ANALISIS
KEBUTUHAN SARANA USAHA UMKM DI SEKTOR PERDAGANGAN
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mengamanatkan bahwa pemberdayaan usaha
mikro kecil dan menengah perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal dan
berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan
berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya,
sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi usaha mikro kecil dan
menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan
pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 73 mengamanatkan
Pemerintah dan/Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan terhadap Koperasi dan
UMKM di sektor perdagangan berupa fasilitas, insentif, bimbingan teknis, akses,
dan/bantuan permodalan, bantuan promosi, dan pemasaran.
Pemberdayaan adalah suatu kegiatan yang
berkesinambungan, dinamis, dan secara sinergis mendorong keterlibatan semua
potensi dan yang dimaksud meningkatkan pemberdayaan UMKM sesuai dengan UU No.20
Tahun 2008 yaitu pemerintah memberikan ijin usaha bagi para pelaku usaha untuk
menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu; pengembangan usaha melalui pemberian
fasilitas, bimbingan, pendampingan; bantuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan
kemampuan dan daya saing usaha; adanya koordinasi dan pengendalian dari
pemerintah. Namum hingga kini masih banyak pelaku usaha mikro kecil dan
menengah yang belum mendapat program pemberdayaan dari pemerintah khususnya
kementerian perdagangan. Dalam mengembangkan iklim usaha yang lebih mendorong,
melindungi dan memberikan keleluasaan lebih besar kepada para pebisnis UMKM
untuk tumbuh berkembang dan maju, pemerintah dapat memberikan bantuan sarana
dan prasarana penunjang kegiatan UMKM. Bantuan sarana yang di berikan
seringkali kurang tepat sasaran dan berulang ke UMKM yang telah mendapatkan
bantuan sebelumnya dan bantuan dari lembaga yang lain.
UMKM masih banyak mengalami hambatan dan
kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Berdasarkan kajian BI
yang bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI)
hambatan Internal UMKM meliputi: modal, sumber daya manusia (SDM), hukum dan
akuntabilitas, sedangkan hambatan eksternal meliputi: iklim usaha yang masih
belum kondusif, infrastruktur, dan akses. Kontribusi UMKM terhadap PDB Nasional
menunjukkan peran UMKM terhadap perekonomian Indonesia yang signifikan. Menurut
harga berlaku kontribusi UMKM terhadap PDB Nasional pada tahun 2011 sebesar Rp.
4.321,8 triliun atau 58,05%, sedangkan tahun 2012 sebesar Rp4.869,5 triliun
atau 59,08%. Kontribusi ini perlu adanya tindak lanjut yang signifikan dari
pemerintah.
Menurut data dari kementerian koperasi dan
UMKM pada Laporan Kajian Pemetaan dan Strategi Peningkatan Daya Saing UMKM
Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 dan Pasca MEA 2025 yang
dilakukan oleh Bank Indonesia pada tahun 2016, Jumlah Unit Usah di Indonesia
pada tahun 2014 mengalami peningkatan dari 51,4 juta tahun 2008 menjadi 59,3
juta, dimana 99,9 persen diantaranya adalah UMKM. Secara umum pertumbuhan usaha
mikro relative sama pada tahun 2007-2014 dengan rata-rata pertumbuhan 2,37
persen. Rata-rata pertumbuhan unit usaha yang paling tinggi adalah usaha
menengah sebesar 6,2 persen. Sementara rata-rata pertumbuhan unit usaha
nasional untuk tahun 2007-2014 adalah sebesar 2,4 persen pertahun (Bank
Indonesia, 2016) Dalam hal tenaga kerja yang bekerja di UMKM tercatat mengalami
peningkatan dari 94 juta pada tahun 2008 menjadi 123,2 juta pada tahun 2014.
Namun jika dilihat dari kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja
nasional, proporsi penyerapan tenaga kerja di UMKM mengalami penurunan dari
97,2 persen pada tahun 2008 menjadi 96,7 persen pada tahun 2014. Rata-rata
pertumbuhan penyerapan tenaga kerja UMKM pada tahun 2009-2014 adalah sebesar
4,63 persen per tahun, nilai ini masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja usaha besar dan penyerapan tenaga kerja nasional yang
berturut-turut adalah sebesar 7,47 dan 4,72 persen
Kesimpulan dari analisis ini
1.Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mengamanatkan
bahwa pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah perlu diselenggarakan secara
menyeluruh, optimal dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang
kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan
pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,
peran, dan potensi usaha mikro kecil dan menengah dalam mewujudkan pertumbuhan
ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan
kerja dan pengentasan kemiskinan.
