Operasi Pasar(OP) Beras merupakan program yang sudah
dijalankan cukup lama dengan tujuan untuk menjaga stabilitas harga beras di
tingkat eceran. Stabilitas harga beras dinilai penting karena beras merupakan
bahan pangan pokok dimana pangsa pengeluaran rumah tangga untuk beras cukup
besar, relatif dibanding pengeluaran untuk pangan yang lain.Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan OP Beras. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa dampak OP Beras akan terlihat pada 1 satuan waktu berikutnya;
pada daerah yang defisit, kebutuhan volume beras yang harus disalurkan dalam OP
lebih besar dibandingkan di daerah surplus; waktu intervensi yang efektif untuk
OP adalah waktu paceklik dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yaitu sekitar
bulan Desember dan Januari dan bulan Juni – Agustus; yang harus diperbaiki
dalam pelaksanaan OP Beras waktu dan kuantitas beras yang disalurkan.
Sebesar 40% pengeluaran masayarakat untuk kebutuhan pangannya
digunakan untuk mengkonsumsi beras. Jumlah yang sangat besar jika dibandingkan
dengan kebutuhan pangan yang lain seperti terigu, gula, kedelai, jagung dan
lain-lain. Oleh karena itu, perhatian yang cukup besar dari pemerintah untuk
beras cukup memiliki dasar yang kuat. Berbagai kebijakan pemerintah yang
diberlakukan untuk beras, baik itu di sisi hulu maupun hilirnya. Dari sisi
hulu, terdapat banyak kebijakan yang pada prinsipnya adalah agar petani padi
dapat meningkatkan produktivitas, salah satu kebijakannya adalah Harga
Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras, subsidi bunga kredit untuk
ketahanan pangan dan energi, subsidi pupuk, bantuan bibit, bantuan alsintan dan
lain-lain. Dari sisi hilir, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang pada prinsipnya
adalah untuk menjaga daya beli masyarakat dan menjaga ketersediaan diantaranya
melalui kebijakan sistem resi gudang sehingga harga beras stabil yang tidak
saja menguntungkan petani, tetapi juga konsumen. Selain itu pemerintah
mengeluarkan kebijakan Raskin dan kebijakan Operasi Pasar (OP) Beras. Dalam
kerangka analisis ini, akan difokuskan pada OP Beras karena: (i) kebijakan ini
sudah lama dijalankan; (ii) sumber daya untuk melaksanakan kebijakan ini sangat
besar; (iii) meski sudah dijalankan sejak lama tetapi belum ada evaluasinya.
Kebijakan OP terkait dengan kenaikan harga beras di tingkat eceran pada
waktu-waktu tertentu. Pada mulanya, ada bentuk intervensi lain yang digunakan
seperti pada awal tahun 2000an, Bulog pernah melakukan uji coba program yang
mirip dengan food stamp yaitu programWarung Catu di sejumlah propinsi di Sumatera.
Raskin disalurkan melalui Warung Catu itu, dan penduduk miskin dapat menebus
beras sesuai dengan kebutuhannya. Kesulitannya adalah mencari warung yang
bersedia untuk melakukannya. Bersedia dalam arti ada insentif menarik serta
dapat menutupi resiko terburuk, misalnya terjadi pencurian/kebakaran dsb.
