Kajian Penguatan Produk
Dalam Negeri Dalam Rangka Peningkatan Pangsa
di Pasar E-Commerce
Maraknya pemanfaatan teknologi informasi melalui internetpun telah
merubah perilaku konsumen dalam hal berbelanja serta para pedagang dalam hal
strategi penjualannya. Dari sisi permintaan, persentase masyarakat Indonesia
yang membeli secara online dalam kurun waktu sebulan di 2017 mencapai 41 persen
dari total populasi sedangkan pada tahun 2016 hanya 26 persen (Sumber:We Are
Social). Tingginya minat masyarakat melakukan pembelian secara online didorong
munculnya berbagai jenis marketplace sebagai platform bisnis baru di era
ekonomi digital. Tumbuhnya marketplace di beberapa belahan dunia seperti
Amazon, eBay, Asos, Alibaba, Flipkart telah mendorong munculnya startup
E-Commerce (marketplace) di Indonesia seperti Lazada, Blibli, Tokopedia,
Bukalapak, Elevania dan Bhinneka. Pada tahun 2017, pertumbuhan pasar rata-rata
di Indonesia mendekati 100 persen, sementara pasar e-commerce tumbuh mencapai
289 persen (IDNTimes, 2018). Namun demikian, tumbuhnya marketplace yang ada di
Indonesia ternyata belum secara optimal dimanfaatkan oleh UMKM dalam
memperdagangkan produknya. Bahkan pasar di platform e-commerce justru masih
didominasi oleh produk impor. Menurut Bank Indonesia, perdagangan produk lokal
di marketplace tidak lebih dari 10 persen. Berdasarkan hasil survey Asosiasi
E-Commerce Indonesia (IdEA), dari sekitar 8000 responden yang disurvei di 11
kota besar, hanya sekitar 16 persen UMKM yang memanfaatkan marketplace sebagai
sarana pemasaran produknya. Selebihnya sekitar 43 persen UMKM menjual produknya
melalui Facebook dan Instagram, 7 persen melalui web pribadi dan 12 persen
masih menjual secara offline. Menurut hasil studi yang dilakukan Pusat Pengkajian
Perdagangan Dalam Negeri (2018), masih rendahnya pemanfaatan ecommerce oleh
UMKM dalam memasarkan produknya diakibatkan beberapa faktor diantaranya adalah
masih minimnya pengetahuan UMKM mengenai marketplace dan kemampuan UMKM dalam
membaca peluang/kebutuhan pasar di media online. Selain faktor tersebut,
beberapa faktor juga dianggap sangat berpengaruh dalam hal keberhasilan UMKM
memanfaatkan platform e-commerce diantaranya adalah kemampuan mengemas produk
secara lebih menarik, serta kemampuan menyediakan barang dengan kualitas dan
jumlah tertentu secara kontinu. Hal tersebut tentu masih dipengaruhi faktor
eksternal lainnya seperti ketersediaan akses internet, ketersediaan jasa
logistik dan akses permodalan. Pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan
memiliki mandat di dalam Perpres No.74/2017 untuk mengembangkan bisnis
ecommerce sebagaimana tertuang dalam Roadmap E-Commerce. Dalam roadmap ini,
pemerintah harus menjalankan perannya sebagai fasilitator sekaligus regulator
untuk dapat menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pelaku perdagangan
e-commerce. Dalam mandatnya, Kementerian Perdagangan mendapat tugas dan
tanggung jawab utama untuk: (1) menyusun regulasi kewajiban 2) menyelesaikan
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik (TPMSE); (3) melaksanakan edukasi mengenai e-commerce bagi pembuat
kebijakan dan para stakeholders sehingga mendapatkan pemahaman tentang
e-commerce; (4) menyusun program inkubasi bagi startup; dan (5) mengembangkan
fasilitator edukasi mengenai e-commerce. Dari berbagai tugas yang telah
dimandatkan oleh Perpres No.74/2017, perlu dievaluasi sejauh mana tingkat
keberhasilah yang telah diraih khususnya mengenai peran pemerintah baik pusat
maupun daerah dalam upaya pengarusutamaan UMKM di dalam ekosistem digital
sehingga manfaat dari ekonomi digital benar-benar dirasakan oleh UMKM. Program
dan kegiatan apa saja yang telah dilakukan dan sejauh mana dampak yang telah
dirasakan oleh UMKM. Studi ini tidak hanya melihat peran pemerintah sebagai
fasilitator dan akselerator disamping sebagai regulator tentunya, namun lebih
jauh kajian ini akan mengeksplorasi kelembagaan lain di luar pemerintah yang
telah memiliki peran positif bagi UMKM dalam mendorong peningkatan pemasaran
produknya di e-commerce.
