Saat ini besaran tarif bea masuk telah banyak yang diturunkan, namun di sisi lain jumlah Non-Tariff Measures (NTMs) terus meningkat, dan seringkali disalahkan sebagai salah satu sumber dari kurangnya integrasi di ASEAN. Tetapi, NTM memiliki tujuan untuk kebijakan publik yang penting terkait dengan pembangunan berkelanjutan dan juga memiliki tujuan penting seperti perlindungan kesehatan manusia atau lingkungan, bahkan dapat meningkatkan perdagangan dalam kondisi tertentu. Oleh karena itu, perlu adanya pengawalan terhadap isu NTM di negara ASEAN agar NTM yang berlaku di wilayah tersebut efektif dan tidak merugikan. Mengingat terdapat beberapa isu mengenai NTM di ASEAN yang diperkirakan menghambat perdagangan lintas batas untuk beberapa sektor, maka dipandang perlu untuk melakukan analisis dan melihat kebijakan NTMs di ASEAN yang akan fokus pada 5 sektor yaitu sektor Kertas Rokok, Farmasi, Otomotif, Pangan Olahan dan Ikan Olahan. Diantara negara-negara di ASEAN, Filipina adalah negara yang menerapkan NTMs dengan jumlah terbanyak untuk lima sektor terpilih yang memiliki total 10.416 measures. Sebaliknya, Laos merupakan negara yang menerapkan NTMs dengan jumlah paling sedikit, yaitu sebanyak 4.299 measures. Jenis NTM yang paling banyak diterapkan untuk kelima sektor tersebut di seluruh negara ASEAN adalah dengan jenis SPS yang berjumlah 24.392 measures, sedangkan jenis NTM yang paling sedikit mempengaruhi kelima sektor terpilih adalah TBT dengan jumlah 9.795 measures. Skenario Penurunan Tarif dan NTM sebesar 20% akan menghasilkan peningkatan kesejahteraan sebesar USD 291,33 juta, dan jika disertai dengan adanya fasilitasi perdagangan akan berpotensi meningkatkan neraca perdagangan sebesar USD 7.170,55 juta. Mempertimbangkan hasil analisis dampak NTMs terhadap kinerja ekspor Indonesia diatas, maka direkomendasikan agar Pemerintah Indonesia dapat memperjuangkan penurunan NTM sebesar 20% untuk sektor prioritas Indonesia sebaiknya disertai dengan peningkatan fasilitasi perdagangan.