KAJIAN DAMPAK PEMBENTUKAN
DAERAH TERTIB UKUR (DTU) DAN PASAR TERTIB UKUR (PTU) TERHADAP PERLINDUNGAN
KONSUMEN
Metrologi Legal, menurut Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1981
Tentang Metrologi Legal merupakan metrologi yang mengelola satuan – satuan
ukuran, metoda – metoda pengukuran dan alat – alat ukur, yang menyangkut
persyaratan teknis dan peraturan berdasarkan Undang – Undang yang bertujuan
melindungi kepentingan umum dalam hal kebenaran pengukuran. Dengan demikian,
penyelenggaraan metrologi legal diharapkan dapat menciptakan ketertiban dan
memberikan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metoda
pengukuran dan alat – alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya.
Perlindungan konsumen di bidang metrologi legal memiliki cakupan yang cukup
luas mengingat banyaknya jumlah konsumen yang harus dilindungi serta banyaknya
jenis produk alat – alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) dan
barang dalam keadaan terbungkus (BDKT) yang harus diawasi. Kegiatan
perlindungan konsumen di bidang metrologi legal meliputi aspek pelayanan
tera/tera ulang UTTP, pengawasan UTTP, BDKT, dan Satuan Ukuran, serta
penyidikan tindak pidana pengaduan konsumen. Kegiatan Tertib Ukur perlu
dilakukan untuk membangun kesadaran masyarakat dan pemerintah, mengenai
pentingnya kebenaran hasil pengukuran sekaligus memberikan perlindungan
terhadap kepentingan umum/konsumen dalam hal kebenaran hasil pengukuran. Dengan
demikian, konsumen dapat terhindar dari praktek – praktek penyimpangan
perdagangan yang berpotensi merugikan konsumen. Pembentukan DTU dan PTU
merupakan suatu program pemerintah untuk menjamin kebenaran pengukuran alat –
alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) di suatu daerah dalam
rangka perlindungan terhadap konsumen di suatu daerah. Di samping itu,
pembentukan DTU dan PTU juga merupakan suatu upaya untuk memberikan perhatian
lebih kepada alat UTTP di suatu daerah. Tidak hanya alat – alat ukur yang
memberikan kontribusi yang besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi
juga alat – alat ukur yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah seperti
alat – alat ukur yang berada di dalam pasar rakyat. Disamping itu, pembentukan
Pasar Tertib Ukur (PTU) merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam
melakukan revitalisasi pasar rakyat dalam hal revitalisasi manajemen pasar.
Pemerintah menetapkan target revitalisasi 5000 pasar rakyat untuk mendukung
Nawacita Presiden pada periode 2015 – 2019. Selama 3 (tiga) tahun pemerintahan
Kabinet Kerja, pemerintah telah membangun dan merevitalisasi Pasar Rakyat
sebanyak 2.710 unit melalui mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Tugas
Pembantuan (TP). Dalam proses pembangunan dan revitalisasi pasar tersebut
Pemerintah melakukan beberapa upaya antara lain, melakukan penguatan
infrastruktur, mengembangkan fasilitas perdagangan, dan melakukan pengamanan
terhadap aktifitas perdagangan. Dalam rangka melakukan pengamanan terhadap
aktifitas perdagangan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan
menerapkan SNI Pasar Rakyat serta Membentuk Daerah Tertib Ukur (DTU) dan Pasar
Tertib Ukur (PTU). Penetapan PTU telah dimulai pada tahun 2010, sementara itu
penetapan DTU dimulai pada tahun 2011. Berdasarkan data dari Direktorat
Metrologi, Kementerian Perdagangan, hingga tahun 2018, jumlah PTU di Indonesia
mencapai 1.231 pasar. Sementara itu, jumlah DTU hingga tahun 2018 mencapai 41
unit DTU atau sekitar 8,05% dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Jumlah
DTU dan PTU ini diperkirakan akan terus bertambah pada tahun – tahun
berikutnya. Namun demikian, perkembangan DTU dan PTU di Indonesia masih belum
terbukti dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen. Sejak DTU dan PTU
ditetapkan, pemerintah belum melakukan evaluasi terhadap keberlanjutan DTU dan
PTU yang telah ditetapkan di suatu daerah, sehingga tidak dapat dipastikan
apakah setelah memperoleh predikat DTU dan PTU, wilayah atau pasar tersebut
masih memperhatikan perihal kemetrologian sesuai dengan kriteria awal
pembentukan DTU dan PTU. Dengan demikian, dampak penetapan DTU dan PTU terhadap
perlindungan konsumen juga belum dapat dirasakan sepenuhnya. Berdasarkan hal
tersebut, maka pertanyaan yang akan dijawab di dalam penelitian ini adalah:
Apakah pembentukan DTU dan PTU memberikan dampak terhadap perlindungan konsumen
di Indonesia?
Wilayah dan pasar yang memperoleh predikat DTU dan PTU masih layak
menyandang predikat DTU dan PTU, namun keberlanjutan program DTU dan PTU masih
belum berjalan optimal. Tidak ditemukan adanya tindak lanjut pembinaan daerah
sesudah penetapan predikat DTU/PTU. Hasil ini menjelaskan kejadian menurunnya
skor DTU seiring waktu. Jika diperhatikan grafik umur DTU terhadap besar
penurunan skor DTU, maka akan tampak bahwa semakin tinggi umur DTU (semakin
lama tahun penetapan), maka semakin tinggi penurunan skornya. Tampak bahwa
tanpa ada pembinaan apa pun, skor DTU ratarata turun 8,7 poin setiap tahunnya.
