UMKM memiliki peranan penting bagi perekonomian nasional, sebanyak lebih dari 90% pelaku usaha Indonesia merupakan UMKM dengan jumlah pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta unit usaha. UMKM memberikan kontribusi sebesar 61,07% terhadap PDB Indonesia di tahun 2018 dan menyerap tenaga kerja sebanyak 116,98 juta tenaga kerja Indonesia (Kemeterian Koperasi dan UKM & BPS, 2018). Dengan peran strategis yang dimiliki oleh UMKM terhadap perekonomian nasional, Pemerintah memberikan perhatian khusus bagi pemberdayaan UMKM serta upaya untuk mendorong globalisasi UMKM Indonesia melalui peningkatan ekspor yang menjadi kunci pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional masih relatif rendah, baru mencapai 14,4% dari total ekspor non migas nasional pada tahun 2018 (Kemeterian Koperasi dan UKM & BPS, 2018).
Sebagian besar sektor UMKM memiliki karakteristik yang informal (unit usaha dengan tidak adanya status badan hukum), belum adanya sistem pencatatan keuangan yang jelas serta dijalankan dengan modal dan penggunaan teknologi yang masih sederhana (Hasil Sensus Ekonomi, BPS). Kendala dan permasalahan yang dihadapi UMKM dalam meningkatkan perannya terhadap kinerja ekspor nasional antara lain:
a. Rendahnya daya saing produk karena tidak memenuhi standar, trend dan selera pasar, teknologi, kapasitas dan kontinuitas produksi serta tidak terjaminnyan ketersediaan bahan baku.
b. Kurangnya akses modal kerja dan tingginya biaya transaksi, kontrak, logistik, suku bunga kredit, serta biaya sertifikasi.
c. Kurangnya akses pemasaran karena lemahnya branding, kemasan produk, kurangnya kemitraan dengan usaha besar di luar negeri, belum menggunakan sistem digital/online, kurangnya akses informasi pasar, pameran dagang di luar negeri, kurangnya akses profiling calon pembeli di luar negeri serta kurangnya informasi terkait hambatan non tarif (seperti masalah karantina, safeguard).
d. Kurangnya kapasitas SDM yang kompeten karena kurangnya pengetahuan UKM/IKM mengenai regulasi dan prosedur ekspor, perpajakan, manajemen keuangan yang baik, konsolidator ekspor, informasi transaksi antar negara, distribusi dan logistik, serta kurangnya pemahaman legalitas pendirian usaha.
e. Rumitnya prosedur legalitas karena rumit dan lamanya proses perizinan serta terdapat perbedaan persyaratan di daerah.
f. Hambatan infrastruktur yaitu kurangnya pasokan listrik terutama untuk tekstil dan produk tekstil serta infrastruktur jalan yang kurang mendukung.
Sebagian besar UMKM yang belum berbadan hukum memberikan tantangan bagi Pemerintah dalam upaya melakukan pendataan dan pembinaan terhadap UMKM. Hal tersebut mengakibatkan belum adil dan meratanya akses UMKM terhadap program
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan, 2021 3
pendampingan ekspor yang difasilitasi Pemerintah. Berdasarkan hasil masukan yang diterima pada pelaksanaan FGD, sebagian UMKM menerima pendampingan ekspor dari Pemerintah berkali-kali, namun sebagian besar belum pernah menerima sama sekali.
Pemerintah terus berupaya untuk memberikan kemudahan, perlindungan serta pemberdayaan kepada para UMKM, salah satunya dengan diterbitkan PP No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Pengelolaan Terpadu dan Fasilitasi yang diberikan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Menurut PP No. 7 Tahun 2021 antara lain meliputi pendirian/legalisasi, pembiayaan, penyediaan bahan baku, proses produksi, kurasi dan pemasaran produk. Program pembinaan dan pendampingan UMKM saat ini masih berjalan secara sporadis dan tersebar di 22 Kementerian dan Lembaga (K/L).
