Pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/12/2013 Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dimana salah satu
ketentuannya adalah mewajibkan ritel modern memperdagangkan minimal 80% produk
dalam negeri. Namun demikian, pelaksanaan ketentuan tersebut berpotensi tidak
efektif mengingat perbedaan kemampuan pelaku usaha dalam stock management
produk serta belum adanya mekanisme yang jelas tentang penentuan persentase 80%
produk dalam negeri oleh pelaku usaha toko modern. Kajian ini bertujuan
merumuskan pedoman perhitungan persentase produk dalam negeri di toko modern
serta merekomendasikan kebijakan optimalisasi pemanfaatan pedoman tersebut
melalui telaah literatur, analisis manajemen stock keeping unit pada toko
modern, dan triangulasi melalui focus group discusion dengan stakeholder. Hasil
dari analisis menunjukkan bahwa manajemen stock keeping unit pada toko modern
perlu diintegrasikan dengan sistem kode unik standard internasional yang
dikeluarkan oleh lembaga standardisasi distribusi global yang dapat menunjukkan
informasi negara asal produk. Penggunaan sistem tersebut perlu didukung oleh
kebijakan tata cara pendaftaran kode unik standar internasional untuk produk
yang diproduksi di Indonesia, baik oleh manufaktur maupun toko modern
Ketentuan tentang syarat minimum 80% produk dalam
negeri di toko modern merupakan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan pasar produk
dalam negeri.
Dalam perhitungan persentase produk dalam negeri di
toko modern pelaku usaha masih memiliki kesulitan karena barang yang dijual di
toko modern jumlahnya dan jenisnya sangat banyak. Selain jumlah dan jenisnya
yang banyak pelaku usaha juga belum memiliki definisi produk dalam negeri yang
sama sehingga sulit menyatakan suatu barang itu produk dalam negeri atau bukan.
Penilaian persentase produk dalam negeri pada gerai
toko modern belum dilakukan secara komprehensif mengingat perbedaan sumberdaya
dan kemampuan pelaku usaha dalam stock management produk yang dijual. Dengan
demikian, identifikasi asal produk berpotensi dapat bervariasi antar toko
modern sehingga penilaian syarat minimum 80% produk dalam negeri bagi suatu
toko modern berpotensi menjadi bias.
Dalam mendukung efektivitas pelaksanaan syarat
minimum 80% produk dalam negeri di toko modern, diperlukan mekanisme dan
pedoman perhitungan persentase produk dalam yang terintegrasi sehingga dapat
diterapkan di setiap toko modern. Penilaian yang terintegrasi dapat dilakukan
melalui analisis Stock Keeping Unit (SKU) yang merupakan kode unik barang yang
dapat membedakan setiap barang pada gerai toko modern. Analisis SKU dalam
menilai proporsi produk dalam negeri pada toko modern diperlukan karena: a.
Jumlah dan jenis barang yang diperdagangkan pada toko modern pada umumnya
mencapai puluhan ribu jenis dengan variasi yang beragam b. Sistem stock management toko modern telah mengadopsi SKU yang
dapat mengidentifikasi jenis produk, ukuran produk, produsen, dan lain-lain.
Dengan demikian, identifikasi negara asal barang dapat diketahui berdasarkan
database toko modern. c. SKU di toko modern umumnya memiliki dua kategori yaitu
kode unik internal yang dibuat oleh masing-masing toko modern dan kode unik
standar internasional yang dibuat oleh lembaga standardisasi distribusi global.
Kode unik internal umumnya digunakan pada produk UMKM yang belum memiliki
sistem database produk yang dijual ke toko modern.
Untuk memperoleh hasil penilaian syarat minimum 80%
produk dalam negeri di toko modern yang akurat, mekanisme dan petunjuk teknis
analisis Stock Keeping Unit (SKU) perlu diintegrasikan dengan sistem kode unik
standard internasional yang dikeluarkan oleh lembaga standardisasi distribusi
global. Saat ini lembaga standardisasi distribusi global adalah GS1. GS1
merupakan lembaga internasional yang mengeluarkan sistem pengkodean produk
dengan sistem GS1 EAN-13 yang merupakan kode barcode dengan 13 digit, dimana
tiga angka pertama merupakan kode negara produsen barang, empat angka
berikutnya menunjukkan kode perusahaan, selanjutnya lima angka secara
berturut-turut merupakan kode produk dan angka terakhir berupa validasi atau
cek digit (kode verifikasi dalam sistem komputer). Sistem tersebut dapat
mengidentifikasi negara asal barang yang sudah terintegrasi secara global.
Sekitar 70% toko modern di Indonesia sudah mengadopsi sistem GS1 EAN-13.
Dalam menghitung Persentase Produk Dalam Negeri di
toko modern, pelaku usaha dan Pengawas perlu memahami : (1) definisi tentang
produk dalam negeri; (2) barang yang dijual; (3) tingkat persentase produk
dalam negeri; dan (4) kelompok barang
Mewajibkan toko modern menyampaikan laporan berupa
jumlah gerai yang dimiliki, omset penjualan, dan lain-lain sesuai dengan ketentuan
dalam Permendag No. 70/M-DAG/PER/12/2013 pasal 32 dan dilengkapi dengan laporan
persentase jumlah dan jenis barang produk dalam negeri yang diperdagangkan
berdasarkan database persediaan barang yang sudah dilengkapi identitas asal
barang di produksi.
Dalam menjalankan fungsi pengawasan, diperlukan
pembekalan bagi petugas pengawasan di daerah dalam rangka identifikasi asal
barang yang diperdagangkan di toko modern dengan menggunakan 3 digit kode awal
barcode EAN-13 sebagai acuan negara asal barang di produksi.
Mengingat banyak produk industri yang
diperdagangkan di toko modern belum menggunakan kode unik standar internasional
yang terintegrasi secara global, maka diperlukan kordinasi antara Kementerian
Perdagangan dengan kementerian terkait untuk meningkatkan penggunan kode unik
standar internasional yang terintegrasi secara global dalam pengkodean produk.
Peningkatan penggunaan kode unik standar
internasional perlu didukung dengan kebijakan yang mengatur tata cara
pendaftaran kode unik standar internasional untuk produk yang diproduksi di
Indonesia