ANALISIS
EFEKTIVITAS SISTEM RESI GUDANG MELALUI INTEGRASI
PASAR
LELANG FORWARD KOMODITI
Analisis Efektivitas Sistem Resi Gudang Melalui Integrasi
Pasar Lelang Forward Komoditi dilatarbelakangi pemanfaatan SRG yang kurang optimal
disebabkan adanya kendala yang harus dihadapi dalam implementasi SRG, untuk
mengatasi kendala ini maka dibutuhkan suatu inovasi untuk pengembangan SRG guna
mendorong optimalisasi pemanfaatan SRG. Bappebti bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan SRG menyusun strategi pengembangan SRG dengan mengembangkan model
bisnis SRG integratif (pra-Resi gudang) hingga hilir (termasuk jaringan
logistik dan pemasarannya) melalui pasar lelang. Analisis ini bertujuan mereviu
implementasi SRG dan PL komoditi saat ini, merumuskan mekanisme pengintegrasian
SRG dan PL dan merumuskan rekomendasi kebijakan dalam rangka pengintegrasian
SRG dengan PL. Hasil analisis menunjukkan Implementasi SRG dan PL belum
berjalan optimal yang disebabkan belum terbukanyanya mindset petani dan pelaku
usaha terkait pemanfaatan SRG dan PL dalam mendapatkan harga yang wajar,
transparan dan berkeadilan. Integrasi SRG dan PL memerlukan mekanisme yang
jelas terkait kelembagaan, keamanan dan professionalitas dari para pihak yang
terlibat. Mekanisme perlu aturan tersendiri sehingga tidak menimbulkan ambigu
dalam pelaksanaannya.
Peran strategis SRG untuk mendukung kepastian dan
kestabilan harga bagi petani dan pelaku usaha tercantum dalam UU No.9 Tahun
2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana diubah dengan UU No. 9 Tahun 2011.
Peran ini belum dapat terlaksana dengan baik karena kurang optimalnya
pemanfaatan SRG baik oleh petani maupun pelaku usaha karena adanya beberapa
kendala seperti yang telah dijelaskan pada subbab pendahuluan. Untuk mengoptimalkan
peran strategis SRG maka diperlukan strategi inovatif untuk mencapainya, antara
lain melalui pengembangan model bisnis yang integratif dengan mengintegrasikan
peran SRG di huludan peran PL di hilir. Namun tantangan yang dihadapi saat ini adalah
baik SRG maupun PL belum termanfaatkan secara optimal. Pasar lelang dalam
implementasinya menghadapi berbagai hambatan, antara lain: belum sempurnanya
kelembagaan penyelenggaraan pasar lelang komoditas, masih terdapatnya gagal
serah atau gagal bayar, belum diterapkannya sistem penjaminan transaksi sehigga
menyebabkan sulitnya pemantauan realisasi transaksi di PL, rendahnya minat
pelaku usaha terhadap pasar lelang, biaya operasional PL tergantung dari
APBN/APBD, peserta/pembeli yang hadir dalam lelang dibiayai oleh PL, belum
adanya sistem informasi yang terintegrasi serta belum diterapkannya standar
mutu dan jenis komoditi (Bappebti, 2014),
Melihat adanya permasalahan yang dihadapi oleh SRG maupun
PL, maka diperlukan adanya suatu perencanaan yang matang dalam mengimplementasikan
strategi integratif hulu ke hilir khususnya integrasi antara SRG dan PL.
Bappebti selaku instansi yang bertanggung jawab terhadap pengembangan dan
penguatan SRG dan PL, perlu memperhatikan beberapa aspek seperti aspek
kelembagaan, aspek manajemen, aspek operasional dan aspek finansial.
