Evaluasi
Kinerja UPT/UPTD Dalam Pelayanan Tera dan Tera Ulang UTTP
Berdasarkan PP 32 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan seharusnya pemerintah daerah melaksanakan pelayanan tera/tera
ulang. Namun belum seluruh daerah memiliki unit kerja pelayanan metrologi
legal. Hal ini menunjukkan kurangnya komitmen Pemerintah dalam melaksanakan
undang-undang nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal untuk menjamin
kebenaran pengukuran dan kepastian hukum dalam pemakaian alat UTTP.
Dalam satu tahun, UPTD Provinsi hanya dapat melakukan
pelayanan antara 32- 48 hari untuk seluruh kabupaten kota yang ada di wilayah
kerjanya. Jangkauan pelayanan tera/tera ulang hanya 46,28% dari estimasi
populasi jumlah UTTP. Faktor yang menyebabkan kondisi tersebut, adalah
perencanaan yang kurang baik, anggaran yang terbatas, kurang optimalnya
prosedur pelayanan tera ulang di luar kantor (khususnya di pasar tradisional
yang belum pasar tertib ukur), kurangnya tenaga penera, kebijakan daerah kurang
mendukung pelaksanaan pelayanan, serta sarana dan prasarana yang belum memadai.
Dengan jangkauan yang hanya sekitar 46,28%, maka sebuah pasar hanya dapat
dilayani 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) tahun.
Sarana untuk pelayanan tera/tera ulang di daerah relatif
telah usang dan tidak mencukupi untuk melayani seluruh UTTP yang ada. Kondisi
tersebut menggambarkan kondisi sarana UPTD secara nasional. Sarana meliputi
gedung, peralatan, kendaraan operasional, dan standar ukuran. Setiap UPTD
provinsi minimal memerlukan 3 (tiga) set standar ukuran untuk pelayanan tera
ulang minimal yang tertelusur secara baik.
Berdasarkan analisis kapasitas Penera dibutuhkan jumlah
penera sebanyak 3.444 orang secara nasional. Kondisi saat ini jumlah penera
hanya sebesar 787 orang (22,9% dari kebutuhan tenaga penera). Jika tidak ada
upaya penambahan jumlah SDM metrologi legal, maka rasio ini akan semakin
menurun. Hambatan lain dalam menambah SDM penera adalah karena kesulitan
memperoleh SDM yang sesuai dengan kualifikasi metrologi legal (S1 Teknik).
Salah satu fungsi metrologi legal adalah pengawasan,
namun belum semua daerah memiliki tenaga pengawas, umumnya pelaksana pengawasan
dirangkap oleh penera. Hal ini mengakibatkan penegakan hukum di bidang
metrologi legal menjadi lemah. Selama ini pengawasan lebih fokus pada barang
beredar, bukan khusus untuk metrologi legal.
Berdasarkan data survey, biaya operasional tidak
mencukupi biaya pelayanan maksimal karena rendahnya prioritas pemerintah
daerah. Pemerintah daerah seharusnya memprioritaskan kegiatan pelayanan
tera/tera ulang karena kegiatan tersebut wajib dilaksanakan dalam rangka
perlindungan konsumen, bukan sebagai sumber PAD.
Estimasi kebutuhan biaya pelayanan luar kantor berkisar
antara Rp 19.500.000 – Rp 42.900.000 per kabupaten per tahun. Sehingga,
perkiraan kebutuhan biaya pelayanan nasional per tahun adalah antara Rp 9.964.500.000
hingga Rp 21.921.900.000. Kondisi ini belum memperhitungkan tambahan biaya
transpor untuk menjangkau pulau terluar atau daerah remote.
Untuk melakukan perencanaan pelayanan dan evaluasi
kinerja diperlukan data UTTP yang lengkap dan valid, namun UPTD pelaksana dan
satuan kerja yang menangani metrologi legal di daerah belum memiliki data
tersebut.
Penyuluhan tentang pentingnya tera/tera ulang kepada
pelaku usaha/pedagang jarang dilakukan, hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya
program penyuluhan yang rutin. Penyuluhan dilakukan hanya pada saat pelaksanaan
tera ulang di pasar tradisional yang menjadi tempat pelaksanaan tera ulang.
Rekomendasi Kebijakan
Mendorong daerah untuk membangun unit kerja yang
membidangi Metrologi Legal di daerah, sesuai amanat UU No. 2 tahun 1981 tentang
Metrologi Legal dan PP No. 32 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Meningkatkan sarana operasional UPTD seperti kendaraan,
kelengkapan peralatan, dan standar ukuran untuk pelayanan tera/tera ulang
minimal melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). 18. Meningkatkan jumlah SDM penera
melalui rekrutmen SDM kemetrologian yang intensif oleh Direktorat Metrologi
untuk ditempatkan di daerah. Program intensif dapat dilakukan dengan
memperhatikan tingkat pendidikan berbasis keterampilan (jenjang pendidikan D-1,
D-2 maupun D-3). Menambah kelas pendidikan dan pelatihan pada Pusat Pelatihan
Sumber Daya Manusia Kemetrologian (PPSDMK), dan membangun PPSDMK di tingkat
regional.
Memotivasi tenaga fungsional penera agar tidak pindah ke
unit kerja lain dengan meningkatkan tunjangan profesi. Menyusun peraturan
bersama antara Menteri Perdagangan dengan Menteri Dalam Negeri untuk mencegah
pemindahan/mutasi Penera dan PPNS-ML oleh kepala daerah ke unit lain tanpa ada
pengganti.
Membangun unit kerja pengawas kemetrologian khusus
ditingkat provinsi untuk mengawasi kegiatan kemetrologian di daerah. Untuk itu
diusulkan perlunya Peraturan Menteri Perdagangan tentang pedoman pengawasan
metrologi legal.
Mendorong koordinasi penggunaan (sharing) anggaran antara
Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengoptimalkan
jangkauan pelayanan.Mendorong UPTD dan BSML untuk melakukan pendataan UTTP yang beredar di
wilayah kerjanya. Data riil mengenai jumlah UTTP yang beredar di suatu wilayah
merupakan dasar bagi UPTD dalam rangka peningkatan Pelayanan tera dan tera
ulang di wilayahnya.
Melanjutkan program Pasar Tertib Ukur dan Daerah Tertib
Ukur, serta pembinaan dan penyuluhan oleh UPTD kepada pelaku usaha/pedagang dan
konsumen baik dalam bentuk sosialisasi, temu usaha, tayangan di media massa dan
elektronik secara berkelanjutan sebagai bentuk kampanye Gema Tertib Ukur
seperti “PASTI PAS”, Mulai dari “NOL”, dan pro-aktif dalam layanan pengaduan