Berdasarkan hasil analisis, maka disimpulkan poin-poin sebagai
berikut:
1.Hasil survei ke beberapa daerah
menunjukkan bahwa secara umum kebijakan pemerintah daerah dalam membantu UMKM
adalah melalui program fasilitasi dan pelatihan. Program fasilitasi meliputi
asistensi kepada UMKM dalam memperoleh ijin usaha, merek, dan legalitas
lainnya. Sementara untuk membantu UMKM mengakses pasar melalui platform
e-commerce, program yang dijalankan adalah program pelatihan pemasaran online.
Namun demikian, program yang sudah berjalan dirasakan masih monoton dan belum
efektif dapat meningkatkan kemampuan UMKM karena umumnya target UMKM yang
diikutsertakan adalah target yang sama dan sering dilibatkan dalam berbagai
kegiatan yang rutin dilakukan oleh pemerintah daerah. Sementara masih banyak
UMKM potensial yang seharusnya menjadi target dalam pelatihan tersebut belum
dapat mengakses program pelatihan tersebut. Hal ini dikarenakan pemerintah
daerah hanya melibatkan UMKM yang ada dalam database yang datanya kurang terupdate.
2.Selain masalah program pelatihan yang
sifatnya monoton dan database UMKM yang kurang ter-update, hal yang perlu
dievaluasi dari program pembinaan UMKM di daerah adalah belum adanya program
pelatihan yang sifatnya berjenjang dan berkesinambungan sehingga capaian
indikator agar UMKM dapat naik kelas tidak dapat dievaluasi dengan baik. Selain
itu, belum adanya program pendampingan bagi UMKM menjadikan setiap kegiatan
pelatihan tidak dapat dievaluasi tingkat keberhasilannya.
3.Secara umum permasalahan yang dihadapi
UMKM adalah ketersediaan bahan baku, lemahnya desain dan kemasan, kualitas
produk, dan permodalan. Di sisi lain, aspek terkait legalitas, labelisasi dan
sertifikasi seperti NIB, P-IRT, BPOM, halal, merek, dan organik juga masih
menjadi kendala bagi UMKM. Sementara di sisi pemasaran, yang menjadi kendala
adalah kurangnya akses informasi dan tren pasar serta dukungan tenaga pemasaran
online. Untuk meningkatkan kapasitas sekaligus membantu UMKM khususnya dalam
mengatasi kendala tersebut, maka diperlukan suatu model pembinaan UMKM melalui
konsep inkubasi. Selain itu, untuk membantu UMKM dalam memasarkan produknya
melalui platform e-commerce, maka perlu dukungan pemerintah untuk menjembatani
produk UMKM ke pasar online melalui penciptaan wirausaha yang juga sekaligus
dapat menjadi tenaga pemasaran online bagi produk UMKM.