Warung umumnya kecil-kecil dan tidak punya gudang yang cukup baik, sehingga
berisiko kerusakan beras. Demikian juga, manakala kelompok sasaran tidak dapat
menukar kupon dengan pangan atau beras, mungkin karena retailer itu telah
kehabisan stok, dan itu dapat menimbulkan kemarahan kelompok miskin, apalagi
kalau warung itu dikeliling oleh banyak orang miskin sasaran program. Terkait
dengan berbagai opsi kebijakan, banyak cara yang dapat dilakukan untuk
intervensi pasar, tetapi tergantung pada penguasaan stok oleh pemerintah,
kekuatan/struktur pasar komoditas, perbedaan harga dalam negeri dengan luar
negeri, pajak ekspor, bea masuk, dan kuota impor/ekspor. Untuk beras, setelah
dipahami faktor yang menentukan instabilitas harga beras dan telah memenuhi
syarat untuk intervensi, maka dicarilah sumber-sumber instabilitas itu. Jika
suplai beras dalam negeri berkurang dari kebutuhannya, maka harga eceran beras
akan naik di berbagai pasar beras di tanah air (45 kota yang harganya dipantau
oleh BPS). Selain itu, perlu diperhatikan pula pemasukan beras (juga sumber
pasokan beras) ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), serta penyalurannya. Tolok
ukur yang dipakai adalah bila pemasokan beras ke PIBC kurang dari 2.000
ton/hari (tidak termasuk hari kerja) dan berlangsung lama (seminggu, paling
lama-dua minggu), maka itu suatu pertanda suplai beras berkurang. Cara untuk
mengatasinya adalah menambah suplai beras ke pasar melalui OP Beras. Sumber
suplai dapat diperoleh dari cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola
Bulog. Berdasarkan penjelasan di atas, maka kebijakan yang telah dijalankan
perlu untuk dievaluasi agar kebijakan OP Beras dapat dijalankan lebih efektif
dengan menggunakan sumber daya yang tepat
Stabilisasi harga beras merupakan kebijakan prioritas
karena menyangkut hidup orang banyak, tidak hanya dalam konteks konsumen tetapi
juga petani padi.
Operasi Pasar (OP) dilaksanakan dengan prosedur yang
sudah ditetapkan yang melibatkan berbagai pihak yaitu, Pemerintah Daerah,
Kementerian Perdagangan, dan Bulog sebagai operator.
Efektivitas OP Beras sangat tergantung pada daerah yang
akan diintervensi. Pada daerah yang defisit, kebutuhan volume beras yang harus
disalurkan dalam OP lebih besar dibandingkan di daerah surplus. Oleh karena
itu, yang paling penting adalah efektivitas OP tidak bias pada daerah sentra
atau tidak, tetapi lebih bias pada daerah defisit atau surplus. Rekomendasi
mengenai volume beras OP yang harus disalurkan untuk menurunkan harga dalam
persentase tertentu disampaikan pada sub bab selanjutnya.
Selain faktor daerah, efektivitas OP juga tergantung pada
waktu intervensi. Dalam hal ini waktu intervensi yang efektif untuk OP adalah
waktu paceklik dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yaitu sekitar bulan
Desember – Januari dan bulan Juni – Agustus.
Efektifitas OP beras akan terlihat pada satu periode
berikutnya, kecuali di Aceh dua periode berikutnya. Berdasarkan analisis
importance-performance, pelaksanaan OP Beras selama ini sudah efektif, terutama
dalam hal waktu intervensi yang responsif terhadap kenaikan harga beras ditingkat eceran
dan hal volume beras yang disalurkan dalam OP. g. Namun demikian, ada beberapa
variabel yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan OP Beras, yaitu mengenai
kualitas beras yang disalurkan belum memenuhi harapan masyarakat.
Dari sisi volume, dalam rangka menurunkan harga beras
sebesar 1% di tingkat eceran, beras OP yang harus disalurkan adalah:
No
Daerah
Volume Beras OP (kg)
1
DKI Jakarta
23.800.000
2
Jawa Barat
2.033.000
3
Sumatera Utara
35.000
4
Aceh
435
5
Sulawesi Utara
84.000
6
Maluku
525.000
Nasional
63.300.000
Dari sisi waktu dan pelaksana, OP dapat mempertahankan
pola yang saat ini dijalankan dimana pelaksanaan OP dilaksanakan pada musim
paceklik dan HBKN oleh Bulog sebagai pelaksana.
Kualitas beras yang disalurkan dalam OP harus
ditingkatkan. Dalam hal ini Bulog sebagai pihak yang menimpan Cadangan Beras
Pemerintah (CBP) harus meningkatkan kinerjanya dalam pengelolaan stok sehingga
kualitas beras tetap terjaga dengan baik