Implementasi SRG dan PL belum berjalan optimal. Hal ini
disebabkan karena belum terbukanyanya mindset petani dan pelaku usaha terkait
dengan sisi positif pemanfaatan SRG dan PL dalam rangka mendapatkan harga yang
wajar, transparan dan berkeadilan. Integrasi SRG dan PL memerlukan mekanisme
yang jelas terkait dengan kelembagaan, keamanan dan professionalitas dari para
pihak yang terlibat di dalamnya. Mekanisme ini perlu diatur dalam aturan
tersendiri sehingga tidak menimbulkan ambigu dalam pelaksanaannya
Dalam rangka mencapai sinergitas yang optimal pada saat
mengintegrasikan SRG dan PL, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1.Koordinasi Antar Kementerian dan
Lembaga
Terkait Melakukan koordinasi di tingkat pusat
antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koperasi
dan UKM, serta lembaga lainnya yang terkait seperti Bank Indonesia dalam
implementasi SRG dan PLK sehingga program kerja yang dilaksanakan tidak tumpang
tindih dan tepat sasaran, tepat waktu dan tepat biaya.
2.Pemetaan Karakteristik Petani dan Lembaga-Lembaga Pelaksana SRG
Adanya pemetaan terhadap karakteristik yang
terdapat pada masing-masing daerah, sebab keberhasilan daerah yang satu belum tentu dapat
diterapkan pada daerah yang lain. Pemetaan ini dilakuan untuk menjamin SRG dan
PLK dapat terimplementasi dengan baik. Pemetaan tersebut terkait dengan:
a.Komitmen pemerintah daerah dalam
implementasi SRG yang mengintegrasikan koordinasi antar dinas terkait, seperti
menggunakan penyuluh pertanian untuk mengubah mindset petani dan meningkatkan
kepercayaan petani terhadap SRG dengan terus menerus melakukan sosialisasi dan
pendekatan kepada petani.
b.Komitmen pengelola gudang, dimana
dalam menjalankan bisnis SRG, pada awalnya terdapat masa grace period, dimana
pengelola gudang belum mendapatkan keuntungan dari bisnis ini. Untuk dapat
memperoleh keuntungan yang diharapkan makan pengelola gudang harus mampu
berinovasi, kreatif serta aktif menjalankan fungsi marketing dari SRG.
Pengelola gudang harus mampu melakukan pendekatan kepada para petani dan
gapoktan setempat yang bertujuan mendapatkan kepercayaan dari petani dan
gapoktan sehingga pada akhirnya mereka mau menyimpan sebagian hasil panennya di
gudang. Selain itu, pengelolaan SRG dalam konsep rantai pasok dapat menjadi
pertimbangan.
c.Komitmen penyelenggara pasar
lelang untuk dapat menyelenggarakan lelang yang terjadwal, memberikan kemudahan
bagi para peserta dan calon peserta lelang untuk berpartisipasi dalam pasar
lelang serta memberikan informasi yang transparan mengenai penyelenggaraan
lelang. Penyelenggara pasar lelang juga perlu menjalin hubungankerjasama dengan
para buyer potensial dan menjaga kepercayaan baik dari pembeli maupun penjual.
d.Karakteristik permodalan petani, dimana petani yang memiliki
ketergantungan permodalan saprotan atau konsumsi dengan pengumpul atau
tengkulak akan sangat sulit untuk memanfaatkan baik SRG maupun PLK karena
adanya ikatan modal awal sehingga mereka tidak dapat mencari sarana pemasaran
yang lain. Untuk itu, pemerintah baik pusat maupun daerah harus melakukan
koordinasi untuk dapat membantu pembiayaan petani mulai dari awal produksi
sampai dengan pasca panen, dengan demikian ketergantungan permodalan dengan
pihak yang merugikan dapat diminimalisi
3.Kebijakan dan Mekanisme
Sebagai Panduan Implementasi Perlu adanya
mekanisme aturan yang jelas yang mengatur pelaksanaan integrasi SRG dan PLK,
yang terkait dengan
a.Sistem terintegrasi antara SRG dan
PLK baik secara online maupun offline. Pengelola gudang SRG dapat terintegrasi
dengan pasar lelang online maupun offline, dan demikian juga sebaliknya, PLK
offline dapat terintegrasi dengan SRG online dan offline.
