ANALISIS
KESIAPAN SISTEM RESI GUDANG DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN
Sejak berdirinya Negara Republik Indonesia, UUD 1945
telah mengamanatkan bahwa negara wajib menjalankan kedaulatan pangan dan
mengupayakan terpenuhinya kebutuhan pangan bagi penduduk. Namun demikian, impor
dan harga bahan pangan pokok setiap tahun semakin meningkat. Salah satu
instrumen Kementerian Perdagangan untuk mendukung ketahanan pangan adalah
dengan menjalankan pasar lelang dan Sistem Resi Gudang (SRG). Studi ini
meneliti mengenai kesiapan SRG dalam mendukung ketahanan pangan dengan
menggunakan unsur-unsur penilaian yang ada dalam analisis System Readiness
Level (SRL) dan Technological Readiness Level (TRL). Hasil studi menunjukkan
bahwa dari sisi sistem, analisis menemukan bahwa SRG sesungguhnya sudah siap
dilaksanakan, dan ditemukan tanda-tanda bahwa pelaksanaan SRG dapat
ditransmisikan kepada ketahanan pangan, baik pada tingkat rumah tangga, daerah,
hingga nasional, dengan beberapa catatan. Keterbatasan kapasitas gudang membuat
jumlah pembentukan stok-nya relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan
volume pasokan-permintaan daerah secara keseluruhan.
Dari tahun 2008 hingga Maret 2014, dari 10 komoditi yang
dapat diresigudangkan, hanya sebanyak 5 komoditi (50%) yang telah
diresigudangkan antara lain gabah, beras, jagung, kopi dan rumput laut. Jumlah
resi gudang yang telah diterbitkan sebanyak1.296 resi dengan total
volume komoditi sebanyak 55.348 ton yang terdiri dari 45.918 ton gabah, 4.632
ton beras, 4.356 ton jagung, 20 ton kopi dan 420 ton rumput laut. Nilai dari
seluruh komoditi tersebut setara dengan Rp. 271,88 milyar. Dari total Resi
Gudang yang diterbitkan oleh SRG sebanyak 1.061 resi atau setara Rp. 164,09
milyar diagunkan ke lembaga perbankan atau sekitar 70% dari nilai resi gudang
yang diagunkan.
Jika melihat dari segi perbandingan antara jumlah petani
Indonesia dengan menggunakan SRG maka akan terlihat masih tercipta ruang luas
bagi peningkatan dan pemanfaatan SRG bagi petani di Indonesia, baik untuk
peningkatan kesejahteraan petani maupun bagi peningkatan stok pangan nasional.
Dengan keinginan kuat dari pemerintah dalam hal menguatkan peran dan fungsi SRG
bagi kepentingan ketahanan pangan nasional dan semakin meningkatnya penggunaan
SRG dikalangan petani dan kelompok petani terutama untuk komoditi pangan pokok,
beras dan gabah diharapkan pelaksanaan SRG dapat semakin membantu pemerintah
dalam mewujudkan cita-cita dalam mewujudkan ketahanan pangan
Tinjauan pada pelaksanaan sistem resi gudang di lapangan
menunjukkan besarnya potensi instrumen ini dalam mendukung amanat undang-undang
pangan, maupun Nawacita Pemerintah dalam ketahanan pangan. Pengamatan pada
daerah yang berhasil melaksanakan mekanismenya menunjukkan instrumen Resi
Gudang terbukti dapat dimanfaatkan petani sesuai harapan. Dampak terhadap ketahanan pangan baru pada tingkat rumah tangga petani,
dan belum mencakup tingkatan daerah atau nasional. Dari 4 (empat) tahapan
pembentukan sistem (PersiapanPenumbuhan-Pengembangan-Kemandirian), Sistem Resi
Gudang secara umum sudah berada dalam tahapan Pengembangan. Sistem ini telah
mengembangkan dan menerapkan teknologi yang relatif sederhana namun mampu
mengintegrasikan pemangku kepentingan utama (pengelola gudang, petani pemegang
resi, bank penyedia kredit, dan pengawas) secara cepat dan efisien, serta
memberikan kesempatan untuk melakukan monitoring/ pengawasan yang efektif;
Sistem ini dapat diajarkan/disampaikan kepada pemangku kepentingan lokal;
Lembaga-lembaga yang dibutuhkan untuk mewadahi sistem telah ada/ dapat dibentuk
menggunakan sumberdaya yang ada di lokal; Sistem ini dapat diterima oleh
pemangku kepentingan lokal dengan resistensi yang rendah sepanjang sosialisasi
dilakukan secara baik.
