Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat
penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi
masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan
geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan
yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau
yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan
udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Hal Lain yang juga tidak kalah
pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan kenyamanan,
keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan
yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan
distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air
misalnya, sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan.Secara umum, sektor transportasi memegang
peranan penting dalam dua hal yaitu pembangunan ekonomis dan pembangunan non
ekonomis. Tujuan yang bersifat ekonomis misalnya peningkatan pendapatan
nasional, mengembangkan industri nasional dan menciptakan serta memelihara
tingkat kesempatan kerja bagi masyarakat. Sejalan dengan tujuan ekonomis
tersebut adapula tujuan yang bersifat non ekonomis yaitu untuk mempertinggi
integritas bangsa, serta meningkatkan pertahanan dan keamanan nasional. Hal
tersebut menunjukkan arti pentingnya tranportasi di Indonesia, sehingga
pembangunan dan peningkatan kualitas pelayanan transportasi atau pengangkutan
mutlak diperlukan. Pembangunan yang baik dan berkualitas tidak hanya mengenai
peningkatan mutu sarananya saja, tetapi juga harus menyangkut pembangunan aspek
hukum transportasi sendiri. Pembangunan hukum tidak hanya menambah peraturan
baru atau merobah peraturan lama dengan peraturan baru tetapi juga harus dapat
memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terkait
dengan sistem transportasi terutama pengguna jasa transportasi. Kembali kepada STRANAS-PK, pelaksanaan
STRANAS-PKmelibatkan
seluruh kementerian dan lembaga yang terkait. Kementerian Perdagangan secara
khusus ditugaskan untuk mengoordinasikan penyusunan Rencana Aksi Nasional
Perlindungan Konsumen (RAN-PK) Pilar 1 yang akan dituangkan dalam bentuk
instruksi presiden. Selanjutnya, Kementerian Perdagangan juga bertugas sebagai
koordinator pemantauan pelaksanaan Aksi Nasional Perlindungan Konsumen secara
berkala, serta berkoordinasi dan bekerja sama dengan kementerian, lembaga, dan
instansi terkait pelaksanaan.Salah satu rencana aksi tersebut adalah melakukan pemetaan kesesuaian
regulasi dan kebijakan pada sembilan sektor prioritas dengan UU-PK. Potensi
timbulnya ketidakharmonisan peraturan akibat perkembangan perdagangan barang
dan jasa menjadi penyebab pentingnya dilakukan pemetaan peraturan antara UU-PK
dengan peraturan di sektor-sektor prioritas. Sembilan sektor prioritas dalam
pelaksanaan perlindungan konsumen yang dimaksud adalah sektor jasa keuangan,
sektor properti, sektor jasa telekomunikasi, sektor obat, makanan dan minuman,
sektor jasa pelayanan kesehatan, sektor e-commerce, sektorjasa transportasi,
sektor barang tahan lama (elektronik, telematika, dan kendaraan bermotor),
serta sektor jasa layanan listrik dan air.Sinkronisasi peraturan penting dilakukan meski belum
terjadi masalah atau sengketa. Pertentangan antara peraturan perundangan yang
sederajat maupun antara peraturan pelaksanaannya dapat menimbulkan masalah,
sehingga penting untuk dilakukan harmonisasi kebijakan. Masalah yang timbul
akibat disharmonisasi beragam, seperti kesulitan
dalam penegakan hukum, kesulitan dalam menentukan ganti rugi, serta
perbedaan tanggung jawab/kewajiban pelaku usaha, sehingga konsumen tidak memperoleh
haknya secara optimal.Pemetaan kesesuaian untuk lima sektor prioritas yaitu jasa keuangan,
properti, jasa telekomunikasi, obat dan makanan olahan, dan jasa layanan
kesehatan telah dilakukan pada tahun 2017 dan 2018. Perlupengkajian lebih lanjut terkait
kesesuaian regulasi dan kebijakan pada sektor lainnya, yaitu sektor e-commerce,
sektor jasa transportasi, sectorbarang elektronik, telematika, dan kendaraan bermotor, serta sektor jasa
layanan listrik dan air, dengan pengaturan yang terdapat pada UU-PK.
perlindungan konsumen dapat berjalan efektif dan efisien
Peraturan perundang-undangan pada sektor jasa transportasi pada dasarnya
sudah sesuai dengan ketentuan dari UUPK. Peraturan khusus yang ada mengenai
perlindungan terhadap hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha khususnya terkait
hak atas keamanan dan keselamatan, hak untuk mendapatkan informasi, serta hak
untuk mendapatkan ganti kerugian. Selain itu terdapat pengaturan mengenai hak
konsumen dan kewajiban pelaku usaha dalam peraturan di bidang jasa transportasi
yang telah lebih maju dibandingkan yang diatur dalam UUPK. Peraturan
perundang-undangan di bidang jasa transportasi mengatur mengenaikewajiban bagi pelaku usaha jasa
transportasi untuk memberikan perlakuan khusus di bidang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil,
dan orang sakit. Bahkan secara tegas diatur dalam UU Perkeretaapian, UU
Pelayaran dan UU Penerbangan, kewajiban untuk Memberikan fasilitas khusus dan
kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah lima tahun, orang
sakit, dan orang lanjut usia tersebut tidak dipungut biaya tambahan. Ketentuan
mengenai hal ini sejalan dengan prinsip perlindungan konsumen sebagaimana
diatur dalam Pedoman Perserikatan BangsaBangsa (PBB) mengenai Perlindungan
Konsumen. Dalam Pedoman yang telah direvisi pada tahun 2015, yaitu perlindungan
terhadap konsumen yang kondisinya rawan dan tidak menguntungkan. Ketentuan
mengenai tanggung jawab pelaku usaha juga sudah mengatur mengenai tanggung
jawab pelaku usaha untuk memberikan ganti kerugian kepada konsumen. Selain itu
untuk menjamin pemberian ganti kerugian tersebut undang-undang mewajibkan
pelaku usaha untuk mengasuransikan konsumen pengguna jasa transportasi. Bahkan
untuk memastikan pelaku usaha dapat melaksanakan pertanggungjawabannya
tersebut, undang-undang di sektor jasa transportasi mewajibkan pelaku usaha
untuk mengasuransikan tanggung jawabnya tersebut dan melaksanakan asuransi
perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Khusus untuk jasa transportasi penerbangan terdapat
Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur mengenai jumlah kompensasi yang
harus diberikan kepada konsumen yang mengalami keterlambatan penerbangan.
Ketentuan ini penting untuk melindungi konsumen mengingat keterlambatan
penerbangan di Indonesia menjadi salah satu permasalahan yang sering dialami
oleh konsumen.
Rekomendasi dari hasil analisis ini adalah :
1.Perlunya pengaturan mengenai perlindungan terhadap konsumen dalam kondisi
rawan dan tidak menguntungkan untuk diakomodir dalam perubahan UUPK maupun
dijadikan benchmarking bagi pengaturan mengenai perlindungan konsumen di sektor
lainnya, yang mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan fasilitas khusus dan
kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah lima tahun, orang
sakit, dan orang lanjut usia tersebut tidak dipungut biaya tambahan;
2.Perlunya dibentuk lembaga khusus sebagai alternatif penyelesaian sengketa
konsumen di luar pengadilan khusus untuk sengketa konsumen di sektor jasa
transportasi. Namun Apabila sulit untuk membentuk adanya Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS)
seperti yang ada di sektor jasa keuangan, maka sebagai alternatif lain perlu
dibentuk unit khusus di Kementerian Perhubunganyang dapat menerima pengaduan konsumen sekaligus
bertindak sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha sektor jasa transportasi.