b.Tempat pelaksanaan lelang, dimana
pada propinsi-propinsi tertentu, gudang SRG dengan tempat penyelenggaraan
lelang terpisah oleh jarak dan waktu, sehingga sangat tidak efektif dan efisien
jika lelang dilakukan di ibukota propinsi sedangkan tempat penyerahan berada di
kabupaten/kota karena akan menimbulkan biaya tambahan baik bagi pembeli maupun
bagi penjual
c.Komoditas yang dilelang, dimana
saat ini hanya terdapat 10 komoditas yang dapat diresigudangkan (berdasarkan
Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/M-DAG/PER/02/2013) sedangkan komoditas yang
dapat dilelang pada PLK terdiri dari berbagaimacam komoditas agro,
sehingga diperlukan adanya perubahan peraturan yang menambahkan jenis komoditas
yang dapat diresigudangkan.
d.Skala ekonomis, setiap lelang,
penyelenggara pasar lelang wajib menyediakan sampel dari komoditas yang akan
dijual. Saat ini sampel yang ditetapkan berjumlah minimal 1 kg per buyer untuk
transaksi 50 ton, sehingga petani yang tidak memiliki jumlah komoditas sebanyak
50 ton tidak dapat bergabung sebagai peserta lelang. Untuk itu diperlukan peran
aktif baik dari pengelola gudang SRG maupun penyelenggara PLK untuk ikut serta
membantu petani mencapai skala ekonomis dengan menggabungkan produk dengan
kualitas yang sama dari gudang yang sama atau gudang yang berdekatan.
e.Fee, transaksi di pasar lelang
dikenakan fee transaksi sebesar 1% bagi penjual dan 1% bagi pembeli. Untuk
dapat menarik minat para penjual dan pembeli memanfaatkan pasar lelang, maka
sebaiknya fee untuk transaksi dapat ditinjau ulang besarannya.
f.Initial margin, transaksi di pasar lelang saat ini mewajibkan baik para
pembeli maupun para penjual memiliki initial margin sebesar 10% yang digunakan
sebagai jaminan baik bagi pembeli maupun penjual apabila terjadi gagal serah
(pembeli) maupun gagal bayar (penjual). Initial margin dapat tidak diberlakukan
apabila penjual memiliki resi gudang karena SRG dapat dijadikan sebagai jaminan
apabila terjadi gagal serah dari penjual.
g.Transparansi Harga. Untuk
meningkatkan kepercayaan baik terhadap SRG maupun PLK maka wajib memberikan
informasi harga yang sama kepada peserta lelang dan sanksi yang tegas terhadap
pelanggaran ini untuk menghindari adanya insidertrading dari
penyelenggara lelang maupun pengelola gudang SRG
4.Rekomendasi Penerapan Integrasi SRG dan PLK dari Tahap Offline ke
Online 1) Sebagai tahap awal, diperlukan beberapa aspek strategi dan kebijakan
yang diinisiasi Pemerintah (push strategy), diantaranya: a) Kebijakan integrasi
SRG dan PLK yang mengatur mengenai penyederhanan kelembagaan, mekanisme
transaksi yang efisien, hak dan kewajiban dari SRG dan PLK, serta sanksi
apabila terdapat wanprestasi dari salah satunya. b) Fasilitasi pembuatan nota
kerjasama antara SRG dengan PLK dalam rangka integrasi SRG dan PLK. Sebagai
tahap awal, pembuatan nota kesepahaman dapat dilakukan di beberapa wilayah
percontohan yang telah dilakukan program revitalisasi PLK. c) Dalam
pelaksanaannya, perlu dilakukan evaluasi secara berkala terhadap pengelola SRG
dan PLK dalam mendukung program integrasi SRG dan PLK. Beberapa hal seperti
profesionalisme, kemandirian, dan kepemilikan fasilitas dalam mendukung rantai
pasok dapat dipertimbangkan sebagai persyaratan dalam memberikan izin pengelola
SRG dan PLK. 2) Tahap kedua, setelah model integrasi SRG dan PLK secara offline
berjalan dengan baik, penyelenggaraan integrasi SRG dengan PLK online dilakukan
secara parsial, yaitu berupa sharing informasi antar PLK, sementara pelaksanaan
lelang masih secara offline. 3) Tahap ketiga, integrasi SRG dengan PLK online
dilakukan secara penuh dimana peserta lelang baik penjual maupun pembeli
melakukan transaksi melalui online sehingga tidak ada lelang secara offline