Asia Pacific Free Trade
Agreement (FTA-AP) Bagi Indonesia
Asia-Pacific
Economic Cooperation (APEC) adalah forum kerja sama antar 21 negara yang
berdiri tahun 1989, yang bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraan di Asia Pasifik. Maraknya perjanjian perdagangan di
kawasasan Asia Pasifik membuat APEC mulai mencari bentuk liberalisasi
perdagangan di kawasan Asia Pasifik yang mendalam dan komprehensif. Pada
pertemuan para pemimpin APEC di Santiago, Chili, pada tahun 2004, disepakati
untuk dilakukan kajian kelayakan (feasibility
study) pembentukan Free Trade
Agreement-Asia Pasific (FTA-AP). Tindak lanjut kesepakatan
tersebut, APEC telah memprakarsai kajian awal mengenai kemungkinan pembentukan
FTA-AP.
Analisis ini bertujuan untuk menganalisis dampak FTA-AP
bagi Indonesia dan menganalisis determinan kinerja ekspor produk unggulan
Indonesia dalam kerangka FTA-AP dengan menggunakan analisis CGE dengan model
GTAP dan model gravity.
Hasil simulasi menunjukkan pemotongan tarif sebesar 50%
berdampak pada peningkatan kesejahteraan seluruh negara dalam FTA-AP kecuali
Amerika Serikat dan jika dilakukan full liberalisasi, peningkatan kesejahteraan
terjadi pada semua negara kecuali Peru dan rest
of the world (ROW). Indonesia memperoleh dampak peningkatan kesejahteraan
pada saat trejadi full liberalisasi. Neraca perdagangan Indonesia mengalami
peningkatan ketika simulasi full liberalisasi. Penurunan tarif 50% memberikan
dampak negatif pada neraca perdagangan Indonesia. Liberalisasi perdagangan
memberikan dampak positif pada GDP riil Indonesia. Hanya 12 sektor yang
mengalami peningkatan pada saat penurunan tarif 50% adalah paddy rice, oil seeds, plant based fibers. crops, wool silk worm and
cocoons, fishing, vegetable oil and fats, processed rice, food products,
electronic equipment, machinery and equipment dan manufactures. Hal ini
mengimplikasikan masih banyaknya sektor-sektor di Indonesia yang membutuhkan
proteksi dibandingkan ketika liberalisasi.
Kerjasama lingkup FTA-AP harus disikapi dengan benar oleh
pemangku kebijakan agar tidak merugikan kepentingan nasional, tidak hanya
menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi produk dari negara-negara di Asia
Pasifik yang tergabung dalam FTA-AP. Namun patut disadari juga apabila
Indonesia berada di luar FTA-AP, maka Indonesia akan kehilangan pangsa ekspor
yang sedemikian besar mengingat pangsa ekspor Indonesia untuk negara FTA-AP
sekitar 75 % dari total ekspor Indonesia.
Menyikapi posisi Indonesia dalam FTA-AP, terdapat dua
kemungkinan yaitu:
1.Jika
Indonesia bergabung dalam FTA-AP: Peningkatan daya saing mutlak harus dilakukan; penurunan tarif maupun liberalisasi
lebih diutamakan untuk sektor-sektor yang merupakan bahan baku penolong dan
barang modal; sektor yang dapat
diprioritaskan dalam penurunan tarif adalah paddy
rice, oil seeds, plant-based
fibers, crops, wool silk wortn and C000011S, fishing,
vegetable oil and fats, processed rice, food products, electronic equiptnent,
tnachinety and equipment dan manufactures; sektor yang
dapat diprioritaskan apabila full liberalisasi adalah oil seeds, coal,
vegetable oil and fats, beveragev and tobbaco products, textile dan wearing
apparel; Indonesia dapat memanfaatkan investasi
yang masuk dari negara-negara di kawasan Asia Pasifik; pemerintah perlu melakukan fasilitasi
perdagangan berupa harmonisasi standar regulasi dan persyaratan ekspor yang
dikenakan oleh negara-negara di Asia Pasifik untuk meningkatkan kinerja
perdagangan Indonesia;
dan harga yang
kompetitif untuk
meningkatkan daya saing ekspor.
2.Jika
Indonesia tidak bergabung dalam FTA-AP,Indonesia
harus mengoptimalkan kerjasama perdagangan yangtelah ada dan yang sedang
dinegosiasikan,
karena: Indonesia
akan kehilangan pangsa ekspor yang sedemikian besar; Indonesia hanya menjadi target pasar
bagi negara-negara besar di kawasan Asia Pasifik; Indonesia sulit untuk masuk ke pasar negara-negara yang
tergabung dalam FTA-AP;
Indonesia
tidak akan memperoleh gain from trade dari
FTA-AP; Beberapa gain frorn trade lainnya yang tidak akan
diperoleh Indonesia adalah terkait masuknya investasi asing atau arus modal
akan berkurang, tidak ada alih teknologi dan manfaat lainnya yang tidak terukur
seperti upaya untuk meningkatkan kualitas produk maupun meningkatnya persaingan
karena tidak ada kompetisi dalam pasar sehingga daya beli masyarakat akan
menurun karena masyarakat tidak memiliki banyak pilihan (variasi produknya
terbatas).