ANALISIS
DAMPAK PENETAPAN PASAR TERTIB UKUR (PTU) TERHADAP
PENINGKATAN
CITRA PASAR RAKYAT
Saat ini, seiring dengan perkembangan zaman,
keberadaan pasar rakyat mulai tergerus dengan adanya ritel modern. Selain itu, keberadaan
pusat perbelanjaan modern juga mulai menggeser peran pasar rakyat sebagai
tempat pemenuhan kebutuhan harian masyarakat. Swalayan, minimarket, dan toko
modern lainnya mulai mendominasi tidak hanya wilayah perkotaan tetapi juga
pedesaan. Pasar rakyat bersaing sangat ketat dengan pasar modern dalam
memperebutkan konsumen. Oleh karena itu, pasar rakyat harus dapat lebih
memahami kebutuhan konsumen dan memberikan pelayanan yang lebih baik untuk
menjamin kualitas dan kuantitas produk yang dijual. Untuk dapat mempertahankan
konsumennya, pasar rakyat harus dapat memberikan citra yang lebih baik. Citra
pasar rakyat merupakan keseluruhan persepsi konsumen terhadap pasar tradisional
yang dibentuk dari beberapa informasi dan penggalan masa lalu terhadap pasar
tersebut. Secara umum, citra pasar tradisional dapat dibentuk oleh beberapa
variabel seperti harga, pelayanan, kualitas, lingkungan dan lokasi. Selain itu,
fasilitas dan manajemen pasar juga secara tidak langsung dapat membentuk
persepsi konsumen terhadap pasar tersebut. Citra pasar yang baik dapat menarik
konsumen serta meningkatkan loyalitas konsumen terhadap pasar tersebut, yang
pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kinerja pasar sekaligus mengerakkan
perekonomian secara keseluruhan. Pembentukan PTU merupakan salah satu bentuk
intervensi pemerintah untuk membantu melindungi konsumen melalui pemberian
fasilitas alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) kepada pedagang,
sehingga diharapkan terjadi transaksi perdagangan yang jujurdan dapat memberikan
kenyaman kepada konsumen untuk berbelanja. Dengan demikian diharapkan, PTU
dapat membantu meningkatkan citra pasar rakyat di mata konsumen Indonesia.
Pasar Tertib Ukur (PTU) telah tersebar di
hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hingga tahun 2017, total PTU yang telah
ditetapkan oleh pemerintah sebanyak 943 pasar yang tersebar di seluruh
Indonesia. Pembentukan PTU dimulai pada tahun 2010 dengan ditetapkannya
sebanyak 56 pasar. Hingga saat itu, jumlah PTU terus bertambah, dengan
penetapan terbesar terjadi pada tahun 2017 dengan ditetapkannya sebanyak 141
PTU reguler dan 126 PTU dari Daerah Tertib Ukur
Pembentukan PTU di suatu wilayah menjadi salah
satu tugas dari Balai Standardisasi Metrologi Legal (BSML). Berdasarkan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 60/M-DAG/PER/8/2016 Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Kemetrologian dan Bidang Standardisasi
dan Pengendallian Mutu di Lingkungan KementerianPerdagangan, wilayah kerja BSML
di Indonesia terbagi menjadi empat wilayah kerja regional antar lain:
1) Wilayah kerja BSML Regional I meliputi
seluruh wilayah Sumatera;
2) Wilayah kerja BSML Regional II meliputi
seluruh wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara;
3) Wilayah kerja BSML Regional III meliputi
seluruh wilayah Kalimantan;
4) Wilayah kerja BSML Regional IV meliputi
seluruh wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Jika dilihat dari sebaran jumlah PTU
berdasarkan wilayah kerja BSML, maka jumlah PTU terbanyak berada di wilayah
kerja BSML Regional II yang mencakup Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, dengan
pertumbuhan PTU terbesar terdapat pada tahun 2016. Sementara itu, jumlah PTU
terkecil terdapat pada wilayah kerja BSML Regional III yang mencakup seluruh
wilayah Kalimantan. Banyak atau sedikitnya jumlah PTU di suatu wilayah sangat tergantung
pada kondisi unit metrologi legal yang terdapat di daerah tersebut, serta
ketersediaan SDM penera di wilayah tersebut. Jumlah Unit Metrologi Legal paling
banyak berada di wilayah kerja BSML Regional II dengan Unit Metrologi Legal
sekitar 67 UML. Sementara itu, BSML Regional III menjadi wilayah dengan jumlah
UML paling sedikit yakni sekitar 10 UML
Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa
tiga faktor utama dipertimbangkan oleh konsumen dalam menilai citra pasar
rakyat adalah: 1. Harga Faktor harga ini berlaku umum di semua komoditas. Citra
pasar tradisional yang terbentuk di para konsumen adalah pasar yang menjual
produk-produknya 2. Lingkungan dan Lokasi 3. Kualitas Produk Dampak penetapan
PTU terhadap citra pasar rakyat adalah 1. Memberikan kenyamanan 2. Menjamin
akurasi pengukuran Namun dari citra positif yang terbentuk tersebut belum
berdampak pada jumlah kunjungan konsumen ke PTU. Hasil statistik deskriptif
menggambarkan bahwa dari 46 responden yang mengetahui keberadaan PTU baru 25
orang yang pernah mengunjungi PTU. Rasio kunjungan yang dihasilkan adalah
sebesar 54,3%. Beberapa alasan yang dapat menjelaskan mengapa responden
tersebut belum pernah mengunjugi PTU walaupun mereka telah mengetahui adanya
PTU karena: 1. Jauh dari lokasi tempat tinggal. 2. Belum ada PTU di lokasi
tempat tinggal mereka. 3. Tidak mengetahui di daerah mana saja yang sudah
terdapat PTU
Terdapat beberapa faktor yang menentukan
preferensi konsumen dalam berbelanja di pasar rakyat, antara lain: (i) harga
barang; (ii) pelayanan; (iii) kualitas produk; (iv) lingkungan dan lokasi; (v)
fasilitas pasar; dan (vi) predikat PTU. Diantara faktor tersebut diatas, faktor
yang paling berpengaruh dalam menentukan preferensi konsumen dalam memilih
pasar rakyat adalah faktor harga barang yang dijual di pasar tersebut,
lingkungan dan lokasi pasar, kualitas produk yang diperdagangkan di pasar
tersebut, serta pelayanan dari pedagang maupun pengelola pasar. Sementara itu,
predikat pasar sebagai Pasar Tertib Ukur belum menjadi faktor penentu utama
bagi konsumen untuk berbelanja di pasar rakyat.
