Analisis Potensi Peningkatan Akses Pasar Produk
Ekspor Indonesia Pasca Aksesi Azerbaijan sebagai Anggota WTO
Azerbaijan
mengajukan aksesi sebagai anggota WTO pertama kalinya pada 23 Juni 1997 yang
diikuti dengan pembentukan Kelompok Kerja Aksesi di bulan berikutnya pada 16
Juli 1997. Dengan menjadi anggota WTO, Azerbaijan berpeluang untuk meningkatkan
diversifikasi produk yang diperdagangkannya yang selama ini hanya didominasi
oleh minyak dan gas. Untuk menjadi anggota WTO, Azerbaijan dituntut untuk
mengikat pos-pos tarif perdagangannya sehingga tidak dapat diganti secara
mendadak dengan besaran tarif yang berubah-ubah. Selain itu, Azerbaijan juga
diminta untuk menyesuaikan semua kebijakan terkait perdagangannya dengan
perjanjian-perjanjian yang berlaku dan disepakati di WTO. Hal yang yang
demikian menjadi tolok ukur bagi negara mitra dagang, khususnya negara-negara
anggota WTO, dimana kegiatan perdagangan menjadi lebih pasti dan dapat
diprediksi.
Aksesi
Azerbaijan sebagai Anggota WTO perlu dimanfaatkan secara optimal oleh Indonesia
untuk meningkatkan akses pasar produk-produk ekspor Indonesia ke negara
tersebut. Indonesia berhak menegosiasikan konsesi penurunan tarif kepada
Azerbaijan atas produk-produk ekspor potensialnya ke pasar Azerbaijan, yang
termaktub ke dalam suatu dokumen negosiasi yang dikenal sebagai Initial Negotiating Rights (INR).
Dalam hal perdagangan
bilateral antara Indonesia dan Azerbaijan, antara Tahun 2016 – 2019 neraca
perdagangan Indonesia terus mengalami defisit dengan kecenderungan yang menurun
hingga akhirnya mencatat nilai positif pada Tahun 2019 (Tabel 1). Penyumbang
defisit neraca perdagangan Indonesia didominasi oleh impor migas yang Tahun
2016 mencapai USD 483 juta, menurun menjadi USD 408 juta dan USD 436 juta pada
tahun-tahun berikutnya, hingga tidak ada impor sama sekali pada Tahun 2019.
Sedangkan, nilai impor non-migas tercatat tidak terlampau signifikan dengan
nilai impor tertinggi sebesar USD 179 ribu pada Tahun 2018.
Pada
sisi lain, Indonesia hanya mengekspor produk non-migas ke Azerbaijan. Walaupun
secara rata-rata nilai ekspor Indonesia ke Azerbaijan tergolong kecil,
Indonesia berhasil meningkatkan kinerja ekspornya (non-migas) ke Azerbaijan
yang kecenderungannya terus meningkat antara Tahun 2016 hingga Tahun 2019.
Tercatat pada Tahun 2016 ekspor non-migas Indonesia ke Azerbaijan hanya sebesar
USD 1 juta, meningkat menjadi USD 3,2 juta pada Tahun 2017, dan mencapai nilai
ekspor tertinggi pada Tahun 2018 sebesar USD 68,9 juta. Produk-produk ekspor
andalan Indonesia ke Azerbaijan meliputi minyak nabati, peralatan dan material
industri migas, produk kertas, sabun, produk kayu dan furniture, dan lain
sebagainya.
Indonesia dapat meningkatkan
akses pasarnya ke Azerbaijan melalui penurunan tarif pada skema aksesi negara
tersebut di WTO. Sebagai negara yang telah bergabung menjadi Anggota WTO,
Indonesia berhak menegosiasikan konsesi tarif kepada Azerbaijan atas
produk-produk ekspor potensialnya ke pasar Azerbaijan, yang termaktub ke dalam
suatu dokumen negosiasi yang dikenal sebagai Initial Negotiating Rights
(INR). Negosiasi konsesi tarif dalam INR tersebut dilakukan secara bilateral
berdasarkan penawaran dan permintaan
yang dapat diinisiasi baik oleh Pemohon atau oleh Anggota.
Pada Juni 2018, Indonesia mengajukan INR-nya sebanyak 72 produk-produk
ekspornya kepada Pemerintah Azerbaijan, lalu kemudian direvisi menjadi 70
produk dengan klasifikasi pos tarif HS 6 digit. Dari total 70 pos tarif
tersebut, 17 pos tarif merupakan agricultural products dan 53 pos tarif
lainnya termasuk ke dalam produk industri (non- agricultural products)
sebagaimana dideskripsikan pada Tabel 4.3. Namun, berdasarkan penelusuran lebih
lanjut terhadap ke-70 produk tersebut, beberapa produk tidak diimpor Azerbaijan
dari
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, khususnya untuk produk-produk
pertanian yang diajukan, sehingga belum dapat dikatakan Indonesia sudah optimal
memanfaatkan peluang perluasan akses pasar produk-produk ekspor potensialnya
melalui skema aksesi ini. Hal tersebut dimungkinkan karena akses masuk barang
dan logistik ke Azerbaijan dapat dikatakan terbatas akibat letak geografis
Azerbaijan yang landlock dari jalur
perdagangan internasional.
Meskipun pasar
Azerbaijan tidak terlampau besar secara ekonomi, namun tetap perlu
diperhitungkan sebagai potensi perluasan pasar produk-produk ekspor potensial
Indonesia ke pasar non-tradisional. Akan tetapi, letak geografis Azerbaijan
yang landlock dari jalur perdagangan
internasional menjadikan tantangan tersendiri khususnya dalam
penentuan produk apa saja yang akan dijadikan prioritas ekspor Indonesia ke negara tersebut. Hasil
analisis secara statistik deskriptif mengidentifikasi 73 produk ekspor
Indonesia dengan peringkat indeks paling tinggi yang berpotensi dapat
ditingkatkan ekspornya ke pasar Azerbaijan.