Kajian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian kebijakan impor produk Hasil Perikanan di Kementerian Perdagangan dengan ketentuan dan aturan WTO. Data yang digunakan terdiri data primer dan sekunder. Data primer dari survey dan FGD dianalisis menggunakan metode Regulatory Impact Assessment (RIA). Hasil Analisis Dampak Kebijakan RIA terhadap Permendag 23/2019 menunjukkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Efektivitas Permendag 23/2019 dalam menjawab akar permasalahan dan mencapai tujuan penerbitan Permendag itu sendiri:
Permendag 23/2019 yang merevisi Permendag 66/2018 dan sebelumnya Permen Kelauan dan Perikanan 74/2016 dipandang telah memberikan kemudahan untuk melakukan impor untuk menjamin ketersediaan bahan baku/penolong industri sesuai dengan tujuan yang diamanatkan oleh PP 9/2018.
Permendag 23/2019 tidak menganggu perlindungan dan pemberdayaan terhadap nelayan atau pembudidaya ikan sesuai dengan tujuan yang diamanatkan oleh PP 9/2018.
Permendag meningkatkan kemudahan berusaha dan mengurangi ketidakpastian berusaha sesuai Paket Kebijakan Ekonomi yang mewarnai kebijakan impor dari sektor-sektor lain.
2. Potensi gugatan dari negara anggota WTO terkait dengan aturan dan ketentuan WTO, Permendag 23/2019 telah mengurangi risiko gugatan dari Negara lain dibandingkan aturan sebelumnya namun masih terdapat beberapa risiko untuk digugat.
Oleh karena itu rekomendasi dari Kajian ini berdasarkan Analisis Dampak Kebijakan (RIA) adalah merevisi Permendag 23/2019 karena meskipun Permendag 23/2019 telah cukup efektif dan efisien dalam menjawab akar permasalahan dan tujuan dari penerbitan Permendag tersebut, dampak berupa biaya masih lebih besar daripada manfaatnya:
1. Neraca perdagangan:Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
a. Terjadi kenaikan impor pada neraca perdagangan perikanan selama periode 2019 jika dibandingkan dengan 2018.
b. Namun demikian, meski laju impor lebih besar daripada laju ekspor selama periode 2018 - 2019, neraca perdagangan dari sektor perikanan masih tetap positif atau dengan kata lain ekspor tetap lebih besar daripada impor ikan.
2. Risiko gugatan di WTO:
Temuan dari Kajian menunjukkan bahwa ada risiko gugatan muncul karena adanya kebijakan pembatasan kuota melalui rapat koordinasi terbatas (rakortas) dan unsur ketidakpastian akibat interpretasi dari lampiran:
Penentuan jumlah impor dalam Rapat Koordinasi Terbatas “to discourage the use of quotas and other measures used to set limitson quantities of imports”
Lampiran “Jenis-jenis Komoditas Perikanan Yang Dibatasi Impornya” dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda “to make countries’ trade rules as clear and public (“transparent”) as possible"
Namun, kemungkinan gugatan diajukan akan bergantung pada seberapa signifikan atau seberapa besar nilai ekspor dari negara asal impor dibandingkan total impor negara tersebut.