ANALISIS OPTIMALISASI PERLINDUNGAN KONSUMEN DI
INDONESIA
Tujuan utama dalam analisis ini adalah menilai apakah
rencana kerja (program dan kegiatan) yang direncanakan oleh masing-masing
direktorat dibawah Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga
(Ditjen PKTN) terkait pelaksanaan urusan Perlindungan Konsumen (PK), telah
melingkupi (coverage) dan dekat (close) dengan acuan perencanaan urusan PK yang
ada. Hingga saat ini, analisis menggunakan 3 (tiga) buah acuan penilaian pelaksanaan PK,
yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 2.
Renstra Kementerian Perdagangan 3. Kebutuhan konsumen dari hasil analisis
Pemetaan Kebutuhan Konsumen dalam Perlindungan Konsumen tahun 2015
Masih terkotak-kotaknya pelaksanaan urusan perlindungan
konsumen oleh aparatur pemerintah. Kementerian Perdagangan, sebagai pelaksana
perlindungan konsumen, kesulitan menyelaraskan pelaksanaan program dan kegiatan
lembaga/instansi terkait pelaksanaan urusan perlindungan konsumen (Kemendag,
Kementan, Kemenperin, Polri, BPOM, Kemenkes, Kemenkumham, Kemenkominfo) untuk
mencapai tujuan perlindungan konsumen secara efisien dan efektif;
Adaptasi yang lambat terhadap perubahan pembagian
kewenangan antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, akibat
pelaksanaan Undang-Undang 23 tahun 2014, mendistorsi hubungan kerja sama
pelaksanaan urusan perlindungan konsumen antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Hal ini membuat tidak optimalnya kerja sama antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah;
Masyarakat, Aparatur Pemerintah, dan Pelaku Usaha belum
memahami urusan perlindungan konsumen secara baik dan menyeluruh, mengakibatkan
komunikasi antar pihak dalam pelaksanaan perlindungan konsumen kerap tidak
seimbang, tidak tersambung, dan tidak efektif
Pada tingkat pemerintah daerah, isu perlindungan konsumen
belum menjadi prioritas dalam menyusun kebijakan; Terbatasnya sumber daya
manusia (SDM) pelaksana perlindungan konsumen yang dibutuhkan di daerah,
terutama SDM dengan keahlian khusus seperti penguji mutu barang, penera,
mediator, dan lain sebagainya.
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian perencanaan
perlindungan konsumen dan diskusi terbatas dengan semua Direktorat pada Ditjen
PKTN menunjukkan bahwa jika upaya perlindungan konsumen dilaksanakan secara
terintegrasi oleh semua Direktorat pada Ditjen PKTN, maka pencapaian tujuan
perlindungan konsumen dalam UU PK, Renstra Kemendag dan Kebutuhan konsumen
masing-masing 97%, 83% dan 72%. Namun jika dilaksanakan tanpa integrasi/sendiri-sendiri,
maka estimasi pencapaiannya hanya berkisar masing-masing 47%, 65% dan 53%.
Dengan demikian, kemampuan Kementerian Perdagangan/Ditjen PKTN dalam
mengintegrasikan semua unsur perlindungan konsumen merupakan kunci utama
optimalisasi pelaksanaan perlindungan konsumen.
Hasil identifikasi hambatan optimalisasi pelaksanaan
perlindungan konsumen adalah: a. Belum terintegrasinya pelaksanaan urusan
perlindungan konsumen oleh aparatur pemerintah. Kementerian Perdagangan,
sebagai koordinator perlindungan konsumen, kesulitan menyelaraskan pelaksanaan
program dan kegiatan lembaga/instansi lainnya (Kementan, Kemenperin, Polri,
BPOM, Kemenkes, Kemenkumham, Kemenkominfo) untuk mencapai tujuan perlindungan
konsumen secara efisien dan efektif; b. Adaptasi yang lambat terhadap perubahan
pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota,
akibat pelaksanaan Undang-Undang 23 tahun 2014, yang mengakibatkan distorsi
hubungan kerja samapelaksanaan urusan perlindungan konsumen antara Pemerintah Pusat dan
Daerah; Masyarakat, Aparatur Pemerintah, dan Pelaku Usaha belum memahami urusan
perlindungan konsumen secara baik dan menyeluruh yang mengakibatkan komunikasi
antar pihak tidak efektif;
Pada tingkat pemerintah daerah, isu perlindungan konsumen
belum menjadi prioritas dalam menyusun kebijakan; Terbatasnya sumber daya manusia (SDM)
pelaksana perlindungan konsumen yang dibutuhkan di daerah, terutama SDM dengan
keahlian khusus seperti penguji mutu barang, penera, mediator, dan lain
sebagainya.
1.Membentuk tim Satgas (Satuan
Petugas) Perlindungan Konsumen yang beranggotakan wakil dari masing-masing
direktorat pada Ditjen PKTN yang bertugas melakukan pertemuan rutin untuk
pemutakhiran informasi, evaluasi, serta pembahasan isu terkini seputar perlindungan
konsumen.