Kajian menemukan bahwa instrumen berhasil meningkatkan
penerimaan petani pengguna sebesar antara 16% hingga 25%,dibandingkan dengan
petani bukan pengguna pada masa panen yang sama. Karena hampir seluruh petani
daerah survey bertindak sebagai petani net-seller (memproduksi padi dan
menjualnya untuk kemudian digunakan untuk konsumsi) maka peningkatan pendapatan
ini diasumsikan akan mendukung kemampuan rumah tangga petani pengguna untuk
menyediakan kebutuhan pangan yang lebih baik. Dengan demikian, dari sisi
ketahanan pangan rumah tangga, sistem ini terbukti berhasil.
Instrumen juga tampak memberikan motivasi kepada petani
pengguna untuk terus berproduksi, bahkan mulai berani melakukan penanaman
varietas baru yang unggul/berbeda untuk memperoleh potensi peningkatan
penerimaan dan diversifikasi produk (Pandan Wangi-Cianjur). Hal ini menunjukkan
dukungan sistem terhadap potensi peningkatan ketersediaan stok gabah daerah.
Disamping itu, karena tercatat dan dapat diakses secara online, maka keberadaan
stok di gudang SRG dapat terdeteksi secara cepat. Hal ini dapat meningkatkan
kualitas monitoring dan perencanaan pangan daerah sehingga meningkatkan unsur
ketersediaan, distribusi, dan stabilitas pangan daerah, yang berarti berpotensi
meningkatkan ketahanan pangan daerah.
Kendati demikian, sistem ini masih dilaksanakan dalam
kapasitas yang terbatas, dimana keterbatasan kapasitas gudang membuat jumlah
pembentukan stok-nya relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan volume
pasokan-permintaan daerah secara keseluruhan (hanya meliputi sekitar 0,5%). Kapasitas
gudang yang 1000 ton hanya setara dengan sekitar 1,9% hingga 3,8% kapasitas
gudang Bulog yang ada di daerah yang sama. Hal ini mengakibatkan sistem belum
memberikan dampak yang signifikan terhadap pembentukan stok gabah kering
giling, maupun terhadap variansi harga daerah. Namun jika memperhatikan
dampaknya pada penerimaan petani, motivasi petani untuk berproduksi, dan
ketersediaan informasi stok gabahdi gudang secara cepat dan real time, maka
diyakini bahwa jika skala sistem diperbesar/dilaksanakan secara masif, maka
sistem dapat mempengaruhi ketahanan pangan daerah, atau bahkan nasional.
Diskusi dengan pihak Dinas Perdagangan menunjukkan jika sistem mampu
mengakumulasi stok sebesar sepertiga dari kapasitas gudang Bulog di daerah maka
dampak stok gabah SRG akan mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
ketersediaan dan harga gabah daerah.
