Analisis
Potensi Kerja Sama Perdagangan Indonesia – India
Indonesia dan India memiliki banyak kesamaan
sebagai negara multietnis dengan jumlah penduduk yang besar dan kesamaan secara
historis. India merupakan salah satu partner dagang yang penting bagi Indonesia
dengan jumlah penduduk 1,4 miliar jiwa sebagai pasar yang sangat potensial
untuk digarap. Penjajakan kerja sama bilateral antara kedua negara ditandai
dengan kunjungan terakhir Menteri Luar Negeri India kepada Menteri Luar Negeri
Indonesia pada bulan September 2019. Kedua Menteri menyepakati peningkatan
perdagangan yang ambisius hingga USD 50 miliar pada tahun 2025.
Kemudian pada tanggal 20 - 21
Februari 2020, Menteri Perdagangan Indonesia bertemu dengan Menteri
Perkeretaapian, Perindustrian dan Perdagangan India dalam Biennial Trade Ministerial
Meeting. Dalam pertemuan tersebut kedua belah pihak membahas upaya peningkatan
perdagangan bilateral, khususnya mengenai potensi ekspor Indonesia ke India,
hambatan perdagangan yang dihadapi, peluang untuk membentuk perjanjian
perdagangan bilateral dalam bentuk Preferential Trade Agreement (PTA)
serta peluang kerja sama lainnya di bidang perdagangan.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran perdagangan antara Indonesia dan India, produk-produk unggulan
Indonesia di pasar India, dan sebagai bahan rekomendasi kerja sama perdagangan
Indonesia-India lebih lanjut. Diharapkan analisis ini dapat digunakan sebagai
dukungan dalam proses Perundingan Kerja Sama Perdagangan Indonesia-India pada
sektor barang. Dalam analisis ini digunakan metode indeksasi perdagangan dan
analisis Cost and Benefit (Biaya dan Manfaat) sebagai gambaran dampak
PTA Indonesia – India.
Dari segi perdagangan, selama periode
tahun 2015 – 2019, total perdagangan Indonesia dengan India didominasi oleh
perdagangan non-migas dengan tren pertumbuhan naik sebesar 6.01% per tahun.
Total perdagangan di tahun 2015 mencapai USD 14,5 miliar dan mengalami kenaikan
menjadi USD 16,1 miliar di tahun 2019. Kinerja neraca perdagangan Indonesia
dengan India pada tahun 2019 mengalami surplus sebesar USD 7,5 milyar tetapi
mengalami penurunan penurunan sebesar 1,67% pertahun dalam kurun 2015 - 2019).
Surplus neraca perdagangan tersebut didominasi oleh surplus pada perdagangan
non migas.
Kinerja ekspor non migas Indonesia
ke India selama 2015-2019 menunjukkan peningkatan tipis dengan rata-rata
sebesar 3,4% per tahun, dengan nilai sebesar USD 11,7 miliar pada tahun 2019. India
menempati urutan ke-5 sebagai negara tujuan ekspor utama Indonesia. Sedangkan Indonesia
menempati urutan ke-20 sebagai negara tujuan ekspor India dengan pangsa sebesar
1,4% dari total ekspor India ke dunia.
Pangsa pasar Indonesia di pasar
India mencapai 3,25% dari total impor India dari dunia dan Indonesia menempati
urutan ke-9 sebagai negara asal impor India. Sedangkan pangsa pasar India di
Indonesia mencapai 2,52% dari total impor Indonesia dari dunia dan menempati peringkat
ke-9 sebagai negara asal impor Indonesia. Pasar India dikuasai oleh Tiongkok
dengan pangsa sebesar 14,28%, USA 7,29 %, dan Uni Emirat Arab sebesar 6,3 %. Jika
dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya, pangsa pasar Indonesia
di India masih lebih unggul dengan besaran Indonesia 3,25%, Singapura (3,11%)
pada posisi 10, Malaysia pada posisi 15 (2,17%), Viet Nam pada posisi 19
(1,55%) dan Thailand (1,47 %) diurutan ke 20.
