KAJIAN POSISI INDONESIA DALAM KERANGKA KERJASAMA
ASEAN-CANADA FREE TRADE AGREEMENT (ASEAN-CANADA FTA)
2017
Pertemuan Senior
Economic Officials Meetings (SEOM) ke-8 yang dilaksanakan pada tanggal 30 Juni 2016 di Laos, ASEAN dan Kanada mengkomitmenkan
untuk melakukanfeasibility studydalam kerangka kerjasama ASEAN-Canada
FTA. ASEAN-Canada FTA bertujuan untuk
memperkuat hubungan ekonomi antara negara-negara ASEAN dan Kanada dengan
menghilangkan hambatan baik tarif maupun
non tarif untuk hampir seluruh perdagangan barang. Sehubungan dengan hal tersebutdilakukan studi
internal mengenai biaya dan manfaat bagi Indonesia, dan diharapkan dari hasil analisis dapat diketahui simulasi terbaik untuk
Indonesia yang dapat dijadikan bahan pertimbangan posisi
dan strategi Indonesia dalam menanggapi usulan pembentukan kerjasama
perdagangan ASEAN-Canada FTA.
Berdasarkan hasil analisis keterkaitan sektoral
diperoleh hasil bahwa Indonesia dan Kanada memiliki tingkat complementarity tinggi di atas 50%, yang berarti produk intermediate kedua negara saling melengkapi. Adapun
produk intermediate Indonedia yang digunakan sebagai input di Kanada adalah
sektor tekstil, pakaian jadi, produk kulit, paper
product, electronic equipment, basic metal dan food products (Cocoa, Crops neg,
Vegetable oil & fats). Sedangkan produk intermediate Kanada yang dugunakan sebagai input di
Indonesia adalah sektor pertambangan dan mineral, sektor peralatan
trnasportasi, sektor produk makanan dari tumbuhan dan hewan (gandum dan produk
susu), dan sektor basic metal.
Analisis Manfaat dan Biaya menggunakan model Computable
General Equilibrium (CGE) diperoleh hasil terbaik bagi Indonesia dengan
Simulasi 7a, yaitu melalui penurunan tarif dan Non-Tariff Measures
(NTMs) 20% untuk sektor prioritas Indonesia dan peningkatan fasilitasiperdagangan
sebesar 20%. Jenis NTMs yang diterapkan Kanada adalah Sanitary dan Phitosanitary (SPS) serta Technical Barrier to Trade (TBT) yang jumlah seluruhnya sekitar
42.133 NTMs. Indonesia mentargetkan 20% dari NTMs yang ada dapat dieliminasi.Manfaatnya Indonesia akan
memperoleh potensi peningkatan kesejahteraan sebesar USD 29.626 juta,
peningkatan investasi sebesar 8,53% dan peningkatan GDP riil sebesar 3,40%.
Selain itu, Indonesia juga akan memperoleh potensi peningkatan output, ekspor,
dan penyerapan tenaga kerja untuk sektor-sektor berikut: beras (processed
rice), motor vehicles and parts, mineral products nec, air transport,
dan construction. Biayanya Indonesia akan mengalami defisit neraca perdagangan sebesar USD 11.316
juta yang disebabkan kenaikan impor wheat, oil and gas, chemical, plastic
product, metals product, ferrous metal, manufactured product (hi-tech), wearing
apparel and leather product (hi-end), food product, vegetable oil and fat
dan crops product.Pada simulasi 7a ini, yang mendapatkan potensi peningkatan kesejahteraan tertinggi
adalah Kanada (USD 66,6 juta), sedangkan Vietnam mendapatkan keuntungan
tertinggi dalam peningkatan GDP riil (19,90%) dan investasi (161,18%).
Jika Indonesia tidak bergabung dalam
ASEAN-Canada FTA, hasil semua simulasi menunjukkan bahwa kesejahteraan, GDP
riil, dan investasi Indonesia akan lebih buruk dibandingkan jika Indonesia
bergabung. Dengan kata lain Indonesia akan “worse off” jika tidak tergabung dalam ASEAN-Canada FTA.
Sementara itu negara-negara lain yang bergabung dalam ASEAN-Canada FTA akan
memperoleh peningkatan GDP nil dengan besaran peningkatan yang bervariasi.
Berdasarkan hasil analisis CGE, maka direkomendasikan agar
Indonesia dapat bergabung dalam ASEAN-Canada FTA dengan memperjuangkan (a) Penurunan tarif untuk
sektor prioritas Indonesia: Textiles, Wearing apparel, Crops nec, Leather
products, Iron and steel, chemical, rubber, plastic prods, Paper products,
Electronic equipment, Food products nec., vegetable oils and fats, Gas, Coal,
Oil, Metal products, Manufactures nec, Animal products nec, Ferrous metals,
Vegetables, fruit, nuts; (b) Penurunan NTMs sebesar 20% untuk sektor
prioritas Indonesia yang disertai dengan peningkatan fasilitas perdagangan.
Walaupun
terdapat biaya yang harus ditanggung yaitu defisit neraca perdagangan, namun
bukan berarti Indonesia harus menarik diri dari skema ASEAN-Canada FTA. Apabila
hanya Indonesia satu-satunya negara yang tidak bergabung dalam skema
ASEAN-Canada FTA, maka Indonesia mengalami kerugian lebih besar baik dari sisi
makroekonomi (tingkat kesejahteraan, GDP riil, dan investasi) serta kerugian
sektoral (output, ekspor, impor dan penyerapan tenaga kerja).