ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN BARANG
BEREDAR DAN JASA DI DAERAH PASKA IMPLEMENTASI UU NO 23 TAHUN 2014
Penetapan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bersinggungan dengan beberapa substansi
pengaturan kegiatan perdagangan di daerah. Hal dibahas dalam analisis ini
terkait dengan pelaksanaan pengawasan barang beredar dan jasa di daerah dimana
dalam UU Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa pelaksanaan kegiatan
pengawasan barang beredar dan jasa di seluruh kabupaten/kota di wilayah
provinsi dilaksanakan sepenuhnya oleh Pemerintah Provinsi. Peraturan tersebut
berimplikasi pada pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kegiatan pengawasan
barang beredar dan jasa di daerah dari yang sebelumnya dilaksanakan secara
simultan baik oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota menjadi hanya diemban
oleh Pemerintah Provinsi. Otonomi daerah membuat pemindahan tugas dan tanggung
jawab ini tidak serta merta dapat diikuti dengan pemindahan sumberdaya baik
petugas pengawasan maupun anggaran palaksanaan pengawasan.
Hasil indepth interview dengan para pemangku
kepentingan di daerah, menyebutkan bahwa berbagai kebijakan dan regulasi
terkait pengawasan barang beredar dan jasa dinilai telah cukup baik dan
komprehensif. Namun demikian, pelaksanaan pengawasan barang beredar dan jasa
masih belum dapat berjalan efektif.
Perbandingan pelaksanaan pengawasan barang beredar dan jasa di daerah,
khususnya sebelum dan sesudah implementasi UU Pemerintahan Daerah antara lain
sebagai berikut:
No
Sebelum Implentasi
Sesudah Impelentasi
1.
Pengawasan simultan oleh Pemerintah Kab/Kota, Provinsi
dan Pusat.
Pengawasan di daerah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
dan Pusat.
2.
Sumber daya Pengawasan (SDM dan Anggaran) relatif
mencukupi karena koordinasi pengawasan yang baik antara Pemprov. dan Kab/Kota.
SDM Pengawasan terbatas, karena pelimpahan
tanggungjawab tidak diikuti oleh perpindahan SDM dan dukungan anggaran yang
relatif kurang mencukupi dengan cakupan wilayah yang lebih luas.
3.
Koordinasi disertai kedekatan yang baikantara Pengawas dengan BPSK
LPKSM Lokal.
Hubungan dengan BPSK dan LPKSM cenderung tidak dekat,
padahal lembaga ini sangat berpotensi mendukung pengawasan dan edukasi ke
masyarakat.
4.
Cakupan wilayah dan Jarak pengawasan yang relatif terjangkau.
Cakupan wilayah serta Jarak pengawasan yang luas berakibat tidak
semua wilayah dapat diawasi optimal.
5.
Intensitas dan kedekatan dengan pelaku usaha/ konsumen
cukup baik.
Rendahnya kedekatan dengan konsumen/pelaku usaha karena
intensitas dan cakupan pengawasan yang terlalu luas.
6.
Koordinasi dengan Kepolisian Daerah tidak terlalu
dekat.
Koordinasi Pemerintah Provinsi dengan Kepolisian Daerah
menjadi lebih mudah dan cepat.
Temuan literature review dan indept-interview
juga memperlihatkan bahwa beberapa permasalahan Pelaksanaan Pengawasan Barang
Beredar dan Jasa di Daerah Paska Implementasi UU Pemda, antara lain sebagai
berikut: (1) Keterbatasan jumlah sumber daya manusia bidang Pengawasan yang
saat ini dimiliki oleh Pemerintah Daerah Provinsi untuk menjangkau pengawasan
langsung dengan cakupan seluruh kabupaten/kota dalam satu provinsi berimplikasi
pada intensitas pengawasan yang rendah; (2) Keterbatasan dukungan sumber daya
anggaran bidang PKTN, khususnya untuk kegiatan Pengawasan merupakan salah satu
indikasi bahwa keberpihakan Kepala Daerah dalam upaya peningkatan perlindungan
konsumen masih belum menjadi prioritas; (3) Rotasi SDM yang relatif sering
terjadi di daerah, berimplikasi pada berkurangnya kuantitas SDM pengawasan yang
kompeten; (4) Petugas pengawas di lapangan masih ada yang belum memahami
jenis/kategori barang yang perlu diawasi sesuai peraturan perundang-undangan;
(5) Wilayah dan jarak jangkuan pengawasan yang lebih luas menyebabkan hubungan
interpersonal dengan pelaku usaha serta intensitas edukasi kepada pelaku usaha
menjadi berkurang; (6) Pelaksanaan pengawasan barang beredar dan jasa di daerah
belum sistematis dan metodologis, hal ini tercermin dari jumlah dan hasil
pengujian sampel barang yang dilakukan belum terdokumentasi secara benar dan
lengkap di semua daerah, sehingga tidak dapat menunjukkan efektivitas hasil
pengawasan yang telah dilakukan; (8) Terdapat perbedaaan data jumlah SDM
Pengawasan di daerah yang dimiliki oleh Kementerian Perdagangan dan yang aktif
melaksanakan fungsi pengawasan di daerah; dan (9) Peran LPKSM dan BPSK sebagai
mitra potensial Pemerintah Provinsi untuk memberikan saran/ masukan dalam
pelaksanaan pengawasan Barang Beredar dan Jasa serta edukasi ke masyarakat
belum dimanfaatkan secara optimal.
