Berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia dari
hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia semakin
meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Tercatat pada tahun 2010 jumlah
penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa, angka ini terus meningkat hingga
265 juta jiwa pada tahun 2018. Adanya peningkatan pada jumlah penduduk tentunya
berhubungan positif dengan ukuran pasar dan jumlah pengguna internet. Menurut
data survei APJII, pengguna internet di Indonesia pada 2017 telah mencapai
143,26 juta jiwa dengan penetrasi sebesar 54,68% dari total populasidengan
komposisi terbesar pada usia produktif yakni 49,52% (19-34 tahun) dan 29,55%
(35-54 tahun) (Sumber:Kemkominfo). Pengakses internet pada tahun 2017 tumbuh
7,9% dari tahun sebelumnya dan tumbuh lebih dari 600% dalam 10 tahun terakhir
(Katadata, 2018). Menurut Bank Macquarie, pasar Indonesia tumbuh 60-70%
per-tahun sejak 2014 dan diperkiraan akan berkembang dari US$ 8 milyar pada
2016 hingga US$ 60 miliar pada 2020. Pada tahun 2017 investasi dana asing pada
sektor e-commerce mencapai US$ 4,8 milyar.Menurut Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM), investasi di sektor e-commerce berkembang sangat positif dengan
indikasi mulai bermunculannya perusahaanperusahaan e–commerce seperti Lazada,
Tokopedia, Blibli, Bhineka, Matahari Mall, dan lain-lain. Disusul oleh
perusahaan-perusahaan yang mulai terjun ke dunia e-commerce seperti perusahaan
Lotte Group dan Salim Group yang bersatu untuk meluncurkan iLotte, sebagai mall
online. Dengan data-data tersebut menunjukkan bahwa sektor e-commerce menjadi
sektor yang strategis untuk dikembangkan ditahun 2018. Sektor ini dianggap
mampu berkontribusi Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan, 2018 7 untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bahkan studi McKinsey memprediksi
bahwa pada tahun 2020, potensi ekonomi digital Indonesia akan mencapai USD 150
miliar terhadap PDB. Peraturan terkait dengan e-commerce khususnya Transaksi
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (TPMSE) saat ini masih akan disempurnakan
dan menunggu disahkan oleh presiden dalam draf Rancangan Peraturan Pemerintah
TPMSE. Sampai saat ini peraturan yang mengatur tentang e-commerce ada pada
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan pasal 65 & 66
tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Undang – Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.Sayangnya,
peraturan-peraturan tersebut hanya mengatur e-commerce secara umum dan tidak
merinci
Pemerintah memiliki peran yang strategis dalam
mendorong peningkatan perdagangan produk lokal melalui platform e-commerce.
Studi ini lebih memfokuskan pada upaya peningkatan penetrasi produk melalui
marketplace. Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan di wilayah Yogyakarta,
terdapat beberapa masukan dari para UMKM dan marketplace terkait upaya apa yang
harus dilakukan pemerintah guna mendorong pemanfaatan e-commerce dalam
perdagangan produk lokal.
Kebijakan yang dapat dilakukan Pemerintah
untuk meningkatkan perdagangan produk lokal di marketplace adalah sebagai
berikut: a) Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saat ini sedang
menggodok skema perpajakan bagi pelaku usaha digital startup dan industri
e-commerce di dalam negeri, dalam hal ini marketplace menilai perlu adanya
perlakuan yang adil dalam hal pengenaan pajak antara pemain lokal dan asing
dalam platform e-commerce. b) Selain itu, dalam hal melindungi produk lokal
dari membanjirnya produk impor sekaligus perlindungan terhadap konsumen, maka
perlu diatur agar marketplace tidak boleh mempromosikan dan menjual barang
impor apabila belum ada izin edar dari instansi terkait di Indonesia seperti
ijin Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Ijin Kementerian Kesehatan,
produk halal, dan info produk/label dalam Bahasa Indonesia. Selain itu, perlu
pengawasan yang lebih ketat terhadap produk impor yang diperjualbelikan di
marketplace sebagaimana pengawasan terhadap produk yang dijual secara offline.
