Analisis ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi jenis dan nilai produk farmasi dan alat kesehatan yang diimpor selama pandemi Covid-19; (2) mengidentifikasi pertumbuhan impor produk farmasi dan alat kesehatan berdasarkan provinsi; (3) menganalisis pengaruh kasus Covid-19 terhadap kinerja impor produk farmasi dan alat kesehatan. Metode yang digunakan analisis ini adalah deskriptif kuantitatif, deskriptif kualitatif dan pemodelan ekonometrika. Hasil analisis menunjukkan Impor produk farmasi dan alat kesehatan menunjukkan pertumbuhan 87,08% YoY. Sebesar 53,82% impor berasal RRT dengan nilai USD 3,15 miliar. Pada Januari-Oktober 2021 impor produk farmasi tertinggi yaitu vaksin Covid-19 dengan nilai USD 2,05 miliar atau meningkat 2.965,71% (YoY). Sedangkan impor alat kesehatan tertinggi adalah bahan baku pakaian pelindung sebesar USD 1,57 miliar atau meningkat 22,85% (YoY). Sebanyak 30 HS produk farmasi dan alat kesehatan dikenakan tarif Bea masuk (5-30%) dan pengaturan impor. Provinsi dengan nilai impor produk farmasi dan alat kesehatan tertinggi adalah DKI Jakarta. Pada periode Januari-Oktober 2021 nilainya mencapai USD 4,87 miliar (naik 108,67%) dan volume 444,13 ribu ton. Hasil pemodelan ekonometrika menjelaskan bahwa peningkatan kasus Covid-19 berpengaruh positif dan signifikan terhadap kenaikan impor produk farmasi dan alat kesehatan pada bulan selanjutnya. Hasil analisis merekomendasikan: (i) Kementerian Perdagangan perlu konsisten memberikan kemudahan impor, kelancaran logistik dalam pendistribusian vaksin, obat dan vitamin di dalam negeri untuk mencapai herd immunity dan menjaga ketersediaan pasokan produk farmasi dan alat kesehatan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. (ii) Kementerian Pedagangan perlu mendukung pemberian fasilitas bea masuk impor 0% impor bahan baku alat kesehatan untuk mendukung produksi alat kesehatan dalam negeri. Pada jangka panjang diharapkan investasi di sektor bahan baku alat kesehatan dapat meningkat untuk mencapai kemandirian industri alat kesehatan nasional.