Sebagian besar konsumen yang menjadi responden sudah mengetahui
keberadaan Pasar Tertib Ukur (PTU), namun PTU belum menjadi pilihan utama bagi
sebagian besar responden yang ingin berbelanja di pasar rakyat. Hal tersebut
dikarenakan: (i) lokasi PTU jauh dari tempat tinggal; (ii) belum ada PTU di
lokasi tempat tinggal responden; dan (iii) tidak tahu di daerah mana saja yang
sudah terdapat PTU. Sebagian besar konsumen
berpendapat bahwa penetapan PTU akan berdampak positif terhadap citra pasar
rakyat. PTU dicitrakan sebagai pasar yang memberikan kenyamanan dan pengukuran
yang akurat atas produk – produk yang dibeli. Pengukuran yang akurat dapat
meningkatkan kepercayaan kepada para pedagang sekaligus memberikan perlindungan
kepada konsumen, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepuasan dan loyalitas
konsumen terhadap pasar rakyat. Secara umum, terdapat beberapa kendala dalam
pelaksanaan PTU, antara lain: a) Banyak pedagang yang apatis dan kurang pro –
aktif dalam melakukan tera/tera ulang terhadap alat ukur yang dimilikinya.
Sebagian pedagang mengganggap tera/tera ulang membutuhkan biaya tambahan,
terutama untuk reparating (perbaikan) alat ukur pada saat sidang tera. b)
Keterbatasan jumlah SDM kemetrologian seperti penera dan pengamat tera di
daerah, sementara itu jumlah alat ukur yang harus ditera di pasar jumlahnya
cukup banyak. c) Terbatasnya jumlah tenaga SDM yang bertugas memperbaiki alat –
alat ukur (reparating). d) Terbatasnya alat – alat ukur yang dapat dipinjamkan
ke pedagang sementara pedagang melakukan tera/tera ulang
Berdasarkan hasil kesimpulan, maka beberapa
rekomendasi yang dapat disampaikan antara lain:
1.Melakukan
sosialisasi mengenai Pasar Tertib Ukur secara lebih luas kepada masyarakat, antara
lain melalui: a) Peningkatan pemahaman masyarakat mengenai kelebihan PTU
melalui media cetak, media elektronik, digital, serta bekerjasama dengan
kelompok masyarakat termasuk PKK; b) Mencetak brosur mengenai pentingnya PTU
untuk dibagikan saat pertemuan warga, di posyandu, dan lain sebagainya; c)
Memasukan materi pasar tertib ukur ke dalam materi pembelajaran dalam sekolah
pasar (pendidikan dan pelatihan untuk pengelola pasar) yang diselenggarakan
oleh Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan.
2.Mendorong pasar –
pasar lain untuk memperoleh predikat PTU, bagi pasar yang belum memperoleh
predikat PTU. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain a) Melakukan
sosialisasi kepada unit metrologi legal, dinas perdagangan, serta pengelola
pasar di daerah yang belum banyak terdapat PTU; b) Menambah jumlah tenaga SDM
kemetrologian seperti penera dan pengamat tera, terutama di wilayah kerja BSML
III, yang memiliki jumlah PTU paling sedikit; c) Mengalokasikan bantuan alat
UTTP kepada unit metrologi legal di daerah, untuk dapat dipinjamkan kepada
pedagang pasar pada saat alat ukur yang dimiliki pedagang sedang ditera/tera
ulang atau sedang diperbaiki.
3.Menghimbau
pengelola pasar dan dinas perdagangan di daerah untuk melakukan sosialisasi
kepada pedagang di daerah masing – masing mengenai arti pentingnya pasar dengan
predikat PTU.
4.Membentuk tim
pengawasan dan evaluasi untuk melakukan pengawasan dan evaluasi secara rutin
pada pasar yang telah memperoleh predikat PTU, untuk kemudian dapat diberikan
penghargaan kepada pasar yang berhasil mempertahankan atau meningkatkan
kualitasnya sebagai PTU.
5.Mengusulkan
kepada Kementerian Dalam Negeri untuk memasukkan jumlah Pasar Tertib Ukur
sebagai salah satu indikator penilaian kinerja kepala daerah dalam perlindungan
konsumen.