2.Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 73 mengamanatkan Pemerintah
dan/Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan terhadap Koperasi dan UMKM di
sektor perdagangan berupa fasilitas, insentif, bimbingan teknis, akses,
dan/bantuan permodalan, bantuan promosi, dan pemasaran.
3.Sampai dengan
Desember 2016, Kementerian Perdagangan telah melakukan pembinaan terhadap
11.963 Pedagang Mikro Kecil dan Menengah (PMKM). Jenis pembinaan yang telah
dilakukan dalam bentuk:
a.
Workshop kemasan (27,13%),
b.
Bantuan sarana usaha (26,70%).
c.
Bimbingan teknis (15,53%),
d.
Pameran (8,37% dari jumlah PMKM),
e.
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Halal (5,68%),
f.
Pendampingan (4,16%),
g.
Sosialisasi pedoman pemberdayaan PMKM (4,07%),
h.
Temu usaha (3,58%).
i. Forum dagang
(2,46%),
j.
Penghargaan (2,31%)
Rekomendasi
1.Dalam upaya
menyelesaikan permasalahan yang bersifat internal dan eksternal, penyediaan
sarana perdagangan hendaknya diprioritaskan kepada UMKM di sektor perdagangan
yaitu pedagang di pasar rakyat, warung makan, dan toko kelontong didalam dan
diluar pasar rakyat dengan legalitas sesuai ketentuan yang berlaku, berupa Ijin
Usaha Mikro dan Kecil dan/atau Surat Ijin Usaha Perdagangan.
2.Dalam Permendag
No 114/M-DAG/PER/12/2015 tentang Penugasan Gubernur atau Bupati/Walikota dalam
Rangka Kegiatan Pembangunan/Revitalisasi Sarana Perdagangan yang didanai dengan
Dana Tugas Pembantuan APBN 2016 dalam lampirannya pada umumnya program
pembangunan/revitalisasi sarana perdagangan difokuskan pada pasar tipe A dan B
sehingga untuk program perbantuan sarana usaha PMKN dapat di arahkan pada pasar
tipe C dan D
3.Kementerian
Perdagangan berkontribusi untuk mempertahankan kesinambungan UMKM yang tumbuh
dan berkembang di Pasar Rakyat, khususnya Pasar Rakyat kategori C dan D.
Kategori tipe pasar C dan D sesuai dengan karakteristik pasar yang terdiri atas
pedagang yang hanya melakukan proses perdagangan (tidak terintegrasi dengan
proses produksi), jenis dan jumlah produk yang dijual terbatas, memiliki
keterbatasan jam operasional, serta memiliki sarana dan prasarana yang
terbatas. Untuk pedagang yang berada di luar pasar seperti warung makan dan
toko kelontong memiliki kategori yang sama dengan pedagang yang berada di pasar
tipe C dan D. Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan
4.Menjawab tantangan
keragaman UMKM dengan sector yang luas, Kementerian Perdagangan perlu focus
pada PMKM di Pasar Rakyat yang meliputi :
a. PMKM Produk Segar dan
Basah, termasuk di antaranya penjual sayuran, ikan, daging, makanan olahan beku
(frozen food), dan masakan basah (masakan yang membutuhkan proses memasak,
contoh : bakso, soto, nasi goreng, dan lainnya).
b. PMKM Produk Kering, termasuk di antaranya took kelontong,
makanan ringan (tanpa membutuhkan proses memasak, contoh: kue dan lainnya), dan
bumbu dapur.
c. PMKM Produk Elektronik,
termasuk di dalamnya telefon genggam (HP) dan penjualan pulsa.
d. PMKM Produk Sandang, termasuk di dalamnya pakaian, footwear
(sepatu, kaos kaki, dan lainnya). e. PMKM Produk Khusus, seperti misalnya
produk pakan hewan.