Berdasarkan hasil analisis dan hasil temuan
lapang, maka disimpulkan bahwa: a. Faktor atau penyebab utama masih rendahnya
pemanfaatan e-commerce oleh UMKM adalah minimnya pengetahuan UMKM mengenai
marketplace dan kemampuan UMKM dalam membaca peluang/kebutuhan pasar. b. Perlu
didorong dan ditingkatkan pemanfaatan e-commerce untuk produk lokal dengan
melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap produk impor. c. Pemerintah,
pelaku e-commerce (asosiasi marketplace) dan komunitas telah melakukan
sosialisasi dan program pembinaan serta pelatihan kepada para UMKM namun
jangkauan program tersebut masih terbatas. Oleh karena itu pemerintah perlu
membuat program pelatihan yang lebih intensif bagi UMKM mengenai marketplace,
sistem pemasaran online, teknik membaca peluang pasar, teknik pengemasan
(packaging) yang lebih komprehensif dan diselenggarakan secara berjenjang.
Dalam hal kemudahan mengakses dan memanfaatkan aplikasi pemasaran online,
pemerintah dapat menghimbau kepada marketplace agar membuat fitur-fitur yang
sederhana sehingga lebih mudah dipahami dan digunakan/diaplikasikan oleh UMKM.
e) Adanya dukungan tenaga khusus pemasaran bagi produk UMKM melalui sarana
marketplace yang dibangun khusus oleh pemerintah dan terintegrasi atau
terkoneksi dengan sistem pemasaran luar negeri. f) Perlu dikembangkan model
incubator bisnis yang tidak hanya berfungsi sebagai pengembang usaha baru
melalui dukungan penyediaan sarana dan prasarana serta manajemen dan teknologi
melainkan juga berfungsi sebagai laboratorium bisnis yang terintegrasi dengan
sistem pelatihan, mentorship, serta akses terhadap pembiayaan dan pemasaran. g)
Selain itu pemerintah perlu menggalakkan penggunaan produk UMKM lokal dengan
melakukan promosi atau iklan secara intensif melalui media komunikasi dan elektronik
sehingga konsumen lebih mengapresiasi produk lokal. Selain usulan kebijakan di
atas, berdasarkan masukan dari stakeholder terkait, insentif yang dapat
diusulkan adalah: a) Pemberian insentif berupa keringanan atau penundaan pajak
(tax holiday) bagi marketplace yang khusus menjual produkproduk lokal maupun
marketplace yang menjual produk lokal dengan pangsa 60 persen atau lebih. b)
Pemberian kemudahan terhadap akses permodalan dengan memberikan suku bunga
rendah (dibawah 6 persen) bagi pelaku Puska Dagri, BPPP, Kementerian
Perdagangan, 2018 46 baru (startup) di bidang e-commerce lokal yang berskala
kecil dan menengah. c) Kemudahan pengiriman untuk konsumen di luar negeri dan
subsidi ongkos kirim dengan menggunakan perusahaan jasa logistik milik pemerintah
(mis: PT.Pos Indonesia).
Berdasarkan hasil kesimpulan, maka
direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: a. Pemerintah khususnya Kementerian
Perdagangan dapat membantu memfasilitasi UMKM dalam hal pemasaran melalui
pembangunan sarana marketplace yang terintegrasi atau terkoneksi dengan
perwakilan perdagangan di luar negeri. b. Perlu dikembangkan model incubator
bisnis yang tidak hanya berfungsi sebagai pengembang usaha baru melalui
dukungan penyediaan prasarana dan sarana serta manajemen dan teknologi melainkan
juga terintegrasi 48 dengan sistem pelatihan, mentorship, serta akses terhadap
pembiayaan dan pemasaran. c. Perlu adanya insentif bagi pelaku e-commerce dalam
hal insentif pajak, kemudahan akses permodalan dengan suku bunga rendah
(terutama bagi startup), dan subsidi ongkos kirim dengan menggunakan perusahaan
jasa logistik milik pemerintah khususnya untuk daerah 3T (tertinggal, terdepan
dan terluar