ANALISIS
RANTAI PASOK JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN TERNAK
Kebutuhan jagung untuk pakan seharusnya dapat dipenuhi
dari produksi dalam negeri. Pada kenyataannya, pabrik pakan kesulitan
mendapatkan jagung yang sesuai kriteria dan ada indikasi terjadinya penguasaan
jagung pada simpul tertentu pada rantai pasok. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis kondisi rantai pasok jagung untuk pakan; menganalisis
kinerja rantai pasok jagung untuk pakan; dan merumuskan rekomendasi kebijakan
untuk memperbaiki rantai pasok jagung dengan kerangka Food Supply Chain Network
dan efisiensi kinerja rantai pasok. Hasil analisis menunjukkan bahwa kondisi
rantai pasok jagung di wilayah penelitian (Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur)
secara umum masih belum berjalan dengan baik. Namun demikian, kinerja rantai
pasok di daerah survey secara umum menunjukkan kinerja yang relatif cukup
optimal dengan beberapa variasi di dalamnya.
Peningkatan permintaan jagung untuk pakan yang terjadi
pada tahun 80-an hingga tahun 2000-an tidak dapat diantisipasi dengan baik oleh
pemerintah sehingga menimbulkan banyak masalah sosial ekonomi. Kondisi ini
terjadi karena pertumbuhan jagung untuk pakan jauh lebih cepat dibandingkan
produksi jagung dalam negeri (Yusdja dan Adang, 2003). Untuk memenuhi kebutuhan
jagung, industri pakan mengimpor jagung dari berbagai negara seperti Cina,
Argentina dan Amerika Serikat. Jika melihat beberapa data jagung terbaru,
kondisi pasar jagung saat ini kurang lebih sama dengan kondisi tahun 80-an
hingga tahun 2000-an sebagaimana disampaikan dalam Yusdja dan Adang (2003).
Walaupun produksi jagung nasional selalu mengalami peningkatan, dimana data
terbaru menunjukkan bahwa tahun 2015 produksi jagung naik sebesar 4,34 persen,
tetapi tidak membuat kebutuhan jagung impor menurun. Data impor jagung (HS
1005.90.90.00) Januari – Oktober 2015 mencapai 2.811.686 ton, naik sebesar 8.07
persen dibanding periode yang sama tahun 2014
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat satu
permasalahan umum yang akan dianalisis yakni terkait dengan data yang
menunjukkan bahwa jumlah produksi jagung lokal lebih besar daripada kebutuhan
industri pakan, sehingga ada potensi besar bagi jagung lokal untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku pakan. Namun, pada kenyataanya, impor jagung masih
diperlukan.
Kondisi rantai pasok jagung di wilayah penelitian (NTT
dan Jawa Timur) secara umum masih belum berjalan dengan baik. Kondisi rantai
pasok berdasarkan analisis FSCN dapat disimpulkan: a. Sasaran pasar memiliki
target yang jelas namun terdapat permasalahan pengembangan komoditas jagung
khususnya dalam peningkatan produktivitas dan kwalitas jagung untuk bahan baku
pakan ternak; b. Struktur rantai pasok menunjukkan bahwa ada ketergantungan
dalam setiap elemen rantai pasok untuk bekerjasama dalam pemasaran komoditas
jagung. Struktur rantai pasok juga menunjukkan karakteristik jumlah pelakunya
yang semakin mengerucut (sedikit) pada tingkat elemen rantai pasok yang
berhubungan dengan konsumen akhir; c. Penerapan manajemen dan jaringan dalam
rantai pasok belum berjalan dengan baik, salah satunya dapat dilihat
kesepakatan kontraktual antar lembaga pemasaran yang dilakukan tanpa perjanjian
tertulis khususnya pada elemen rantai pasok di hulu; d. Pada sumberdaya rantai
pasok ditemukan fakta bahwa pada tingkat on farm modal masih menjadi kendala
utama bagi petani. Pada tingkat off farm, PD dan koperasi juga terkendala
masalah permodalan dalam meningkatkan kwalitas jagung yang sesuai spesifikasi
pabrik pakan ternak; e. Proses bisnis rantai pasok terkendala karena pada
aliran produk jagung dari petani hingga PB belum terintegrasi dengan baik.
