Merujuk pada komitmen ACFTA dimana penghapusan/penurunan tarif bea masuk berakhir pada tahun 2018 untuk ASEAN-6 dan RRT dan pada tahun 2020 untuk Cambodia, Laos, Myanmar and Viet Nam (CLMV), menjadi salah satu pertimbangan para Menteri Ekonomi ASEAN dan RRT untuk memperdalam kerjasama ekonomi kedua Pihak melalui penandatanganan ACFTA Upgrading Protocol pada bulan November 2015 dimana salah satu satu mandat para Menteri Ekonomi ASEAN dan RRT adalah dilaksanakannya perundingan untuk meliberalisasi lebih lanjut perdagangan barang yang berada di kategori Sensitive List (SL), Highly Sensitive List (HSL) dan General Exclusion List (GEL). Berdasarkan Harmonized System (HS) 2017, dari 10.813 pos tarif, Indonesia masih memiliki sejumlah 1.786 pos tarif yang berada pada kategori SL, HSL dan GEL. Sementara itu, dari total pos tarif RRT sebanyak 8.549, RRT masih memiliki sejumlah 1.250 pos tarif yang berada pada kategori SL dan HSL. Selama periode 2016-2020, neraca perdagangan ASEAN dengan RRT selalu mengalami defisit perdagangan dimana pada tahun 2019 mengalami defisit terbesar dengan jumlah USD 102,80 miliar. Selama periode 2016-2020, neraca perdagangan Indonesia dengan RRT juga selalu mengalami defisit perdagangan dimana pada tahun 2018 mengalami defisit terbesar dengan jumlah USD 20,84 miliar. Berdasarkan hasil perhitungan RCA, terdapat 163 produk Indonesia yang memiliki daya saing di RRT, sementara itu, terdapat 969 produk RRT yang berdaya saing dipasar Indonesia. Hasil simulasi 1 memberikan dampak defisit pada neraca perdagangan Indonesia sebesar USD 1.286,530 juta, namun terjadi peningkatan kesejahteraan sebesar 629,13 juta. Hasil simulasi 2 menunjukan hasil untuk Indonesia, dimana akan terjadi defisit neraca perdagangan sebesar USD 1.291,14 Juta. Namun terjadi peningkatan pada kesejahteraan sebesar USD 858,14 Juta.