Definisi Perdagangan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait
dengan transaksi Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan melampaui batas
wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak atas Barang dan/atau Jasa untuk
memperoleh imbalan atau kompensasi. Sistem Informasi Perdagangan adalah
tatanan, prosedur, dan mekanisme untuk pengumpulan, pengolahan, penyampaian,
pengelolaan, dan penyebarluasan data dan/atau informasi Perdagangan yang
terintegrasi dalam mendukung kebijakan dan pengendalian Perdagangan. Pemerintah
mengatur kegiatan Perdagangan Dalam Negeri melalui kebijakan dan pengendalian.
Kebijakan dan pengendalian Perdagangan Dalam Negeri sebagaimana dimaksud
diarahkan pada peningkatan efisiensi dan efektivitas distribusi; peningkatan
iklim usaha dan kepastian berusaha; pengintegrasian dan perluasan pasar dalam
negeri; peningkatan akses pasar bagi produk dalam negeri; dan pelindungan
konsumen. Pemerintah mengatur kegiatan Perdagangan antarpulau untuk integrasi
Pasar dalam negeri. Pengaturan sebagaimana dimaksud diarahkan untuk Puska
Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 9 menjaga keseimbangan antardaerah yang
surplus dan daerah yang minus; memperkecil kesenjangan harga antardaerah;
mengamankan Distribusi Barang yang dibatasi Perdagangannya; mengembangkan
pemasaran produk unggulan setiap daerah; menyediakan sarana dan prasarana
Perdagangan antarpulau; mencegah masuk dan beredarnya Barang selundupan di
dalam negeri; mencegah penyelundupan Barang ke luar negeri; dan meniadakan
hambatan Perdagangan antarpulau. Pada Pasal 25 (1) Pemerintah dan Pemerintah
Daerah mengendalikan ketersediaan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang
penting di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jumlah yang
memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau. Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 29/MDAG/PER/5/2017 Tentang Perdagangan
Antarpulau mendefinisikan Perdagangan Antarpulau sebagai kegiatan perdagangan
dan/ atau pendistribusian barang dari satu pulau ke pulau lain dalam satu
provinsi atau antarprovinsi, yang dilakukan oleh pelaku usaha perdagangan
antarpulau dengan cara menyeberangkan barang dimaksud menggunakan angkutan laut
atau sungai. Pengaturan kegiatan Perdagangan Antarpulau bertujuan untuk
integrasi pasar di dalam negeri. Pengaturan kegiatan Perdagangan Antarpulau
diarahkan untuk menjaga keseimbangan antardaerah yang surplus dan daerah yang
minus; memperkecil kesenjangan harga antardaerah; mengamankan distribusi barang
yang dibatasi perdagangannya; mengembangkan pemasaran produk unggulan setiap
daerah; menyediakan sarana dan prasarana Perdagangan Antarpulau; mencegah masuk
dan beredarnya barang selundupan di dalam negeri; mencegah penyelundupan barang
keluar negeri; meniadakan hambatan Perdagangan Antarpulau. Barang Perdagangan
Antarpulau yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi barang kebutuhan
pokok; barang penting; dan barang lainnya. Barang kebutuhan pokok, barang
penting, dan barang lainnya dapat didistribusikan melalui Perdagangan
Antarpulau setelah kebutuhan daerah setempat terpenuhi
Data perdagangan antar pulau dapat menunjukkan
arus pergerakan barang antar daerah. Data tersebut dapat mencerminkan arus
pasokan barang, potensi produksi daerah dan kegiatan ekonomi di suatu wilayah.
Identifikasi dalam analisis ini menemukan bahwa data perdagangan atau
distribusi barang antar wilayah dan antarpulau secara umum dikumpulkan oleh
beberapa Kementerian/Lembaga yang berbeda. Terdapat tiga institusi yang
melakukan pengumpulan data perdagangan antar wilayah/ antarpulau secara
nasional saat ini yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, dan
Badan Pusat Statistik.
Perdagangan antarpulau merupakan salah satu
amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pasal 23
mengamanatkan bahwa Pemerintah mengatur kegiatan Perdagangan antarpulau untuk
integrasi Pasar dalam negeri. Pengaturan perdagangan antarpulau diarahkan untuk
menjaga keseimbangan antardaerah yang surplus dan daerah yang minus;
memperkecil kesenjangan harga antardaerah; mengamankan Distribusi Barang yang
dibatasi Perdagangannya; mengembangkan pemasaran produk unggulan setiap daerah;
menyediakan sarana dan prasarana Perdagangan antarpulau; mencegah masuk dan
beredarnya Barang selundupan di dalam negeri; mencegah penyelundupan Barang ke
luar negeri; dan meniadakan hambatan Perdagangan antarpulau. Ketentuan lebih
lanjut mengenai Perdagangan antarpulau akan diatur dengan Peraturan Menteri.