Komoditi ekspor terbesar Indonesia
ke India adalah batubara dengan nilai sebesar USD 4,6 miliar di 2019. Urutan
kedua adalah CPO dengan nilai USD 1,9 miliar. Posisi ketiga adalah produk palm
oil and its fractions sebesar USD 302,8 juta. Produk palm oil dan turunannya
merupakan komoditi utama non migas Indonesia ke India, sehingga perlu untuk digenjot
ekspornya dan diusahakan penurunan tarifnya karena pada perjanjian AIFTA palm
oil masih memiliki tarif yang cukup tinggi. Komoditi 20 besar produk ekspor
Indonesia ke India memiliki pangsa sebesar 77,68 % dari total nilai ekspor
Indonesia ke India. Indonesia mengupayakan peningkatan ekspor beberapa produk
unggulan di pasar India, antara lain pinang, produk CPO dan turunannya, serta
peluang peningkatan ekspor perhiasan emas serta mengurangi beberapa hambatan
perdagangan. Sedangkan India mengupayakan untuk peningkatan peluang ekspor
produk unggulan India antara lain gula, produk-produk pertanian dan peternakan,
batubara, serta produk ban.
Untuk mengukur kelayakan kerja sama
perdagangan Indonesia – India, analisis ini menggunakan metode descriptive
analysis, indeksasi perdagangan dan model partial equilibrium (PE).
Analisis biaya manfaat di sektor barang secara detil diukur dengan dengan
menggunakan partial equilibrium (PE) untuk melihat dampak atas liberalisasi
barang terhadap kenaikan impor, trade creation, trade diversion, dan kehilangan
pendapatan pemerintah.
Berdasarkan perhitungan pada indeksasi
perdagangan, tingkat kesesuaian ekspor India terhadap struktur impor Indonesia
lebih tinggi dibandingkan ekspor Indonesia terhadap struktur impor India sejak
tahun 201. Hal ini menunjukkan India memiliki kemampuan yang lebih baik untuk
memenuhi permintaan impor Indonesia dibandingkan Indonesia dalam memenuhi
permintaan impor India. Dari sisi daya saing, hasil perhitungan menunjukkan
bahwa produk Indonesia yang berdaya saing di pasar India adalah vegetable
products, foodstuffs; mineral products; plastics/rubber; wood and wooden
products; footwear/headgear, machinery/electrical dan miscellaneous.
Sedangkan produk India yang memilliki daya saing di pasar Indonesia adalah animal
and animal product; chemical and allied industry, raw hides, skins, leather and
furs, textile, stone/glass, metal, dan transportation.
Pendekatan PE yang digunakan dengan
empat skenario yaitu (i) liberalisasi penuh, (ii) eliminasi tarif seluruh request
India dan India mengeliminasi tarif seluruh request Indonesia yang masuk dalam
kategori first best dan tarif diatas 5 % berdasarkan tarif AIFTA, (iii) eliminasi
tarif request India yang sesuai dengan kategori first best offer
Indonesia dan India mengeliminasi tarif seluruh request Indonesia yang
masuk dalam kategori first best dan tarif diatas 5% berdasarkan tarif
AIFTA, dan (iv) eliminasi tarif seluruh request India dan India
mengeliminasi tarif seluruh request Indonesia dengan kategori first
best dan High Sensitive List (HSL), Sensitive List (SL) dan Exclusion
List (EL) berdasarkan tarif AIFTA. Hasil simulasi berbagai skenario di atas
menunjukkan bahwa kerja sama perdagangan bilateral akan bermanfaat bagi Indonesia
dan India.
Merujuk pada hasil analisis
kelayakan kerja sama perdagangan Indonesia – India, perjanjian PTA sangat layak
untuk dilakukan. Diharapkan Indonesia dapat memanfaatkan PTA untuk melakukan
penurunan tarif dan mengatasi hambatan non tarif yang tidak tercakup dalam
perjanjian ASEAN - India FTA. Apabila PTA disetujui sebagai bentuk kerja sama
perdagangan bebas maka Indonesia perlu menupayakan perluasan akses pasar untuk
produk-produk berdaya saing tinggi seperti vegetable products, foodstuffs;
mineral products; plastics/rubber; wood and wooden products; footwear/headgear,
machinery/electrical, dan miscellaneous. Perjanjian PTA perlu
memperhitungkan juga efektivitas di lapangan terutama faktor kebijakan non
tarif sehingga perluasan akses pasar benar-benar dapat dimanfaatkan dengan baik
oleh pelaku usaha Indonesia.