4.Kajian ini mencermati beberapa
kelembagaan non pemerintah yang ada dalam ekosistem e-commerce serta perannya
dalam mendorong UMKM untuk memasarkan produknya secara online. Hasil pengamatan
dan analisis menyimpulkan bahwa beberapa kelembagaan berikut dapat dijadikan
referensi oleh pemerintah dalam menyusun program pembinaan terhadap UMKM. Di
antara model kelembagaan yang ideal diantaranya adalah: a. Rumah Kreatif BUMN
(RKB) yang merupakan program yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN sebagai
upaya pemberdayaan ekonomi kerakyatan, khususnya bagi para pelaku UMKM. RKB
merupakan model inkubator yang memiliki program pelatihan dan pendampingan
kepada UMKM. RKB dinilai efektif dalam menjalankan program pembinaan kepada
UMKM. Hal ini dibuktikan dengan beberapa kisah sukses UMKM yang telah berhasil
meningkatkan pemasaran produknya secara online setelah mengikuti program
pembinaan di RKB. b. Kampung Marketer yakni merupakan social enterprise yang memiliki
misi untuk menjembatani kebutuhan UMKM terkait tenaga pemasaran online. Melalui
program pendidikan dan pemberdayaan SDM, KM merupakan model yang ideal sebagai
penyedia jasa pemasaran online bagi produk UMKM. Melalui program pendidikan,
pelatihan dan pemberdayaan warga desa, KM telah berhasil dalam menciptakan
lapangan pekerjaan serta mengurangi pengangguran dan urbanisasi.
5.Selain peran Rumah Kreatif BUMN (RKB)
dan Kampung Marketer, Marketplace juga memiliki peran yang cukup signifikan
dalam membina UMKM terkait literasi digital serta teknik pemasaran online.
Untuk itu pola kemitraan yang sudah dibangun antara pemerintah dan marketplace
harus ditingkatkan karena dinilai cukup efektif dalam meningkatkan pemahaman
UMKM terhadap pemasaran melalui platform e-commerce.
Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan kesimpulan, maka dapat
direkomendasikan poin-poin sebagai berikut:
1.Upaya yang perlu dilakukan pemerintah
untuk meningkatkan kapasitas UMKM adalah melalui program pelatihan dan
pendampingan yang berkesinambungan melalui konsep inkubasi. Dalam
Pelaksanannya, pemerintah baik pusat maupun daerah dapat berkolaborasi dengan
RKB yang sudah ada di hampir seluruh kabupaten/kota.
2.Untuk membantu permasalahan UMKM
terkait pemasaran produknya secara online, Kementerian Perdagangan khususnya
unit terkait yang melakukan pembinaan terhadap UMKM agar dapat menginisiasi
pengembangan pusat pemasaran digital produk UMKM di daerah melalui kerjasama
dengan RKB dan Kampung Marketer.
3.Pemerintah pusat dan daerah harus
lebih agresif menjangkau UMKM dengan segmen yang lebih luas untuk dapat
berpartisipasi dalam program pelatihan desain produk dan kemasan, analisis
pasar, pengelolaan stock dan teknik pemasaran online. yang dalam teknis
pelaksanaannya dapat berkolaborasi dengan RKB dan komunitas.
4.Dalam rangka mendorong UMKM agar dapat
naik kelas, Kementerian Perdagangan bersama dengan dinas terkait di daerah
perlu melakukan program evaluasi dan monitoring yang berkelanjutan dengan
didukung oleh database UMKM yang lebih valid sehingga lebih memudahkan dalam
mengukur indikator keberhasilan atas capaian yang ingin diraih. Pemerintah bersama pihak swasta maupun
lembaga terkait lainnya perlu mengedukasi UMKM secara intensif agar dapat
merubah (mindset) dari business as usual menjadi berorientasi pasar global
paradigma sehingga UMKM dapat terus tumbuh (scale up). Pemerintah perlu
mendorong sinergi anatar BUMN di sektor telekomunikasi dengan lembaga dan/atau
pelaku UMKM.
5.Perlunya
dukungan infrastruktur berupa perluasan jaringan/koneksi internet terutama yang
menjangkau wilayah pedesaan