Selain itu, aliran informasi khususnya informasi ketersediaan jagung tidakdapat dihitung
dengan baik di tingkat PD dan PK. Kondisi ini menyebabkan waktu pengiriman
ataupun kebutuhan jagung untuk kebutuhan pakan ternak tidak bisa diprediksi
dengan baik.
Kinerja rantai pasok di daerah survey yang dianalisis
menggunakan analisis marjin pemasaran, farmer’s share, dan B/C rasio secara
umum menunjukkan kinerja yang relatif cukup optimal dengan beberapa variasi di
dalamnya. a. Range marjin pemasaran yang terbentuk di daerah penelitian
menunjukkan nilai yang bervariasi dengan range antara Rp. 350 – Rp.1500. Nilai
marjin yang terbentuk secara umum mengindikasikan panjang rantai pasok yang
terbentuk. Semakin pendek rantai pasok yang terbentuk maka semakin rendah nilai
marjin pemasaran yang terbentuk dan sebaliknya; b. Nilai farmer’s share di NTT
secara umum lebih rendah (68,8% – 77,8%) dibandingkan nilai farmer’s share di
Jawa Timur (81,25% - 87,5%). Secara umum nilai farmer’s share juga memiliki
kecenderungan yang sama dengan nilai marjin pemasaran. Semakin panjang rantai
pasok yang terbentuk maka semakin rendah nilai farmer’s share nya; c. Nilai B/C
rasio di dua daerah survey menunjukkan nilai yang bervariasi dengan range
antara 1 – 4,3. Hasil yang terbentuk secara umum menunjukkan bahwa sistem
rantai pasok jagung menunjukkan kinerja yang menguntungkan bagi masing-masing
pelaku di dalamnya. Hasil analisis B/C rasio juga menunjukkan hasil bahwa di
NTT, PK mengambil keuntungan perdagangan paling tinggi dan di Jawa Timur PB
memiliki keuntungan perdagangan paling tinggi dibandingkan elemen rantai pasok
lainnya
Perlu dukungan pemerintah di sisi penanganan pasca panen jagung
melalui pemberian fasilitas Silo dan Pengering. Fasilitas tersebut sebaiknya
diberikan kepada Pengepul Kecamatan (PK) yang dinilai sudah memenuhi economic
scale untuk pemanfaatan Silo dan Pengering.
Perlu upaya penguatan infrastruktur Perum BULOG yaitu
Silo dan Pengering baik yang dibangun sendiri maupun melalui kerjasama dengan
pihak lain. Upaya tersebut dilakukan dalam upaya mendukung Perum BULOG yang
ditunjuk pemerintah sebagai importir jagung untuk pakan ternak dan salah satu
lembaga yang akan menyerap jagung dari produsen terutama pada saat panen raya.
Perlu upaya pembinaan sumber daya rantai pasok pada
Gapoktan dan atau Koperasi khususnya terkait dengan penguatan permodalan dan
tata kelola komoditas jagung sehingga dapat menghasilkan jagung yang dapat
dimanfaatkan untuk bahan baku pakan ternak;
Perlu
pembinaan dan pengawasan Gapoktan dan atau Koperasi dalam rangka menjaga
keberlangsungan kegiatan mereka. Dukungan pemerintah juga terkait dengan
peningkatan profesionalisme dalam rangka memperkuat manajemen rantai dan
jaringan pemasaran komoditi jagung khususnya untuk bahan baku pakan ternak;
Subsistem distribusi jagung yang selama ini tidak menjadi
prioritas pengawasan pemerintah, untuk selanjutnya diharapkan menjadi objek
kebijakan pemerintah. Sehingga kebijakan selama ini yang lebih menyasar ke hulu
diharapkan dapat diimbangi dengan kebijakan pemerintah yang juga melihat pada
sistem distribusi jagung khususnya pada jagung untuk bahan baku pakan ternak