2.Meningkatkan komunikasi antar
pemangku kepentingan perlindungan konsumen di Pusat, Daerah, Masyarakat, dan
Pelaku Usaha, melalui antara lain: a. Partisipasi aktif dalam penyusunan
strategi nasional perlindungan konsumen yang mendukung tujuan perlindungan
konsumen, mengintegrasikan unsur perlindungan konsumen secara jelas, berbasis
kewilayahan, dan membuat kehadiran pemerintah yang signifikan dalam melindungi
masyarakat; b. Pengembangan dan perluasan lingkup Siswas-PK (Sistem Pengawasan
Perlindungan Konsumen) secara online mencakup tidak hanya bidang pengawasan dan
pengaduan,namun juga bidang-bidang lain dibawah Ditjen PKTN. Pengembangan
Siswas-PK secara online akan menjadi tulang punggung komunikasi informasi antar
direktorat di PKTN, serta menjadi portal terhadap website instansi terkait
perlindungan konsumen lain. Keberadaan sistem informasi yang informatif dan
online juga akan meningkatkan komunikasi, koordinasi, publikasi, dan kesadaran
(awareness) beragam pihak; c. Penyusunan Statistik Perlindungan Konsumen
bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan indikator kinerja
dari masing-masing direktorat pada Ditjen PKTN. Statistik PK yang dipublikasi
secara berkala baik melalui BPS maupun pengembangan Siswas-PK akan membantu proses
perencanaan yang lebih baik di Kemendag, maupun oleh instansi/lembaga lainnya;
d. Peningkatan kerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk
memperluas diseminasi informasi topik-topik perlindungan konsumen di pusat dan
daerah.
3.Membantu meningkatkan kecepatan
adaptasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terhadap perubahan tugas,
fungsi, nomenklatur, yang disebabkan oleh penerapan UU 23/2014 tentang
Pemerintahan Daerah dan perubahan perundangundangan lainnya, melalui penyusunan
peta kelembagaan pembentuk sistem perlindungan konsumen nasional, mengevaluasi
hambatan yang dihadapi masing-masing lembaga/instansi dalam melaksanakan urusan
perdagangan dan perlindungan konsumen, serta secara proaktif menyediakan
bimbingan teknis kepada lembaga/instansi/daerah yang membutuhkan untuk
mempercepat proses adaptasi.
4.Meningkatkan perhatian Pemerintah
Daerah terhadap urusan Perlindungan Konsumen, melalui antara lainPenyusunan nota
kesepahaman antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Dalam Negeri untuk
melakukan penilaian atau evaluasi pelaksanaan perlindungan konsumen di daerah
serta dukungan anggaran daerah untuk pelaksanaan perlindungan konsumen; b.
Penambahan indikator perlindungan konsumen pada indikator pelaksanaan urusan
perdagangan oleh pemerintah daerah yang akan dilaporkan melalui Laporan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) yang dikirimkan secara berkala kepada
Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri; c. Perbaikan koordinasi dan
peningkatan komunikasi dengan Tim, Kelompok dan Forum terkait urusan
perlindungan konsumen yang telah dibentuk di daerah; d. Pembangunan sistem
perlindungan konsumen berbasis kewilayahan, termasuk pembentukan Badan Perlindungan
Konsumen wilayah atau peningkatan kemampuan Pemerintah Provinsi untuk
memfasilitasi pelaksanaan perlindungan konsumen bagi Kabupaten/Kota yang belum
mampu melaksanakannya; e. Memasukkan kriteria urusan perlindungan konsumen
dalam penilaian teknis penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) ke daerah;
f. Pengembangan kerjasama dengan Lembaga Aparatur Negara (LAN) untuk memasukkan
pemahaman urusan perlindungan konsumen dalam kurikulum-kurikulum pelatihan
aparatur negara.
5.Menjaga dan meningkatkan jumlah sumber daya manusia pelaksana
perlindungan konsumen yang dibutuhkan di daerah, melalui antara lain: a.
Peningkatan pelatihan dan pendidikan sumber daya manusia di bidang perlindungan
konsumen, antara lain petugas pengujilaboratorium, mediator, penera, petugas pengawas
barang beredar dan jasa, dan penyidik pegawai negeri sipil perlindungan
konsumen; b. Pengajuan penyusunan pedoman kepada Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mengatur mutasi yang lebih
terarah bagi pegawai negeri sipil daerah yang telah mengikuti pendidikan dan
pelatihan dengan sertifikasi keahlian khusus dalam urusan perlindungan konsumen
(petugas penguji laboratorium, mediator, penera, petugas pengawas barang
beredar dan jasa, dan penyidik pegawai negeri sipil perlindungan konsumen),
untuk mencegah hilangnya SDM perlindungan konsumen di daerah akibat mutasi