisien bagi PTPN dibandingkan dengan penjualan
langsung ke beberapa pedagang. Hal ini dikarenakan karakteristik perusahaan
yang menjual gula dengan volume besar, bukan eceran. Lelang juga membuat
terbentuknya harga tertinggi pada saat itu dan bahkan dianggap sebagai salah
satu kemitraan antara PG dengan petani dalam memberi kepastian pasar. Kalau pun
ada penjualan langsung khususnya ke koperasi dengan volume sekitar 25 ton per
PG, harga yang terbentuk tetap mengacu pada harga lelang ditambah marjin
sekitar 2,5%.
Mengingat tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas
yang semakin kuat, penjualan gula PTPN secara lelang merupakan pilihan terbaik
dan teraman pada saat ini. Bagi PTPN, lelang akan meminimalkan tindakan
koruptif dan kolusif, mendapatkan harga tertinggi, dan mendorong penjualan agar
berjalan efsien
Masalah
kenaikan harga gula bukanlah disebabkan oleh proses lelang itu sendiri, tetapi
oleh ketiga faktor tersebut. Lelang adalah “best practice” dalam tarnsaksi
perdagangan apalagi ketika terjadi ketidak-seimbangan posisi rebut tawar
anatara penjual dan pembeli seperti yang terjadi pada hampir semua produk
pertanian. Jika pemerintah bermaksud untuk memperoleh harga gula yang lebih
murah dengan tidak melalui lelang, ada dua mekanisme yang dapat dilakukan yaitu:
1.Menugaskan Bulog/PPI untuk
melakukan kontrak serah (forward contract) untuk volume, harga, dan waktu
penyerahan yang disepakti dengan PTPN sebelum dimulainya musim giling. Karena
dilakukan sebelum musim giling, maka harga kesepakatan diharapkan lebih rendah
dari harga riil saat lelang. Jika kontrak dilakukan pada saat musim giling,
maka PTPN akan meminta harga sama dengan harga lelang.
2.Meminta PTPN menjual gulanya ke
Bulog/PPI dengan harga di bawah harga lelang atau sama dengan HPP. Untuk itu,
PTPN memerlukan payung hukum dari Kementerian BUMN. Jika tidak, PTPN tidak akan
melepas gulanya dibawah harga lelang karena dapat berpotensi menciptakan
masalah ketika dilakukan audit.
3.Volume gula yang dibeli dengan
mekanisme (a) dan atau (b) seyogyanya cukup untuk melakukan operasi pasar (jika
diperlukan) selama 2 (dua) bulan (misal, satu bulan sebelum Ramadhan dan 1
bulan selama Ramadhan) dan pangsa stok yang cukup berimbang dengan stok para
pedagang besar yang menguasai pasar gula. Dengan asumsi operasi pasar mengambil
pangsa maksimum 20% dari konsumsi per bulan (konsumsi per bulan sekitar 220
ribu ton), maka Bulog dan PPI perlu memiliki stok sekitar 100 ribu ton.
4.Jika harga tanpa mekanisme lelang
diasumsikan sekitar Rp 10.000/kg, maka dana APBN yang dibutuhkan adalah sekitar
Rp 1 T. Perlu juga dicatat bahwa pemerintah mengeluarkan dana ini hanya satu
kali yaitu saat pertama kali dilakukan. Selanjutnya, pemerintah hanya
mengeluarkan dana untuk pemeliharaan stok termasuk untuk biaya susut,
kerusakan, dan pergantian stok
Jika hanya mempertimbangkan aspek bisnis dan
transparansi, maka PTPN dan petani akan tetap memilih menjual gulanya melalui
pasar lelang karena alasan transparansi, efisiensi, dan memperoleh harga
terbaik. Keberhasilan petani tebu untuk dapat melakukan lelang seyogyanya bisa
diklaim sebagai keberhasilan Kementerian Perdagangan dalam menciptakan
perdagangan dan pembentukan harga gula yang kompetitif, adil, transparan,
efisien, dengan posisi rebut tawar petani yang berimbang.
Jika pemerintah bermaksud untuk memperoleh harga gula
yang lebih murah dengan tidak melalui lelang, ada dua mekanisme yang dapat
dilakukan yaitu:
1.Menugaskan Bulog/PPI untuk
melakukan kontrak serah (forward contract) untuk volume, harga, dan waktu
penyerahan yang disepakti dengan PTPN sebelum dimulainya musim giling.
2.Meminta PTPN menjual gulanya ke
Bulog/PPI dengan harga di bawah harga lelang atau sama dengan HPP.
3.Volume gula yang dibeli dengan
kedua butir di atas seyogyanya cukup untuk melakukan operasi pasar (jika
diperlukan) selama 2 (dua) bulan (misal, satu bulan sebelum Ramadhan dan 1
bulan selama Ramadhan) dan pangsa stok yang cukup berimbang dengan stok para
pedagang besar yang menguasai pasar gula.Jika harga tanpa mekanisme lelang
diasumsikan sekitar Rp 10.000/kg, maka dana APBN yang dibutuhkan adalah sekitar
Rp 1 T.