Proses pendataan perdagagan antarpulau di Kementerian Perdagangan melalui dua
jalur. Proses pendataan jalur pertama berupa data yang berasal dari pelaporan
manifest domestic antarpulau yang diwajibkan kepada pelaku usaha perdagangan
antarpulau secara online melalui Sistem Informasi Perizinan Terpadu (SIPT).
Sementara jalur pendataan perdagangan antarpulau kedua adalah melalui Sistem
Informasi Perdagangan Antar Pulau (SIPAP) yaitu aplikasi yang dikembangkan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur yang kemudian diadopsi secara nasional
Faktor utama penghambat pendataan perdagangan
antarpulau yang pertama adalah koordinasi antar Kementerian/ Lembaga dalam
pendataan perdagangan antarpulau belum baik. Hal ini menjadi masalah karena
pendataan terkait arus barang atau perdagangan antarpulau dilakukan oleh K/L
yang berbeda dan dengan tujuan masing-masing yang berbeda. Oleh karena itu
setiap K/L merasa berkepentingan untuk melakukan pendataan. Jika koordinasi
baik maka data-data yang ada di masing-masing K/L akan lebih mudah diselaraskan
sehingga akan didapatkan data perdagangan antarpulau yang lebih baik.
Permasalahn berikutnya adalah kebijakan pendataan perdagangan antarpulau belum
tersosialisasikan dengan baik. Ditemukan permasalahan pada pendataan perdagangan
antarpulau dengan melaporkan manifest domestik melalui SIPT. Pelaku usaha
perdagangan masih belum tersosialisasi dengan baik dan merasa berkeberatan.
Pelaporan secara online melalui SIPT dimana terlebih dahulu harus melakukan
registrasi dianggap merepotkan oleh pelaku usaha perdagangan. Selain itu, tidak
semua pelaku usaha perdagangan membuat manifest domestik. Pelaku usaha
perdagangan biasanya menyerahkan pembuatan manifest domestik kepada perusahaan
jasa logistik atau forwarder namun perusahaan jasa logistik berdasarkan
Permendag 29 tahun 2017 tidak diberikan kewajiban untuk melaporkan manifest
domestik melalui SIPT. Perusahaan jasa logistik melaporkan manifest domestik
kepada Kementerian Perhubungan melalui Inaportnet atau Simoppel di Otoritas
Pelabuhan setempat.
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil
analisis ini adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan identifikasi, data arus
perdagangan atau arus barang antar pulau maupun antar wilayah saat ini
dikumpulkan oleh tiga instansi yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perhubungan, dan Badan Pusat Statistik. 2. Kementerian Perdagangan melakukan
pengumpulan data perdagangan antar pulau dan antar wilayah melalui dua jalur
yaitu pelaporan manifest domestik secara online di SIPT (Sistem Informasi Pelayanan
Terpadu) oleh pelaku perdagangan antar pulau. Jalur pendataan berikutnya adalah
penyatuan data perdagangan antar wilayah dalam SIPAP (Sistem Informasi
Perdagangan Anatar Pulau) melalui kerjasama dengan penyedia data antara lain
PELINDO dan Angkasa Pura. 3. Kementerian Perhubungan dalam hal ini Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut, melakukan pengumpulan data arus barang antar pulau
melalui manifest angkutan laut yang terkumpul di Unit Penyelenggara Pelabuhan
(UPP), Syahbandar atau Otoritas Pelabuhan yang ada di masing-masing pelabuhan
melalui sistem Simoppel (Sistem Informasi Manajemen Operasional Pelabuhan).
Sejak tahun 2016 dikembangkan sistem Inportnet untuk pelayanan kapal dan barang
pelabuhan di 16 pelabuhan utama dimana pelaporan manifets dilakukan secara
online. Manifest memberikan informasi mengenai nama kapal, nama barang yang
dibongkar, nama barang yang dimuat, volume barang, asal kapal, dan tujuan
kapal. Datadata manifest yang dikumpulkan oleh syahbandar bukan bertujuan untuk
monitoring arus barang antar wilayah namun lebih kepada tujuan keselamatan
pelayaran sehingga jenis barang secara terinci maupun satuan tidak menjadi
prioritas. 4. BPS melakukan Survei Perdagangan Antar Wilayah pada tahun 2018.