Minat petani untuk memanfaatkan resi gudang di daerah
yang telah melaksanakan SRG sangatlah tinggi. Hal ini tercermin dari data 3
(tiga) tahun terakhir (2011-2014) dimana jumlah gabah yang disimpan di gudang
SRG meningkat rata-rata sebesar 67,0% per tahun, jumlah resi yang dikeluarkan
meningkat ratarata sebesar 34,2% per tahun, dan nilai pembiayaan yang diberikan
oleh bank tumbuh sebesar rata-rata 90,7% per tahun. Sama seperti kapasitasnya,
bagi perbankan nilai kredit yang disalurkan melalui SRG masih sangatlah kecil,
baru berkisar antara 0,14% hingga 1,05% dari total kredit yang dikelola oleh
cabang pelaksana pelayanan. Kendati demikian, jumlahnya yang terus meningkat,
nilai non-performing loan (NPL) nya yang 0%, sistem yang sederhana (tidak
memerlukan penilaian yang rumit), dan membuka potensi untuk perluasan layanan
perbankan kepada segmen petani membuat bank pelaksana tetap berkomitmen untuk
melayani SRG.
Waktu penyelesaian akad dan pengeluaran resi gudang oleh
pengelola gudang berkisar antara 30 menit hingga 2 jam, tergantung dari
kelengkapan data-data yang dibutuhkan, hasil uji mutu, dan kualitas koneksi
internet ke Pusat Registrasi. Sedangkan waktu pencairan dana di bank adalah
antara 30 menit hingga 1 (satu) hari, tergantung dari kelengkapan data dan
persyaratan yang dibutuhkan, termasuk verifikasi data ke Pusat Registrasi
(koneksi internet), kepemilikan rekening tabungan, danpersyaratan lain yang dibutuhkan
sesuai ketentuan bank pelaksana.
Beberapa petani pengguna menyatakan bahwa mereka mulai
dapat tidak terlalu bergantung kepada tengkulak dalam mencari modal usaha dan
memasarkan hasil produksi. Hal ini, meskipun baru awal dan belum dapat ditelusuri
besaran dampaknya terhadap jalur distribusi, namun diyakini dapat membentuk
sistem saluran distribusi yang lebih efisien dan pendek bagi komoditas gabah di
daerah yang telah melaksanakan SRG secara maju di masa depan. Namun potensi
konflik dan masuknya tengkulak memanfaatkan SRG untuk motif rente juga perlu
menjadi perhatian.
Persamaan utama antara kedua daerah survey adalah adanya
dukungan dan komitmen yang kuat dari pemerintah daerah (Kepala daerah dan
Kepala dinas perdagangan) terhadap pelaksanaan sistem dan sosialisasi kepada
pemangku kepentingan. Sedangkan pihak yang paling berperan dalam keberhasilan
sistem adalah Pengelola Gudang yang aktif, berjiwa wirausaha, dan mengenal baik
petani.
Keterbatasan kapasitas gudang penyimpanan membuat pengelola
gudang acap terpaksa menolak petani/ kelompok tani yang berniat menyimpan,
terutama pada masa panen raya. Keterbatasan ini juga membuat pengelola gudang
ragu untuk melakukan sosialisasi SRG yang lebih luas. Keterbatasan kemampuan
pengelola gudang untuk menata karung gabah di dalam gudang. Jumlah gabah yang
dapat ditampung dalam gudang amat tergantung pada kemampuan pengelola untuk
menata tumpukan karung gabah secara rapih. Apalagi komoditi harus disimpan
secara terpisah baik menurut pemilik maupun varietas, akibatnya pada daerah
dengan varietas padi yang beragam (Seperti di Barito Kuala), kapasitas gudang
menjadi berpotensi tidak dapat dimanfaatkan secara optimalkarena ruang lantai akan
terbagi untuk varietas yang banyak. Disini ketrampilan penyusunan menjadi makin
penting lagi. Di Barito Kuala, gudang telah menjadi “penuh” ketika barang baru
masuk sekitar 450 ton (dari kapasitas 1000 ton). Pengelola belum bisa
memanfaatkan ketinggian gudang secara maksimal.
Kualitas koneksi internet yang buruk mempengaruhi
kelancaran pengadministrasian transaksi resi gudang dan kredit oleh perbankan.
