Dalam aktifitasnya, pedagang perantara dapat dibagi
menjadi dua yaitu pedagang perantara yang melakukan transaksi jual beli dan
yang hanya melakukan jasa perantara yang disebut middleman/broker. Mengingat
middleman belum banyak digali peranannya dalam perdagangan dalam negeri, maka
diperlukan kajian ini. Tujuan kajian adalah melakukan pemetaan pedagang
perantara termasuk middleman dalam perdagangan dalam negeri dan menganalisis
peranannya. Untuk menjawab tujuan pertama dilakukan analisis diskriptif
kualitatif dimana akan diidentifikasi pedagang perantara serta middleman dalam
jalur distribusi, kemudian untuk menjawab tujuan kedua digunakan metode Supply
Chain Analysis (SCA) untuk mengetahui siapa yang menentukan harga paling
dominan. Pedagang perantara berada pada jalur distribusi cabe merah, bawang
merah dan daging ayam ras, sementara middleman hanya berada pada jalur
distribusi cabe merah dan bawang merah. Peran middelman dalam distribusi sangat
kecil sehingga tidak memiliki andil dalam penentuan harga serta keberadaannya
hanya pada saat terjadi kelangkaan pasokan. Terbentuknya harga cabe merah,
bawang merah dan daging ayam ras lebih banyak dipengaruhi kekuatan suplai dan
demand, namun pada saat terjadi gangguan distribusi (cabe dan bawang), pedagang
besar di hilir memiliki andil dalam pembentukan harga.
Rantai pasok yang terdapat irisan hanya pada
komoditi bawang merah. Peranan penebas memiliki peranan ganda baik di hilir
maupun hulu pada rantai pasok bawang merah. Sedangkan rantai pasok cabai merah
dan daging ayam ras terdapat irisan antara distribusi hilir ke hulu. Peranan
pedagang besar dan pengumpul besar sangat besar pada komoditi cabai merah.
Sedangkan pedagang besar/bandar atau tokek memberikan peranan besar terhadap
distribusi daging ayam ras. Share biaya pada komoditi cabai merah terbesar
terdapat di pedagang besar, pengumpul besar dan pengecer. Begitu juga dengan
share keuntungan komoditi cabai merah diraih oleh pedagang besar, pengumpul
besar dan pengecer. Share biaya dan keuntungna pada komoditi bawang merah
didominasi oleh penebas, sedangkan share biaya dan keuntungan dari komoditi
daging ayam ras memiliki kesamaan oleh pedagang besar, rumah potong ayam dan
pengecer. Secara umumnya share biaya dan keuntungan dari setiap komoditi
relatif merata dari masing-masing pelaku.
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) maka
dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pedagang perantara hanya melakukan jasa
perantara dari dua pelaku dalam transaksi jual beli. Pedagang perantara hanya
sebagai penghubung antara petani dan konsumen, walaupun dengan seiring waktu
peranan pedagang perantara non transaksi kontribusinya semakin kecil. 2.
Mengenai penentuan harga, pedagang perantara tidak menjadi penentu harga
melainkan harga ditentukan dari jumlah barang yang masuk ke pasar. Jadi penentuan harga bukan dari pedagang
perantara melainkan transaksi komoditi berada dipasar. 3. Jalur distribusi
setiap komoditi mengalami perbedaan hanya jalur distribusi tersebut perlu
diperketat agar tidak terjadi rantai pasok yang terlalu panjang. 4. Pedagang
perantara mempelancar distribusi perdagangan karena tidak dapat dipisahkan
dengan petani maupun pedagang lainnya. Hal ini dikarenakan informasi yang
didapat lebih cepat dan pintar membaca peluang adanya ketersediaan barang. 5.
Pedagang perantara menguasai pasar baik secara independen maupun bekerjasama.
Hal ini informasi harga lebih dapat diketahui oleh pedagang perantara. 6. Dengan
mengandalkan kekuatan informasi harga, pedagang perantara menjadi kepercayaan
oleh para pelaku perdagangan lainnya
Besarnya biaya transportasi oleh para produsen,
mengakibatkan harga yang dikirim ke suatu daerah menjadi berfluktuatif. Jarak
kirim menjadi salah satu kendala komoditi menjadikan harga tidak stabil.
Perlunya peran pemerintah untuk mensubsidi dari biaya transportasi tersebut.
Dengan subisidi ini diharapkan harga komoditi tidak terlalu berfluktuatif.
Berdasarkan isu dan hasil survey peranan pedagang
perantara non transaksi sudah tidak mempengaruhi cukup besar terhadap perubahan
harga. Kondisi pedagang perantara saat ini, setidaknya akan merubah
karakteristik petani dalam memproduksi maupun pemasaran. Namun permasalahan
masih terjadi akibat iklim yang tidak menentu. Masalah komoditi pertanian
seperti perubahan iklim, degradasi lahan dan cuaca yang tidak menentu perlu
melalukan terobosan baru dengan menggunakan teknologi pertanian. Teknologi pertanian ini dapat
terealisasi dengan cara memberikan informasi, pengetahuan melalui pelatihan
kepada para petani.
Besarnya ketergantungan petani terhadap pedagang
perantara membuat rendahnya informasi yang didapat petani dari pemerintah.
Perlunya pelatihan dalam bentuk pengetahuan, informasi tepat guna yang mudah
dipahami oleh para petani.
Metode perhitungan biaya dan transaksi harus
didapat oleh para petani, sehingga petani tidak menjadi awam terhadap
perhitungan biaya maupun transaksi. Pendekatan ini harus dilakukan oleh
pemerintah melalui proses pembinaan terpadu dan berkelanjutan.