Survei masih berupa pilot survei dengan responden survei sebanyak 8.700 sampel
perusahaan perdagangan dengan tiga kategori yaitu industri, perdagangan, dan
pertambangan di seluruh provinsi. Tujuan survei ini adalah untuk melihat
ekspor-impor dalam lingkup antar provinsi, melihat perpindahan barang antar
wilayah untuk seluruh komoditas. Data yang dikumpulkan adalah data perdagangan
dalam satu tahun berdasarkan informasi dari pelaku usaha perdagangan. 5. Hasil
identifikasi dalam pelaksanaan pendataan perdagangan antar pulau didapatkan
empat permasalahan utama dalam yaitu: a. Kegiatan pendataan arus perdagangan
antar pulau/antar wilayah yang dilakukan oleh berbagai Kementerian atau Lembaga
serta pelaku usaha belum terkoordinasi dengan baik. Hal ini mengakibatkan
sulitnya menyelaraskan data-data tersebut karena terbatasnya akses kepada
masing-masing data tersebut. b. Kebijakan pendataan perdagangan antar pulau
belum tersosialisasikan dengan baik, sehingga belum banyak pelaku usaha yang
memahami dan melaksanakan kebijakan tersebut. c. Infrastruktur pendukung
pengumpulan data perdagangan antar pulau belum memadai. Keterbatasan
infrastruktur maupun SDM, misalnya jembatan timbang dan petugas pencatat,
membuat pengumpulan data arus perdagangan antar pulau/wilayah belum optimal. d.
Belum ada payung hukum maupun acuan format baku yang mengatur dengan sistematis
pendataan dan pelaporan perdagangan antar pulau secara komprehensif antar
instansi. 6. Dalam perhitungan kinerja pendataan perdagangan antar pulau,
terdapat sepuluh atribut hasil kuesioner survei yang dipetakan ke dalam empat
kuadran untuk menilai kinerja dari masing-masing atribut tersebut. Kuadran I
Prioritas Utama terdapat tiga atribut, Kuadran II Pertahankan Prestasi terdapat
dua atribut, Kuadran III Prioritas Rendah terdapat tiga atribut, dan Kuadran IV
Berlebihan terdapat dua atribut. Adapun masing-masing kuadran dapat dijelaskan
sebagai berikut: a. Kuadran I Prioritas Utama (Concentrate Here): atribut pada
kuadran ini dianggap sangat penting oleh para pemangku kepentingan, tetapi
belum memuaskan sehingga kualitasnya harus ditingkatkan, yaitu koordinasi antar
lembaga/institusi dalam pendataan perdagangan antar pulau, informasi yang jelas
mengenai cara dan tahapan pelaporan pendataan perdagangan antar pulau, dan
acuan format pendataan perdagangan antar pulau yang komprehensif. b. Kuadran II
Pertahankan Prestasi (Keep Up the Good Work): atribut pada kuadran ini dianggap
sangat penting dan sangat memuaskan, sehingga harus dipertahankan kualitasnya
yaitu kemudahan dalam cara pelaporan data perdagangan antar pulau, dan
mekanisme dan alur jelas dalam pelaporan pendataan perdagangan antar pulau. c.
Kuadran III Prioritas Rendah (Low Priority): atribut pada kuadran ini dianggap
tidak penting dan kurang memuaskan adalah sosialisasi mengenai aturan pendataan
perdagangan antar pulau sudah dilakukan, proses pendataan perdagangan antar
pulau tidak memakan waktu lama, dan data perdagangan antar pulau tersedia dan
mudah untuk didapatkan. d. Kuadran IV Berlebihan (Possible Overkill): atribut
pada kuadran ini dianggap tidak penting tetapi memuaskan yaitu sarana
infrastruktur pendukung dalam pendataan perdagangan antar pulau yang memadai
dan sumber daya manusia dalam pelayanan pendataan perdagangan antar pulau
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik. 7. Berdasarkan hasil analisis di
atas, maka pemerintah harus lebih berfokus untuk meningkatkan atribut yang
tercakup pada Kuadran I karena atributatribut tersebut dianggap sangat penting
oleh para pemangku kepentingan (stakeholders), namun kinerjanya masih belum
memuaskan, disamping tetap mempertahankan kinerja pada atribut yang dianggap
berkinerja baik, sebagaimana tercakup dalam Kuadran II.
Berdasarkan hasil analisis, beberapa
rekomendasi yang diusulkan adalah: 1. Penegakan pelaksanaan Permendag 29/ 2017
mengenai kewajiban pelaporan manifest yang diiringi dengan penyederhanaan
prosedur pelaporan dan sosialisasi kepada pelaku usaha perdagangan2. Data
arus perdagangan antar pulau maupun antar wilayah sebenarnya sudah ada namun
berada di Kementerian/ Lembaga yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu
dilakukan koordinasi dan sinkronisasi serta kesepakatan lebih lanjut untuk
menyusun basis data (database) perdagangan antar pulau atau antar wilayah yang
komprehensif. 3. Penyatuan dan penyeragaman format pengumpulan data perdagangan
antar pulau sangat penting dilakukan untuk mendapatkan keseragaman data
terutama terkait dengan pengelompokan jenis barang dan penentuan satuan volume
atau nilai. Dengan penyeragaman tersebut, data arus perdagangan antar pulau
lebih mudah untuk diselaraskan (sinkronisasi), walaupun dikumpulkan oleh
instansi/lembaga yang berbeda-beda. 4. Pemerintah perlu menerbitkan payung
hukum setara Peraturan Presiden untuk mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan
data perdagangan antar pulau /antar wilayah mengingat pendataan arus
perdagangan