Perubahan dan rotasi karyawan “menyisakan” petugas pengganti dengan pengetahuan
dan pemahaman yang kurang. Tidak konsistennya komitmen pemerintah daerah untuk
memfasilitasi SRG secara terus menerus, Keterbatasan SDM di daerah dan
anggaran, serta Belum dilaksanakannya strategi pengembangan/ sosialisasi SRG
yang melibatkan pemangku kepentingan secara terintegrasi. 20.Sedangkan jika
dilihat dari kesiapan teknikalnya, hambatan yang teridentifikasi terutama
berasal dari sisi SDM yaitu: (1) belum adanya sistem pengembangan SDM pengelola
gudang dan pelaksana di bank pelaksana yang berkelanjutan, (2) belum adanya
insentif bagi SDM, serta (3) pemahaman/ kesiapan petani untuk mengikuti SRG.
Sedangkan dari sisi Manajemen, tampak bahwa perencanaan dan pengawasan
pelaksanaan pengembangan SRG belum dilakukan secara efektif dan memiliki agenda
waktu yang jelas.
Peningkatan Kapasitas Penyimpanan Komoditi (Bappebti,
Pemda) · Memfasilitasi pembangunan gudang baru di daerah yang sistem resi
gudangnya telah berjalan dan terbukti telah kekurangan kapasitas (dapat dilihat
dari Pusat Registrasi)· Memfasilitasi pengelola gudang yang kekurangan kapasitas untuk
bekerjasama dengan pemilik gudang lain yang memenuhi/ dapat dengan mudah
memenuhi syarat SRG, seperti gudang milik Bulog, produsen bahan pangan sejenis,
dan lainnya. · Membantu pengelola gudang untuk melakukan penyusunan barang
secara efisien seperti melalui pelatihan penataan gudang pangan, pemberian
bantuan alat angkat mekanis, sistem penumpukan vertikal, dan lainnya yang
memungkinkan pemanfaatan lantai secara vertikal. · Melakukan inventarisasi
gudang hasil inisiasi program pemerintah pusat dan mengakuisisinya jika
ternyata tidak/ salah digunakan, terutama di daerah yang SRG-nya telah
berjalan.
Peningkatan Kapasitas SDM Pelaksana secara Berkala dan
Berkelanjutan (Bapppebti) · Melakukan tracking terhadap pengelola gudang,
tenaga pendukung SRG di perbankan, dan tenaga pengawal kebijakan di pemerintah
daerah. · Menyusun pelatihan penatausahaan resi gudang yang berjenjang dan
berkala untuk memastikan SDM pengelola dan penunjang selalu siap dengan
tantangan yang berkembang dari tahapan pelaksanaan SRG di daerahnya.
Peningkatan Jangkauan dan Dukungan Teknologi Informasi
SRG (Bapppebti) · Secara berkala melakukan pengawasan, pemeliharaan, dan
peningkatan sistem Teknologi Informasi yang digunakan oleh SRG dari kemungkinan
adanya lag/ gangguan koneksi, terutama di daerah remote.
Peningkatan Kemandirian SRG dan Exit Strategi Pemerintah
(Bapppebti, Pemda) · Mempersiapkan kader-kader pengelola gudang, dan pengawal
kebijakan di daerah. · Mendorong dan memfasilitasi diversifikasi usaha
pengelola gudang agar memiliki sumber penghasilan yang cukup dan mandiri dari
pengelolaan gudangnya.
Dukungan Sosialisasi dan Penumbuhan Daerah Adopter Baru
(Bapppebti, Pemda, Kemendag) · Mendukung, menyelaraskan program, memfasilitasi
pelaksanaan sosialisasi mengenai SRG ke daerah target pengembangan.
Penggunaan Informasi Stok dan Dukungan Pasar Lelang Bagi
Pengelolaan Stok Gabah Nasional (Bapppebti, Kemendag) · Membuka akses terhadap
data stok gabah di gudang SRG secara berjenjang sesuai tingkatan kebutuhan
pengguna (Bappebti) · Mengolah dan menggunakan informasi data stok gabah dalam
gudang SRG untuk membantu pengelolaan pasokan gabah daerah dan nasional, dengan
tetap memperhatikan mekanisme pasar.