Analisis
Implementasi Peraturan Terkait Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP)
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No.64 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.24
tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan (“PP IKTP”) mewajibkan
perusahaan untuk menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan dalam rangka
meningkatkan jenis dan jumlah perusahaan yang tercatat di dalam database
pemerintah. Laporan Keuangan Tahunan yang disajikan dan disampaikan kepada
pemerintah ini juga perlu ditingkatkan daya guna informasinya sesuai dengan
Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Kewajiban untuk melakukan penyampaian
laporan berdasarkan PP IKTP tersebut ditujukan kepada perusahaan, dimana
definisi perusahaan dalam peraturan dimaksud, yaitu setiap bentuk usaha yang
melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang perorangan
maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Setiap
perusahaan yang termasuk dalam lingkup kategori PP IKTP tersebut wajib
menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan kepada Menteri yang bertanggung jawab
dalam bidang perdagangan. Bagi pemerintah, Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan
(“LKTP”) merupakan sumber informasi dalam membina pelaku usaha di dalam negeri.
Lebih lanjut bagi dunia swasta/para pelaku usaha/perusahaan, informasi mengenai
LKTP tersebut salah satunya adalah dapat dipergunakan dalam rangka untuk
mencari dan menemukan perusahaan yang dapat dijadikan sebagai mitra bisnis yang
berada di seluruh Indonesia atau bahkan negara lain yang memiliki perusahaan di
Indonesia, sehingga diharapkan bisa mendorong peningkatan pertumbuhan investasi
maupun perekonomian di dalam negeri. Meskipun sudah berjalan Otonomi Daerah
sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah,Perkembangan LKTP dari tahun ke tahun tetap
berjalan stabil. Pelaku usaha tetap melakukan pelaporan LKTP kepada Direktorat
Bina Usaha dan Pelaku Distribusi, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri,
Kementerian Perdagangan. Pemerintah pusat pada tahun 2000 mengeluarkan
Kepmenperindag No.121 tahun 2002 tentang Ketentuan Penyampaian LKTP. Didalamnya
diaur tentang definisi LKTP, yaitu laporan keuangan perusahaan yang telah
diaudit oleh Akuntan Publik atau Instansi Pemerintah atau Lembaga Tinggi Negara
yang memiliki kewenangan menerbitkan laporan akuntan berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku. Akuntan publik yang ditunjuk dalam
Kepmenperindag No.121 tahun 2001 adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri
Keuangan untuk menjalankan pekerjaan sebagai akuntan publik. Setelah pelaku
usaha mengirimkan LKTP ke Kemendag, maka mereka menerima Surat Tanda Penerimaan
Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (“STP-LKTP”), yang merupakan tanda bukti
bahwa perusahaan yang bersangkutan telah menyampaikan LKTP secara lengkap dan
benar. Biasanya STP-LKTP ini diterima pelaku usaha 1 (satu) bulan setelah LKTP
diterima oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian
Perdagangan. Permasalahan muncul karena ternyata pada saat yang bersamaan para
pelaku usaha/perusahaan juga harus menyampaikan Laporan Keuangannya kepada
pihak lain/pemerintah selain Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Ditjen
Dagri Kementerian Perdagangan antara lain: (a) Kementerian Hukum dan HAM, (b)
Kementerian Keuangan, (c) OJK, (d) BKPM dan (e) Bappebti. Selain itu ternyata
Kementerian/Lembaga lain sudah menerapkan sistem pelaporan Laporan Keuangan
secara online seperti Ditjen Pajak Kemenkeu dengan e-SPT atau e-filling, BKPM
dengan NSWi dan OJK dengan SPE-OJK. Sedangkan di Direktorat Bina Usaha dan
Pelaku Distribusi Ditjen Dagri masih menggunakan metodepelaporan dalam bentuk penyerahan dokumen-dokumen
fisik (hardcopy) dan belum bisa secara online.
Menyatukan pemahaman terhadap
kewajiban penyampaian LKTP terkait dengan adanya materi yang duplikatif antara
Kementerian Perdagangan, Kementerian Hukum dan HAM, BKPM, dan OJK, maka perlu
dilakukan antara lain:
1.Koordinasi
antar Kementerian dan Lembaga tentang LKTP.
2.Sosialisasi
terhadap pelaku usaha tentang pentingnya penyampaian LKTP selama ini telah
dilakukan dan akan terus dilakukan. Esensi dari sosialisasi ini adalah
menjelaskan bahwa meskipun ada duplikasi penyampaian LKTP tetapi ada perbedaan
tujuan dari pelaku usaha melaporkan LKTP tersebut dengan dasar hukum yang
berbeda-beda juga.
Membuat sistem penyampaian LKTP
melalui media online agar supaya bisa membuat para pelaku usaha lebih cepat dan
efisien dalam pelaporannya seperti yang telah diterapkan oleh Ditjen Pajak,
BKPM dan OJK. Dibentuk suatu tim yang terlatih dan memiliki dasar keahlian
dalam rangka meningkatkan kualitas/mutu dan kemampuan dalam menganalisis data
LKTP dari aspek ekonomi dan hukum, sehingga keluaran analisisnya dapat
dijadikan sebagai gambaran perekonomian Indonesia dan relevan untuk
dipergunakan sebagai acuan dalam memprediksi bagaimana perkembangan bisnis di
sektor tertentu pada masa yang akan datang. Selain itu Direktorat Bina Usaha
dan Pelaku Distribusi diperkenankan untuk meminta bantuan pihak ketiga dalam
menganalisis data LKTP seperti kepada Badan Pengkajian dan Pengembangan
Perdagangan (BPPP) atau konsultan independen. Menjalin kerja sama yang
dituangkan dalam suatu Memorandum of Understanding/Nota Kesepahaman atau bahkan
dengan adanya suatu perjanjian penunjukan dengan Kantor Akuntan Publik dan
Ikatan Akuntan Publik terkait sosialisasi kewajiban penyampaian LKTP kepada
seluruhperusahaan di Indonesia. Berdasarkan hasil
temuan survey di lapangan, didapati bahwa pelaku usaha patuh dalam menyampaikan
LKTP. Kecenderungan ini terjadi dikarenakan adanya masukan informasi yang
diberikan oleh Kantor Akuntan Publik yang secara khusus dipekerjakan oleh
perusahaan dimaksud. Melakukan revisi terhadap Kepmenperindag No.121 Tahun 2002
tentang Ketentuan Penyampaian LKTP, terutama disebabkan oleh karena adanya
pemisahan kelembagaan antara Kementerian Perindustrian dengan Kementerian Perdagangan.
Selain daripada itu juga ada perubahan nomenklatur Direktorat Bina Usaha dan
Pendaftaran Perusahaan menjadi Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi.
Lebih jauh lagi terkait dengan ketentuan Pasal 12 ayat (3)-nya, yang perlu
lebih disederhanakan dalam teknis pelaporan sehingga memudahkan para pelaku
usaha, terutama menghilangkan bentuk laporan yang ditentukan berupa disket dan
memaksimalkan sistem pelaporan secara online. Mempercepat pemberian bukti
penyampaian LKTP dari sebelumnya 1 (satu) bulan setelah diterima oleh
Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan menjadi 7 (tujuh) hari kerja
sesuai dengan Kepmenperindag No.121/MPP/Kep/2/2002 tentang Ketentuan
Penyampaian LKTP