Data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data primer yang diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada para pelaku UMKM Indonesia. Metode penyebaran kuesioner dilakukan melalui random sampling. Diseminasi atau penyebaran kuesioner dilakukan ke seluruh Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang ada ada di Pemerintah Daerah, Asosiasi Pelaku Usaha serta Perwakilan Perdagangan Republik Indonesia (RI) baik Atase Perdagangan (Atdag) dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) yang ada di luar negeri. Jumlah responden yang diperoleh dan akan dianalisis lebih lanjut dalam analisis ini sebanyak 802 (delapan ratus dua) responden pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Berdasarkan kategori UMKM, sebagian besar UMKM yang menjadi responden merupakan unit usaha mikro yang berjumlah 704 responden, dari 704 responden tersebut sebanyak 139 responden unit usaha mikro menyatakan pernah melakukan ekspor. Responden yang memiliki unit usaha kecil berjumlah 71 responden dimana sebanyak 43 responden pernah melakukan ekspor. Lebih lanjut, responden yang termasuk dalam kategori unit usaha menengah berjumlah 27 responden, sebanyak 22 responden unit usaha menengah pernah melakukan ekspor. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa semakin besar modal yang dimiliki oleh unit usaha maka semakin memperbesar peluang untuk melakukan ekspor.
Berdasarkan hasil uji parsial regresi logistik diperoleh kesimpulan bahwa terdapat 2 (dua) variabel prediktor yang berpengaruh signifikan pada tingkat signifikansi 5% terhadap kinerja ekspor UMKM yaitu pengetahuan dan keterampilan ekspor UMKM (knowledge and skill) dan variabel keinginan untuk ekspor (export stimuli). Kedua variabel tersebut memiliki nilai p-value < 5%. Dengan demikian, faktor utama yang menentukan keberhasilan UMKM untuk melakukan ekspor adalah faktor pengetahuan dan keterampilan ekspor UMKM (knowledge and skill) dan keinginan untuk ekspor
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan, 2021 4
(export stimuli). Berdasarkan hasil tersebut, maka faktor yang lebih berpengaruh terhadao kinerja ekspor UMKM berasal dari faktor internal UMKM.
Dengan melakukan irisan produk unggulan ekspor UMKM yang diperoleh dari data sekunder yang disampaikan oleh Ditjen. PEN, Kemendag RI dan data primer hasil kuesioner, maka produk unggulan ekspor UMKM yang akan menjadi fokus dalam analisis ini untuk ditingkatkan ekspornya antara lain: produk makanan dan minuman olahan, produk kerajinan (fokus pada kerajinan berbahan baku kayu), furnitur dan home décor, fashion dan aksesoris, dan produk pertanian seperti kopi, teh dan rempah-rempah. Lebih lanjut, untuk mengetahui program dan pendampingan yang diharapkan oleh UMKM untuk dapat meningkatkan ekspor, analisis ini menggunakan metode IPA. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh bahwa dari 15 atribut yang diuji, keseluruhan atribut memiliki nilai gap negatif dimana tingkat kepentingan (importance) lebih tinggi dibandingkan tingkat kinerja (performance). Hal tersebut mengindikasikan adanya ketidakpuasan dari penerima layanan dalam hal ini pelaku UMKM Indonesia. Sementara itu, atribut yang diprioritaskan dan menjadi fokus perbaikan program pendampingan dan pembinaan UMKM oleh Pemerintah adalah atribut atau program yang memilki tingkat kepentingan yang tinggi antara lain:
a. Pelatihan tata cara prosedur ekspor
b. Pendampingan Izin Usaha dan sertifikasi produk
c. Pelatihan Label, design dan kemasan
d. Pendampingan pembuatan website dan digital promosi
e. Fasilitasi partisipasi promosi dan pameran dagang
f. Pendampingan penyusunan strategi dan rencana ekspor
g. Pembelajaran ekspor dari perusahaan lain
h. Pendampingan penyusunan materi promosi dan bahasa asing
i. Workshop pemahaman pasar, praktik bisnis dan negosiasi.