EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN HARGA PANGAN POKOK
Garam merupakan komoditi yang tidak hanya untuk konsumsi langsung rumah
tangga sebagai salah satu kebutuhan pokok (bumbu-bumbuan), tetapi garam juga
banyak digunakan untuk kebutuhan bahan baku industri meliputi industri kimia
(CAP), industryfarmasi
& kosmetik, aneka pangan, industri pengeboran minyak, industri penyamakan
kulit, pengasinan ikan dan lainnya. Total Kebutuhan garam pada tahun 2018
sebesar 3,96 juta ton, digunakan untuk kebutuhan industri sebanyak mencapai
3,28 juta ton; konsumsi rumah tangga sebanyak 0,32 juta ton atau 3 kg per
kapita/tahun; komersil sebanyak 0,34 juta ton dan peternakan & perkebunan
sebanyak 0,02 juta ton. Sementara produksi garam nasional tahun 2018 sebesar
2,72 juta ton dan impor garam selama tahun 2018 sebesar 2,84 juta ton. Jumlah
impor yang melebihi dari total produksi nasional telah menciptakan pasar garam
di dalam negeri menjadi kurang bersaing dengan harga garam asal imporyang berdampak pada berlimpahnya
produksi dari garam lokal sehingga menjatuhkan harga garam di tingkat petani.Analisis ini bertujuan untuk
mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada harga garam di Indonesia serta
menganalisis struktur biaya produksi di petambak garam rakyat sebagai bahan
masukan atau referensi di dalam penentuan HPP garam. Analisis ini menggunakan
pendekatan perhitungan struktur biaya. Hasil analisis menunjukkan faktor dan
permasalahan yang menyebabkan rendahnya harga garam rakyat adalah adanya
tekanan efek psikologis garam impor; musim kemarau panjang yang memicu produksi
berlebih sementara penyerapan yang dilakukan oleh industri pengolah belum
maksimal;kualitas
garam yang masih rendahdimana penentuan tingkat kualitas garam hanya
berdasarkan “perkiraan kasat mata” secara sepihak dari pedagang/pengepul,
sehingga berdampak pada rendahnya daya tawar petani garam; serta rantai
pemasaran yang belum efisien.
Dari sisi pemasaran, rantai pemasaran komoditi garam relatif pendek
tetapi belum efisien. Terdapat permasalahan dalam rantai distribusi garam,
yaitu walaupun rantai distribusi garam cukup pendek, namun beberapa pelaku
distribusi mempunyai peran dominan dalam menentukan harga, sehingga mampu
menekan harga di tingkat petambak; belum adanya pengawasan secara berkala
terhadap distribusi garam impor, sehingga menimbulkan potensi merembesnya garam
impor pada industri garam konsumsi yang dapat merugikan petambak garam rakyat;
regulasi yang mengatur penyerapan garam rakyat belum disertai dengan mekanisme
dan sanksi tegas, karena penyerapan garam rakyat/lokal sebagai salah satu
syarat saja untuk melakukan impor garam sehingga penyerapan belum maksimal
serta aspek kelembagaan dimana peran Koperasi dan BUMD maupun pemerintah belum
optimal dalam menyerap dan menyalurkan garam rakyat serta menjembatani
pemasaran antara petambak dengan industri pengguna garam.Dalam upaya meningkatkan produksi garam
rakyat yang berkualitas masih dihadapkan pada beberapa tantangan di dalam
negeri yaitu lahan tambak garam yang relatif kecil, pengetahuan petambak garam
yang terbatas, serta masih rendahnya teknologi produksi yang digunakan. Namun,
upaya peningkatan produksi dapat dilakukan melalui intensifikasi dari lahan
yang sudah ada serta ekstensifikasi melalui perluasan lahan tambak di wilayah
yang memiliki lahan untuk produksi garam lebih luas, khususnya wilayah NTT dan
Provinsi Aceh.
Rekomendasi yang dapat disampaikan berdasarkan hasil analisis ini adalah
pertama, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan kebijakan
Harga Pokok Pembelian (HPP) Garam Rakyat yaitu (i) melakukan standarisasi
kualitas dan harga garam rakyat pada seluruh sentra produksi di Indonesia. Hal
ini sangat penting dilakukan karena kualitas dan harga garam di setiap sentra
produksi saat ini berbeda-beda, (ii) memperbaiki sistem produksi dan
pengelolaan panen garam untuk mencapai skala produksi yang ekonomis dan
kualitas yang dibutuhkan konsumen garam dalam negeri. Sistem produksi juga
dibutuhkan untuk mengatur volume produksi garam rakyat agar tetap seimbang dengan
permintaan, sehingga tidak terjadi kelebihan produksi (oversupply) atau
kelangkaan barang (scarcity) yang menyebabkan harga berfluktuasi, serta
(iii)memperbaiki mekanisme perhitungan kebutuhan garam di dalam negeri. Impor
garam benar-benar diarahkan hanya untuk penopang kekurangan produksi di dalam
negeri maupun mengisi kebutuhan jenis garam yang belum mampu diproduksi di
dalam negeri. Termasuk di dalamnya adalah menyediakan data produksi garam dalam
negeri berdasarkan kualitas. Kedua, untuk meningkatkan daya saing garam rakyat,
langkah yang dapat ditempuh pemerintah yaitu (i) memperbaiki proses produksi
garam rakyat melalui pemanfaatan teknologi produksi yang lebih modern dan
efisien sehingga menghasilkan garam yang berkualitas dan dengan produktivitas
yang tinggi, (ii)meningkatkan kesadaran dan pengetahuan petambak garam tentang
pentingnya menghasilkan garam berkualitas untuk meningkatkan daya saing. Hal
ini dapat dilakukan melalui edukasi berkelanjutan sehingga mampu mengubah pola
pikir petambak untuk sadar kualitas dan produktivitas serta pola bisnis petani
garam rakyat. Edukasi terkait sadar mutu juga dibutuhkan oleh petambak untuk
menaikkan posisi tawar mereka, (iii)membangun rantai distribusi yang mampu
meningkatkan posisi tawar petambak garam. Cara ini dapat dilakukan misalnya
lewat menciptakan sistem distribusi hasil panen petambak yang terintegrasi
dengan koperasi induk sebagai pengepul yang mampu menjembatani dengan
konsumen/industri pengguna garam tersebut, (iv) untuk menjaga stabilitas harga garam
rakyat, Kementerian Perdagangan perlu memperketat pengawasan terhadap
distribusi garam impor, diantaranya melalui pengawasan berkala. Pengawasan ini
secara spesifik lebih diutamakan untuk industri yang mengimpor garam dengan
potensi rembes ke industri garam konsumsi, sepert industri
makanan dan minuman, (v) Kementerian Perdagangan dapat mengoptimalkan sistem
resi gudang. Selain berfungsi sebagai sumber pembiayaan alternatif bagi
petambak garam, SRG juga berfungsi sebagai sarana stabilisasi harga manakala
harga garam sedang turun (melalui sistem tunda jual) serta (vi) meningkatkan
nilai tambah hasil produksi petambak garam, diantaranya dengan membangun industrypengolahan awal sehingga garam rakyat
dapat sesuai dengan persyaratan industri.