Komoditi Bahan makanan terutama yang termasuk kategori volatile
food cukup penting dalam penentuan inflasi karena sering kali menjadi
penyumbang andil cukup tinggi sehingga menjadi salah satu fokus dalam
pengendalian inflasi. Inflasi bahan makanan yang tinggi menyebabkan upaya untuk
memproteksi pendapatan rumah tangga miskin semakin sulit. Di indonesia
pengendalian inflasi penting karena derajat persistensi inflasi di Indonesia
relatif masih tinggi dibandingkan dengan di kawasan Asia lainnya. Fluktuasi harga
pangan dan inflasi yang bersumber dari produk pangan akan semakin sulit
diperkirakan karena meningkatnya ketidak-pastian global dan faktor internal.
Ketidak-pastian global seperti pengaruh trade war antara Amerika Serikat dengan
China meski tidak berdampak secara langsung terhadap pangan namun tingkat
resiko dan ekspektasi pengaruh kurs rupiah yang akan berdampak terhadap harga
pangan asal impor. Selain itu faktor perubahan iklim yang terjadi di beberapa
negara akhir-akhir ini juga akan mempengaruhi siklus dan keberlanjutan produksi
pangan terutama di negara produsen seperti beras dan gula di Thailand serta
gandum di Australia. Faktor perubahan iklim di dalam negeri telah berdampak
pada perubahan pola produksi tanaman pangan. Perubahan pola curah hujan dan
kenaikan suhu udara mempengaruhi produksi tanaman padi. Perubahan iklim semakin
sering kali terjadi sehingga mempengaruhi pola produksi khususnya produk
pertanianyang ada kalanya produksi tinggi (panen raya) dan produksi rendah
(musin paceklik) atau terserang wabah penyakit (serangan hama). Harganya yang
fluktuatif akibat ketersediaan/produksi yang musiman mengharuskan komodti
pangan perlu mendapat perhatian khusus. Melakukan proyeksi di masa mendatang
dengan mempertimbangkan aspek eksternal dan internal setidaknya dapat menjadi
informasi awal dalam upaya pengendalian harga dan inflasi bahan makanan. Oleh
karena itu, analisis ini bertujuan untuk (i) faktor penyebab inflasi bahan
makanan serta dampak kebijakan stabilisasi harga terhadap inflasi bahan makanan
dan (ii) menganalisis proyeksi inflasi bahan makanan. Untuk menjawab tujuan
analisis, digunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan
kualitatif dengan menggunakan pendekatan diskusi dan wawancara dan pendekatan
kuantitatif dengan menggunakan pendekatan ekonometrik dengan model persamaan
regressi linear berganda. Data yang digunakan dalam analisis ini yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan di lapangan
dengan survei ke daerah serta diskusi terbatas. Sementara data sekunder
diperoleh dari BPS, Kementerian Pertanian, Bank Indonesia, Badan Urusan
Logistik (Bulog), Kementerian Perdagangan serta sumberlainnya yang relevan.
Selama tahun 2014-2018, komoditi bahan makanan yang memiliki frekuensi lebih
banyak dalam memberikan andil inflasi yaitu beras, daging ayam ras, ikan segar,
bawang merah, cabe merah dan telur ayam ras. Sementara bawang putih, gula,
cabai rawit, minyak goreng dan daging sapi hanya pada periode tertentu memberi
andil inflasi secara tahunan.Faktor-faktor yang memiliki pengaruh secara
signifikan terhadap inflasi bahan makanan yaitu harga pupuk, harga BBM, tingkat
upah dan juga iklim yaitu curah hujan. Kebijakan yang mendorong kenaikan harga
pupuk, BBM , dan upah buruh, serta curah hujan yang ekstrim (terlalu banyak
atau terlalu sedikit). Dari sisi permintaan, faktor yang sangat penting adalah
hari besar keagamaan nasional (HBKN) seperti Idul Ftiri, Natal dan Tahun Baru.
Pada periode tersebut, permintaan rata-rata 15%-30% lebih tinggi dari harihari
biasa. Hal ini mendorong terjadinya kenaikan harga pangan antara 10-20%,
tergantung jenis komoditi. v Dari aspek ekonomi global dan pasar internasional,
nilai tukar Rupiah dan harga pangan di pasar internasional adalah dua faktor
dalam menentukan harga pangan di dalam negeri. Hal ini dikarenakan ada beberapa
bahan pangan yang memiliki pangsa impor terhadap konsumsi domestik cukup besar
seperti daging sapi (30%), kedele (67%), gula pasir (60%). Berdasarkan model
tersebut dan dengan memperhatikan pola perkembangan inflasi tahun 2014-2018,
proyeksi inflasi bahan makanan selama bulan Januari – Desember 2019 berkisar
antara 4,8% - 5,6%. Rekomendasi kebijakan yang dapat disampaikan adalah (i)
lebih memfokus pada komoditas-komoditas yang andil inflasinya besar dan secara
kebijakan dan teknis cukup efektif untuk dikendalikaan seperti beras, gula,
minyak goreng; (ii) meningkatkan jumlah stok untuk komoditas dengan andil
inflasi yang tinggi dan secara teknis dapat dilaksanakan apalagi menjelang
HBKN; (iii) meningkatkan pasokan dengan menurunkan tarif impor dan
hambatan-hambatan impor untuk produk pangan impor; serta (iv) mempercepat
program-pragram bantuan pangan untuk kelompok masyarakat tertentu seperti
Raskin/Rastra. Untuk penelitian lanjutan, perlu dilakukan penelaahan model
inflasi secara struktural yang memadai untuk melakukan proyeksi pada periode
waktu yang lebih panjang sehingga diperoleh tingkat simpangan data yang
mendekati angka realisasi