Hasil pengujian menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor
total IKK Kementrologian Legal antara responden di daerah DTU/PTU dan daerah
Non-DTU/PTU. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum tidak ada pengaruh yang
signifikan antara program DTU/PTU dan upaya peningkatan perlindungan konsumen
melalui peningkatan pemberdayaan konsumen. Hasil pengujian per jenis UTTP
menunjukkan program DTU relatif berhasil meningkatkan keberdayaan konsumen di
pasar tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa upaya daerah lebih fokus ke pasar
tradisional. Daerah tampak hanya menginterpretasikan metrologi legal dan
program DTU hanya dengan pasar tradisional, daerah menghadapi keterbatasan
anggaran untuk metrologi legal, kurangnya standar untuk menguji UTTP lain, atau
kurangnya aparatur metrologi legal untuk memeriksa UTTP lain.
REKOMENDASI :
1.Direktorat metrologi secara berkala
melaksanakan monitoring dan evaluasi terkait pelaksanaan daerah tertib ukur dan
pasar tertib ukur.Pelaksanaan
monev ini perlu dikaitkan dengan sebuah sistem insentif yang memberikan sentuhan
secara emosional kepada kepala daerah akibat upaya penegakan tertib ukur di
daerahnya, seperti pemberian penghargaan dan insentif lain. Hal ini karena
urusan metrologi legal, kendati diwajibkan secara Undang-Undang, namun
prioritasnya jauh dibawah pelaksanaan layanan dasar wajib yang harus
diprioritaskan oleh pemerintahan daerah.
2.Untuk mengoptimalkan pelaksanaan program
DTU/PTU, perlu disusun prosedur dan instrumen evaluasi pelaksanaan DTU/PTU yang
telah ada, dengan melengkapi beberapa hal terkait meliputi:
3.(a). Batas berlakunya DTU/PTU; (b). Evaluasi
tahunan dan sewaktu – waktu; c. Sosialisasi kepada konsumen; dan d. Batasan
nilai minimum predikat DTU/PTU. Disamping itu, Pemerintah Daerah perlu didorong
untuk melakukan pelaporan berkala tahunan terkait pelaksanaan kemetrologian
legal, serta harus menyertakan data – data terkait pelaksanaan DTU dengan
menggunakan instrumen yang dikembangkan untuk mengevaluasi pelaksanaan DTU/PTU.
4.Perlu peningkatan keberdayaan konsumen
di bidang kemetrologian legal melalui kegiatan edukasi dan sosialisasi yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah kepada konsumen di wilayahnya. Oleh karena
itu, pemerintah daerah perlu mengintegrasikan program dan kegiatan penunjang
daerah tertib ukur ke dalam perencanaan daerah secara terpadu dengan Satuan
Kerja Pemerintah Daerah yang lain. Misalnya sosialisasi tertib ukur dapat
dikerjasamakan secara terpadu dengan SKPD yang membina urusan Komunikasi,
Informasi, Pendidikan, atau Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Dengan demikian
pemberdayaan konsumen terkait metrologi legal dan tertib ukur dapat dilakukan
dengan lebih terpadu. Integrasi kegiatan penunjang perlindungan konsumen
/tertib ukur ini ke dalam Dokumen Rencana Puska Dagri, BPPP, Kementerian
Perdagangan 79 Daerah, dapat juga menjadi salah satu indikator kinerja dalam
penerapan daerah tertib ukur.
5.Direktorat Metrologi perlu melakukan
pemetaan Supply–Demand Unit Metrologi Legal untuk masing-masing daerah, baik
Kabupaten/Kota sebagai pelaksana urusan metrologi legal sesuai Undang – Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, maupun provinsi sebagai
pelaksana Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP) di daerah. Pemetaan
supply – demand ini kemudian dihubungkan dengan ketersediaan sarana prasarana
metrologi legal existing di daerah dan provinsi. Dengan demikian dapat
ditentukan kemajuan peran dari masing – masing unit metrologi legal di daerah,
mana yang memang baru dapat fokus pada pasar tradisional dan mana UML yang
sudah harus dapat merespon kebutuhan UTTP yang lebih maju di daerahnya. Dengan
demikian Direktorat Metrologi dapat juga secara jelas melaksanakan pembinaan
daerah terkait metrologi legal. Pusat
Pengembangan Sumber Daya Kemetrologian (PPSDK), Kementerian Perdagangan, perlu
memprioritaskan UML Kabupaten/Kota yang belum memiliki SDM untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan Penera dalam rangka pembentukan DTU dan pengembangan
kompetensi SDM (Penera dan Pengawas) DTU yang berkelanjutan.
6.Pemerintah
Kabupaten/Kota perlu didorong untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan
dengan melibatkan Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan
Kepegawaian Daerah (BKD), dan unit terkait lainnya di daerah untuk terwujudnya
penyelenggaraan kemetrologian legal dan perlindungan konsumen yang
berkelanjutan.