Oleh karena itu, beberapa
rekomendasi yang dapat diberikan dari analisis ini adalah sebagai berikut: (1) Kementerian Perdagangan
perlu memetakan kinerja dan kapasitas Pemerintah Provinsi dalam melaksanakan
pengawasan barang beredar dan jasa bidang perlindungan konsumen untuk kemudian
menyusun rencana pengawasan yang terintegrasi, berjenjang dan sistematis antara
Pemerintah Pusat dan Daerah; (2) Pemerintah Daerah perlu mengoptimalkan potensi SDM
Pengawasan yang saat ini ada di Kabupaten/Kota untuk turut bertanggungjawab
memberikan perlindungan konsumen dengan membentuk Gugus Tugas Pengawasan yang
dapat digerakan sebagai Bantuan Kendali Operasi (BKO); (3) Kementerian
Perdagangan perlu meningkatkan koordinasi dan mendorong Kementerian Keuangan,
Kementerian Dalam Negeri serta Bappenas untuk mempertimbangkan peningkatan
jumlah tenaga fungsional pendukung urusan bidang perdagangan, khususnya terkait
pengawasan dalam Dana Alokasi Umum (DAU) kepada Pemerintah Daerah; (4) Pemerintah
Daerah perlu meningkatkan perhatian pada aspek perlindungan konsumen, salah
satunya dengan mengalokasikan anggaran belanja daerah yang memadai untuk
pelaksanaan PPBJ; (5) Kementerian Perdagangan perlu meningkatkan kegiatan
pelatihan untuk meningkatkan jumlah SDM pengawasan di daerah sesuai dengan
kebutuhan cakupan wilayah pengawasan seluruh kabupaten/kota dalam satu
provinsi; (6) Kementerian Perdagangan perlu mendorong Kementerian Dalam Negeri
dan Pemerintah Daerah untuk membentuk Satuan Tugas Bersama antara Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk melakukan pengawasan barang beredar dan jasa;
(7) Kementerian Perdagangan perlu berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri
dan Kementerian PANRB untuk mengupayakan percepatan proses implementasi jabatan
fungsional pengawasan di daerah sehingga mengurangi potensi rotasi/ perpindahan
SDM pengawasan yang kompeten ke SKPD lain yang tidak berhubungan dengan pengawasan
barang beredar dan jasa; (8) Kementerian Perdagangan perlu segera
mengkoordinasi penyusunan sebuah platform pendidikan dan pelatihan berbasis online yang berisi materi pendidikan,
kebijakan terbaru, spesifikasi barang yang perlu diawasi serta hasil-hasil
pengawasan barang beredar dan jasa yang dapat diakses oleh SDM Pengawasan untuk
mempercepat pemerataan kompetensi dan pengembangan SDM pengawasan di daerah;
(9) Pemerintah Daerah perlu meningkatkan peran dan mengoptimalkan potensi
dukungan LPKSM dan BPSK di daerah dalam upaya peningkatan perlindungan
konsumen, khususnya penentuan lokasi pengawasan dan edukasi kepada konsumen/
masyarakat; (10) Kementerian Perdagangan perlu meningkatkan kolaborasi dan
kerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait perlindungan konsumen sesuai kerangka
Strategi Nasional Perlindungan Konsumen demi meningkatkan efektivitas
pengawasan barang beredar dan jasa di pasar.
Untuk mengkoordinasi dan mewadahi pelaksanaan pengawasan yang
terpisah-pisah, diusulkan difungsikan Sekretariat Bersama untuk perlindungan
konsumen (Sekber PK).