Tidak berimbangnya antara kenaikan permintaan dengan
produksi pada akhirnya mempengaruhi kondisi pasokan dan juga harga daging sapi
secara nasional. Dengan produksi yang kian terbatas, harga daging sapi lokal
cenderung terus bergerak naik. Salah satu upaya pemerintah untuk mencukupi
kebutuhan daging sapi nasional adalah dengan melakukan impor daging sapi. Kebijakan
impor daging sapi beku dilakukan untuk menutupi kekurangan pasokan dalam negeri
sehingga harga daging sapi dalam negeri lebih stabil.
Tabel
1.Produksi,
Kebutuhan, Impor dan Rata-rata Harga Daging Sapi, 2015-2019
Tahun
Produksi Daging Sapi
(Ton)
Kebutuhan Daging Sapi
(Ton)
Kekurangan (Ton)
Impor daging (Ton)
Harga Daging Sapi
(Rp/kg)
2015
506.661
613.110
106.449
48.216
101.246
2016
518.484
623.480
104.996
114.469
106.576
2017
486.320
605.000
118.680
115.776
107.344
2018
496.302
663.290
166.988
160.646
107.237
2019
490.420
686.000
195.580
197.347
108.383
Sumber: BPS, Kementan
Seiring dengan semakin melebarnya gap antara produksi
dengan konsumsi, impor daging sapi semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Dengan adanya impor daging sapi yang meningkat dari tahun ke tahun tersebut,
Pemerintah berharap dapat menutupi kekurangan pasokan dalam negeri sehingga
harga daging sapi dalam negeri lebih stabil dan menurun. Akan tetapi, ternyata
impor daging sapi yang dilakukan tidak serta merta membuat harga daging sapi
dalam negeri menjadi lebih murah karena harga daging sapi dari tahun ke tahun
tetap bergerak naik. Dengan demikian, Pemerintah tampaknya perlu meninjau
kembali efektivitas kebijakan importasi daging sapi maupun sapi bakalan yang
tengah berjalan saat ini, khususnya dalam menahan laju kenaikan harga daging
sapi setiap tahunnya
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Handayani
et. al (2016) menemukan bahwa dalam jangka pendek harga riil daging sapi impor bersifat
inelastis dengan nilai elastisitasnya 0,629. Dengan kata lain, harga daging
sapi domestik tidak responsif terhadap perubahan harga daging sapi impor. Hal
ini menggambarkan bila harga impor meningkat 1 persen, dalam jangka pendek
harga daging sapi dalam negeri hanya akan meningkat 0,629 persen. Dengan
demikian, perlu di eksplorasi lebih lanjut faktor-faktor apa yang mampu
mempengaruhi pembentukan harga daging sapi di dalam negeri
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui dampak impor
daging beku terhadap harga daging sapi di Indonesia. Digunakan pendekatan
menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM) dalam analisis
ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam jangka pendek harga daging sapi
beku impor mempengaruhi harga daging sapi dalam negeri.
Dampak impor ini bisa dibilang kecil terhadap harga
daging sapi di dalam negeri. Hal ini salah satunya disebabkan preferensi
masyarakat Indonesia dalam memilih daging sapi lebih memilih daging sapi segar
dibandingkan daging beku, sehingga konsumsi rumah tangga untuk daging beku
menjadi kecil dan permintaan terhadap daging segar malah cenderung bertambah.
Daging beku banyak diserap oleh industri perhotelan, katering dan restoran.
Distribusi daging beku impor belum merata ke seluruh daerah di Indonesia.
Berdasarkan surat Menteri perdagangan RI no. 145/M-DAG/SD/02/2017, daging beku
impor didistribusikan di wilayah Jabodetabek serta wilayah lainnya yang
mengiinkan peredaran daging impor. Banyak daerah belum mengizinkan masuknya
daging beku impor dengan tujuan melindungi peternak sapi lokal di daerahnya.
Dari data Bulog daging beku impor didistribusikan di 22 provinsi. Dari data ASPIDI 2015 tercatat daging impor
beku terserap sebanyak 70% terserap di DKI Jakarta, Bandung dan Banten. Dari
70% tersebut, 75 % terserap di DKI Jakarta. Selain konsumsi rumah tangga yang
kecil terhadap daging sapi impor ditemukan masalah lain yaitu ditemukan
praktik oplosan daging impor beku menjadi seperti daging segar dengan cara di-thawing atau dicairkan. Kemudian daging
impor beku hasil thawing dipasarkan dengan harga jual sama dengan harga daging
segar di pasaran. Sehingga pedagang mendapatkan keuntungan yang tinggi karena
margin yang diperolehnya.
Hal ini dikarenakan belum adanya
mekanisme pengawasan dalam distribusi daging beku impor di pasar sehingga
rentan terjadinya penyalahgunaan daging impor sebagai campuran daging segar di
pasar tradisional dan dijual dengan harga melebihi harga acuan.
Implikasi kebijakan yang dapat disampaikan adalah
walaupun dampak daging beku impor terhadap daging dapi dalam negeri relative
kecil, namun dalam jangka pendek impor daging sapi tetap diperlukan untuk
mengisi kekurangan pasokan daging sapi dalam negeri dalam rangka menjaga
stabilitas harga daging sapi di dalam negeri. Pemerintah perlu terus melakukan sosialisasi dan
edukasi kepada masyarakat untuk mengubah persepsi masyarakat mengenai konsumsi
daging sapi beku yang tidak lebih baik dari konsumsi daging segar, diharapkan terjadi pergeseran preferensi konsumen kepada daging beku. Pengembangan sapi potong lebih diarahkan pada sektor
hulu yaitu pembibitan dan pengembangbiakan karena selama ini industri sapi yang
berkembang di Indonesia adalah industri penggemukan. Dengan meningkatkan
produksi sapi lokal, diharapkan dapat mengurangi gap antara kebutuhan dan
pasokan serta menurunkan impor daging beku.